Apa konsekuensi jika menikah karena terpaksa?
Terima kasih atas kepercayaan Saudara kepada halo JPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut:
Perlu kami sampaikan bahwa perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 6 ayat (1) UU Perkawinan. Dalam penjelasan ayat tersebut, dikatakan bahwa perkawinan harus disetujui oleh kedua belah pihak yang melangsungkan perkawinan tanpa ada paksaan dari pihak manapun karena perkawinan mempunyai maksud agar suami dan istri dapat membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, dan sesuai pula dengan hak asasi manusia.
Ini berarti, pada dasarnya seseorang tidak boleh terpaksa menikah dengan ancaman atau dengan hal apapun. Perkawinan harus didasarkan pada keinginan dan persetujuan dari masing-masing pihak.
Dalam kasus menikah karena terpaksa di bawah ancaman yang melanggar hukum, baik suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan.[1] Selanjutnya, terkait hukum Islam menikah karena terpaksa di bawah ancaman, berdasarkan Pasal 72 ayat (1) KHI dapat dilakukan pembatalan perkawinan yang dimohonkan juga oleh suami atau istri.
Demikian Kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Tinggi Riau secara gratis.