Apakah bisa untuk dilakukan pembatalan perkawinan? Saya menikah dengan suami saya tanpa mencari tahu asa-usul suami saya terlebih dahulu, lalu ketika sudah menikah selama 5 tahun. Saya baru mengetahui bahwa suami sudah pernah menikah sebelumnya dengh seorang wanita dan mempunyai anak dengan pernikahan sebelumnya. Apakah perkawinan saya dapat dibatalkan oleh KUA tempat saya mendaftarkan perkawinan?
Kami Tim Halo JPN pada Kejaksaan Negeri Banjarbaru mengucapkan terima kasih kepada Ibu Umi Kalsum yang telah bertanya menggunakan Aplikasi Halo JPN, atas pertanyaan tersebut kami akan menjawab:
Di dalam Undang Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP) tidak mengenal definisi dari Pembatalan Perkawinan, akan tetapi UUP mengatur mengenai Pembatalan Perkawinan di dalamnya. Hal tersebut tertuang di dalam Pasal 22 sampai Pasal 28 UUP yang mengatur mengenai Pembatalan Perkawinan. Di dalam Pasal 22 UUP dijelaskan bahwa suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila tidak memenuhi syarat syarat untuk melangsungkan perkawinan.
Merujuk pada literatur peraturan yang lainnya, kita dapat melihat KHI yang juga membedakan antara batal demi hukum dan dapat dibatalkan. Batal demi hukum dimaksudkan sebagai adanya dasar ysang dilarang untuk dilakukannya perkawinan, sedangkan dapat dibatalkan adalah adanya pelanggaran di dalam suatu perkawinan yang merugikan hak salah satu pihak atau melanggar peraturan yang berlaku.
Kemudian di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 70 dijelaskan bahwa perkawinan batal demi hukum apabila:
Suami melakukan perkawinan, sedang ia tidak berhak melakukan akad nikah karena sudah mempunyai empat orang istri sekalipun salah satu dari keempat istrinya dalam iddah talak raj'i;
seseorang menikah bekas istrinya yang telah dili' annya;
seseorang menikah bekas istrinya yang pernah dijatuhi tiga kali talak olehnya, kecuali bila bekas istri tersebut pernah menikah dengan pria lain kemudian bercerai lagi ba'da al dukhul dan pria tersebut dan telah habis masa iddahnya;
perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah; semenda dan sesusuan sampai derajat tertentu yang menghalangi perkawinan menurut pasal 8 Undang-undang No. 1 Tahun 1974, yaitu :
o berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau keatas.
o berhubungan darah dalam garis keturunan menyimpang yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya.
o berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu atau ayah tiri.
o berhubungan sesusuan, yaitu omg tua sesusuan, anak sesusuan dan bibi atau paman sesusuan.
istri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dan istri atau istri-istrinya.
Terkait kasus yang ibu ceritakan di atas, dijelaskan bahwa pihak dari Suami ternyata sudah memiliki ikatan perkawinan sebelumnya dan baru diketahui 5 tahun setelah pernikahan dilaksanakan. Atas dasar hal tersebut, maka kita bisa melihat dari ketentuan di UUPA Pasal 24 yang menyatakan bahwa, Barang siapa karena perkawinan masih terikat dirinya dengan salah satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan dapat mengajukan pembatalan perkawinan yang baru, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang Undang ini.
Berdasarkan pasal tersebut dapat kita telaah bahwa karena masih adanya perkawinan dengan pihak sebelumnya, maka pernikahan dapat dibatalkan dengan cara mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama dengan menggunakan dasar bahwa pihak suami telah mempunyai ikatan pernikahan sebelumnya. Pihak pihak yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan sesuai dengan Pasal 23 UUP juga tidak hanya dapat diajukan oleh pihak suami atau istri. Di dalam UUP dicantumkan bahwa pihak pihak yang dapat mengajukan gugatan pembatalan perkawinan adalah:
- Para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami atau isteri;
- Suami atau isteri;
- Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan;
- Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undang Undang ini dan setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus.
Berdasarkan kasus yang ibu ceritakan di atas, Ibu dapat mengajukan permohonan gugatan pembatalan perkawinan ke Pengadilan Agama untuk yang beragama Islam dan untuk yang beragama non muslim dapat mengajukan gugatan pembatalan perkawinan ke Pengadilan Negeri. Namun, tidak sembarang Pengadilan Agama bisa diajukan gugatan permohonan Pembatalan Perkawinan. Kita dapat melihat kembali di Pasal 25 UUP yang menjelaskan wilayah atau daerah untuk mengajukan permohonan gugatan Pembatalan Pernikahan ke Pengadilan Agama/Pengadilan Negeri. Permohonan gugatan pembatalan perkawinan dapat diajukan di Pengadilan dalam daerah hukum dimana perkawinan dilangsungkan atau di tempat tinggal kedua suami atau isteri, suami atau isteri.