Apakah status pernikahan beda agama diakui berdasarkan Hukum Administrasi Negara?
Hukum di Indonesia tidak secara langsung mengatur tentang perkawinan beda agama, namun sahnya pernikahan atau perkawinan dilakukan berdasarkan ketentuan agama serta kepercayaan sebagaimana hal itu diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu”. Pasal ini ingin mengatakan bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agama dan kepercayaan.
UU Perkawinan didasarkan pada hukum agama dalam hal perkawinan, sehingga keputusan untuk merestui perkawinan tergantung pada peraturan agama. Jika perkawinan beda agama tidak diperbolehkan menurut hukum agama, itu juga tidak diperbolehkan menurut hukum negara. Dibolehkan atau tidaknya perkawinan beda agama tergantung pada peraturan agama. .
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 1400 K/Pdt/1986 para pasangan yang berbeda keyakinan dapat meminta penetapan pengadilan. Yurisprudensi tersebut menyatakan bahwa kantor catatan sipil boleh melangsungkan perkawinan beda agama, karena kewenangan kantor catatan sipil adalah mencatat, bukan mengesahkan. Yang menjadi hambatan untuk hal ini adalah tidak semua kantor catatan sipil mau menerima pernikahan beda agama Namun, cara ini juga tak mudah karena sedikit pemuka agama dan kantor catatan sipil yang mau menikahkan pasangan beda keyakinan. Akan tetapi jika dalam pernikahan tersebut dilaksanakan melalui tata cara keagamaan dari salah satu pihak dan salah satunya menundukan diri, maka perkawinan tersebut dapat dicatatkan dan apabila pernikahan anda dapat dicatatkan oleh pihak dari kantor catatan sipil maka pernikahan ada sah menurut hukum.