Ada perkara menarik di Jambi yaitu Erayani alias Ahnaf Arrafif, perempuan yang mengaku sebagai laki-laki dan menikahi perempuan berinisial NA, divonis 6 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jambi. Erayani menjadi terdakwa karena mengaku sebagai seorang pria yang berprofesi sebagai dokter lulusan luar negeri untuk menarik perhatian perempuan. Erayani berhasil memperdaya seorang wanita berinisial NA melalui situs kencan online. Setelah perkenalan dari situs kencan tersebut, keduanya bertemu dan merencanakan pernikahan. Kemudian pada 18 Juli 2021, Erayani dan NA menikah siri atas saran dari paman korban. Pernikahan itu hanya berlangsung selama 10 bulan, karena ibu NA mencurigai bahwa Erayani merupakan seorang wanita yang selanjutnya kecurigaan tersebut benar adanya dan dilaporkan ke Polresta Jambi. Dengan demikian yang terjadi adalah perkawinan sesama perempuan, apakah hal tersebut dapat dimintakan pembatalan perkawinan?Apakah Kejaksaan memiliki kewenangan untuk melakukan hal tersebut?Terima kasih atas jawaban dari Bapak/Ibu JPN. Salam sehat selalu.
Halo Rat* **** *******
Terimakasih atas kepercayaan Saudari kepala halo JPN, adapun jawaban kami atas pertanyaan Saudari adalah sebagai berikut :
Menurut Prof. Andi Hamzah dalam Kamus Hukum menerangkan bahwa pembatalan perkawinan adalah suatu tindakan pembatalan suatu perkawinan yang tidak mempunyai akibat hukum yang dikehendaki karena tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum atau peraturan perundang-undangan. Sedangkan menurut Riduan Syahrani dalam Masalah-Masalah Hukum Perkawinan di Indonesia, pembatalan perkawinan dapat dilakukan apabila perkawinan itu dilangsungkan jika para pihak atau salah satu pihak terbukti tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan. Dengan telah terjadinya pemberian identitas yang tidak sebenarnya dan ternyata sesama perempuan berarti telah terjadi tidak memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan Undang - Undang karena berdasarkan bunyi ketentuan Pasal 1 Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menerangkan Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam hal ini secara Negara dan agama perkawinan adalah yang dilakukan oleh berbeda jenis kelamin yaitu pria dengan wanita.
Bahwa Undang Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan memiliki pertimbangan bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita untuk pembinaan hukum nasional, perlu adanya Undang-undang tentang Perkawinan yang berlaku bagi semua warga negara. Pasal 1 Undang - Undang Perkawinan dalam penjelasan Pasal demi Pasal dijelaskan bahwa Perkawinan sangat erat hubungannya dengan kerohanian dan agama. Penjelasan Pasal 1 Undang - Undang Nomor 1 tahun 1974 menyebutkan bahwa sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila, dimana Sila yang pertamanya ialah ke Ketuhanan Yang Maha Esa.
Mengenai siapa saja yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan, Pasal 23 Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1974 telah menegaskan ada 4 pihak, yakni :
Oleh karena itu dalam Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Pasal 73 tentang Kompilasi Hukum Islam mengatur bahwa subjek yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
perkawinan menurut hukum Islam dan Peraturan Perundang-undangan.
Berdasarkan Undang - Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 30 Ayat (2) mengatur di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah. Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan R.I:
Pasal 24
Peraturan Kejaksaan Nomor 1 Tahun 2021 tanggal 23 April 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Jaksa Agung Nomor Per-006/A/JA/07/2017 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kejaksaan R.I;
Pasal 444
Secara normatif jaksa sebagai Pengacara Negara berwenang mengajukan permohonan pembatalan perkawinan yang mempunyai kedudukan yang sama dengan pihak suami, istri maupun pihak berwenang yang lain.
Batalnya perkawinan yang dimaksud di atas, tidak dapat terjadi dengan sendirinya. Artinya, jika setelah melangsungkan perkawinan diketahui suatu pelanggaran, maka dengan sendirinya perkawinannya batal, tidak demikian, akan tetapi harus melalui pengajuan ke Pengadilan Agama seperti pada saat melangsungkan perkawinan. Pengadilan Agama yang berhak menerima perkara pembatalan perkawinan adalah Pengadilan dalam daerah hukum di mana perkawinan itu dilangsungkan atau di tempat tinggal suami atau isteri.
Sebelumnya juga sudah pernah dilakukan pembatalan perkawinan yang permohonan diajukan oleh jaksa salah satunya di Daerah Jember kasus pembatalan perkawinan sejenis yang telah diputuskan melalui Putusan Pengadilan Agama jember Nomor5253/Pdt.G/2017/PA.Jr. pemohon (H. Ponco Hartanto, SH, MH) selaku Jaksa Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Jember.
Oleh karena pembatalan perkawinan harus dilakukan melalui keputusan hakim / pengadilan, maka saat mulai berlakunya pembatalan perkawinan terhitung sejak tanggal hari keputusan hakim / pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap (inkract van gewijsde). Dan keputusan itu berlaku surut sejak tanggal hari dilangsungkan perkawinan. Dengan adanya keputusan yang sudah inkracht tersebut, maka perkawinan kembali kepada keadaan semula sebelum perkawinan itu ada.
Demikian kami sampaikan, apabila saudari masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, saudari dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Tinggi Jambi secara gratis salam sehat dan terima kasih.