pagi,
ijin menanyakan bagaimana caranya untuk melakukan perceraian di pengadilan agama, dan sebagai informasi saya dan isteri beragama katholik
terimakasih atas atensinya
Kepada Saudara Sabinus Ajan, Terima Kasih atas kepercayaannya dalam menggunakan layanan HALO JPN pada Kejaksaan Negeri Paser.
Atas pertanyaan yang Saudara tanyakan, akan kami jawab sebagai berikut :
Asas Perkawinan Katolik
Dalam ketentuan Kanon 1056 Kitab Hukum Kanonik, dapat diketahui asas perkawinan menurut agama Katolik, yaitu sebagai berikut:
Tak terceraikan berarti bahwa ikatan perkawinan yang telah timbul dari perjanjian perkawinan berlangsung untuk sepanjang hidupnya. Tak terceraikan bahkan tidak hanya sebagai aturan, melainkan merupakan suatu keharusan. Ikatan suami istri Katolik menjadi lebih kokoh karena merupakan sakramen yang melambangkan kesatuan antara Yesus dengan Gereja. Prinsif tak terceraikan dalam perkawinan menurut hukum kanonik menyatakan bahwa perkawinan antara pria dan wanita Katolik tidak dapat diceraikan dengan kuasa manusiawi manapun serta dengan alasan apapun.. Oleh karena itu, perkawinan di dalam Gereja Katolik dipandang sebagai hubungan seumur hidup antara seorang pria dan seorang wanita.
Dalam konteks hukum negara, perceraian adalah hak setiap warga negara. Oleh karena itu, menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan mengakomodir hak setiap orang dari agama apapun dapat mengajukan gugatan perceraian ke pengadilan sepanjang memiliki alasan-alasan hukum yang kuat serta perkawinan tersebut dicatatkan di Dinas kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil).
Tugas negara melalui pengadilan negeri bukanlah menceraikan seseorang secara agama, namun lebih kepada membatalkan akta perkawinan yang dikeluarkan oleh dinas kependudukan dan pencatatan sipil (Disdukcapil) sehingga pasangan suami isteri tidak memiliki hubungan perkawinan lagi antara suami dan isteri menurut hukum negara.
Oleh karena itu, apabila terdapat seseorang beragama katolik mengajukan gugatan cerai ke pengadilan negeri dan gugatan cerainya dikabulkan, maka pengadilan hanya menyatakan akta perkawinan yang didaftarkan di Disdukcapil tersebut batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya. Jika pengadilan membatalkan akta perkawinan dari disdukcapil, maka negara telah mengakui pasangan suami dan isteri tersebut telah sah bercerai menurut hukum.
Alasan yang dapat digunakan dalam perceraian adalah yang ada pada Penjelasan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 (UU Perkawinan) dan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (PP 9/1975). Beberapa alasan yang bisa digunakan tersebut seperti:
Jika salah satu atau beberapa dari poin tersebut sudah terjadi pada perkawinan, maka secara hukum alasan tersebut sudah cukup kuat untuk mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Negeri.
Hukum Gereja Katolik Tentang Perceraian
Dalam agama Katolik sendiri, perkawinan berciri tidak terceraikan dan satu untuk selamanya. Oleh karenanya pasangan Katolik tidak bisa bercerai secara agama. Aturan mengenai hal tersebut ada dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) yang disusun dan disahkan gereja yang bersifat gerejawi dan mengikat yang mana tidak mengenal adanya perceraian.
Dalam hidup perkawinan suami istri katolik, perceraian itu nyata terjadi antara pasangan suami istri katolik, perceraian ini biasanya hanya bisa dilakukan dihadapan hukum sipil melalui pengadilan. Gereja katolik mengakui kenyataan yang terjadi saat ini dan gereja katolik membuka ruang untuk dimungkinkan kembali perkawianan yang baru. Namun untuk sampai pada tahap perkawinan yang baru itu tidaklah mudah. Suami istri katolik yang telah resmi bercerai secara sipil melalui pengadilan, kemudian akan menjalani proses dalam Tribunal Gerejawi bagi pasangan suami istri yang ingin memulai perkawinan yang baru. Hal tersebut dikenal dalam gereja katolik sebagai Pembatalan Perkawinan.
Konsep pembatalan perkawinan dalam Tribunal Gerejawi adalah untuk melihat kembali perkawinan antara suami istri katolik dan mencari bukti-bukti yang dapat menunjukan bahwa perkawinan pasangan yang bersangkutan adalah tidak sah sehingga dapat dibatalkan. Ada beberapa hal menyengkut bukti yang bisa menunjukan bahwa perkawinan pasangan yang bersangkutan tidak sah sehingga dapat dibatalkan adalah halangan perkawinan, Cacat Forma Canonica, dan cacat kesepakatan nikah.
Pasangan Katolik yang bercerai secara sepihak, maka dalam agamanya masih dianggap memiliki hubungan rumah tangga yang sah dengan pasangannya. Kemudian jika tetap bercerai dan menikah kembali, maka pernikahannya dianggap tidak sah secara agama Katolik. Hal tersebut dikarenakan umat Katolik perlu memiliki izin dari gereja jika ingin menikah lagi. Izin untuk berpisah ini diberikan hanya untuk alasan yang sangat berat, seperti perselingkuhan, heresi, ancaman terhadap hidup, dst. Namun perpisahan ini tidak memutuskan ikatan perkawinan. Maka jika permasalahan telah selesai dan ada rekonsiliasi, mereka diharapkan untuk hidup bersama kembali.
syarat hingga proses untuk perceraian Katolik sama halnya dengan perceraian agama lain. Hanya yang membedakannya adalah tempat atau pengadilan yang berbeda. Untuk pasangan beragama Katolik atau lainnya, maka gugatan cerai dan persidangan bisa diajukan di Pengadilan Negeri.
Prosedur Perceraian Katolik
Cara mengurus perceraian dalam agama Katolik di Indonesia sama halnya dengan mengurus gugatan cerai pada umumnya, seperti berikut:
Bahwa secara umum proses perceraian bagi pasangan suami istri Katolik pada pengadilan, pada dasarnya tetap mengikuti hukum acara perdata, mulai dari siding pertama sampai dengan keputusan.
Demikian Jawaban yang dapat saya sampaikan, Terima Kasih