Saya ingin mempertanyakan mengenai sistematika hak waris dari Perkawinan beda agama di bali.
Terima kasih atas kepercayaan Saudara kepada layanan halo JPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut :
Perkawinan yang dilakukan dengan tidak berdasarkan kesamaan dalam hal memeluk agama sangat rawan menimbulkan permasalahan-permasalahan. Permasalahan Yang sering terjadi adalah permasalahan hak waris bagi anak yang lahir dalam perkawinan berbeda keyakinan tersebut. diatur dalam ketentuan Pasal 42 sampai 43 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan juncto Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Selama perkawinan yang dilangsungkan berdasarkan atas aturan perkawinan, maka anak itu merupakan anak sah. Hukum adat Bali yang sangat kental dipengaruhi oleh unsur agama Hindu, menentukan bahwa yang disebut warisan adalah berupa hak dan kewajiban. Selanjutnya menurut hukum waris adat Bali juga mengklasifikasikan yang dianggap sebagai ahli waris yaitu:
Menurut hukum adat waris Bali, seseorang ahli waris juga dimungkinkan kehilangan haknya untuk mewaris apabila:
Perlu diketahui dalam perspektif perdata untuk menjadi seorang ahli waris tidak sembarang orang dapat mengklaim bahwa dirinya adalah ahli waris dari seseorang tetapi telah diatur beberapa kriterianya di dalam peraturan perundang-undangan yaitu:
Di dalam Hukum adat Bali menentukan pewaris dengan cara menarik hubungan kekeluargaan (keturunan) dari garis ayah (patrilineal). Oleh karena itu dalam hal mewaris yang dianggap sebagai ahli waris juga berdasarkan hubungan keturunan dari garis ayah, yang di Bali dikenal dengan hubungan kapurusa. Berdasarkan hal tersebut apabila dalam suatu perkawinan pasangan beda agama mempunyai keturunan, seseorang yang tidak seagama dengan pewaris dari garis kapurusa (ayah) atau beralih agama dari agama Hindu ke agama non Hindu dianggap ninggal kedaton (meninggalkan rumah). Maka tidak ada melekat hak dan kewajiban terhadap yang bersangkutan. Jadi apabila seorang anak yang terlahir dari perkawinan berbeda agama dan mengikuti agama ibunya, akan dianggap bukan sebagai ahli waris dari ayahnya. Mengenai hak anak sebagaimana yang diatur didalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak juncto Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, ditentukan bahwa anak berhak untuk beribadah sesuai dengan agamanya. Anak yang lahir dari pasangan perkawinan berbeda agama, tentu tidak akan beragama ganda melainkan anak tersebut mungkin mengikuti agama salah satu orang tuanya ataupun dapat menentukan pilihan keyakinan ketika telah dewasa.
|
Demikian Kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Gianyar secara gratis.