ABRAHAM MOVIK BERAGAMA NASRANI MENIKAH DENGAN MARGARET YANG BERAGAMA ISLAM DICATATAN SIPIL SLEMAN. KEDUANYA TINGGAL DI JL. KAMIT BUMEN 90 KEC. MLATI KAB. SLEMAN. KEDUA PASANGAN INI DIKARUNIAI TIGA ORANG ANAK, (1) MARKUES (KATOLIK), (2) PEDROSA (HINDU), (3) ROSI (KRISTEN). OKTOBER 2018 ABRAHAM MOVIK DAN MARGARET MASUK ISLAM DAN DITANDAI MENJALANKAN AJARAN ISLAM SECARA TOTAL, AKTIF KEGIATAN-KEGIATAN ISLAM. 30 AGUSTUS 2020 ABRAHAM MENINGGAL DUNIA. HARTA DIKUASAI OLEH MARGARET, KETIGA ANAKNYA INGIN MENGGUGAT TETAPI KARENA TIDAK ADA KESEPAKATAN TENTANG HUKUM WARIS APA YANG DISEPAKATI. PEDROSA MENGINGINKAN HUKUM ADAT, SEDANGKAN MARKUES DAN ROSI MENGINGINKAN BARAT, SEDANGKAN MARGARET MENGINGINKAN ISLAM.
PERTANYAAN:
PENGADILAN MANA MARKUES MENGAJUKAN GUGATAN PEMBAGIAN WARIS ?
Terima kasih atas kasus posisi yang saudara sampaikan.
Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan atas harta peninggalan pewaris kemudian menentukan siapa-siapa saja yang berhak menjadi ahli waris dan menentukan berapa bagian masing-masing.
Hukum waris yang berlaku di Indonesia ada tiga yaitu hukum waris adat, hukum waris Islam, dan hukum waris perdata. Setiap daerah memiliki hukum yang berbeda-beda sesuai dengan sistem kekerabatan yang dianut. Hukum waris dalam ilmu hukum merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Pengaturan mengenai hukum waris tersebut dapat dijumpai dalam Pasal 830 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1130 KUHPerdata.
Bagi orang Islam berlaku hukum kewarisan Islam yang telah ditetapkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Sedangkan dalam hukum positif, ketentuan kewarisan Islam sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 171 sampai dengan ketentuan Pasal 214 Kompilasi Hukum Islam Indonesia (KHI).
Berdasarkan kasus posisi di atas, kami berpendapat bahwa pembagian warisan menurut hukum perdata (KUHPerdata) tidak diatur mengenai pewarisan beda agama atau larangan bagi ahli waris yang mewarisi harta peninggalan si pewaris apabila di antara pewaris dan ahli waris berbeda agama.
Bahwa berdasarkan hukum waris perdata apabila timbul sengketa waris dapat diselesaikan di lingkungan Pengadilan Negeri. Hal tersebut berbeda dengan pengaturan pewarisan dalam hukum Islam. Jika dilihat dari hadist maka ada larangan untuk saling mewarisi jika pewaris dan ahli waris berbeda agama. Hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim yang berbunyi: tidaklah berhak seorang Muslim mewarisi harta orang kafir, dan tidak berhak pula orang kafir mewarisi harta seorang Muslim.
Bahwa berdasarkan Kompilasi Hukum Islam, hingga saat ini juga tidak terdapat pasal yang secara spesifik melarang pewarisan bagi pewaris dan ahli waris yang memiliki perbedaan agama. Berdasarkan Pasal 173 KHI hanya menyebutkan dua hal yang menjadi penyebab seseorang tidak dapat mewarisi harta peninggalan milik pewaris, yaitu seseorang yang telah terbukti dipersalahkan membunuh dan memfitnah pewaris. Meskipun dalam Kompilasi Hukum Islam tidak diatur secara rinci mengenai larangan beda agama dalam hal pewarisan, tetapi jika dilihat dalam pembahasan di atas antara pewaris dan ahli waris harus bergama yang sama yaitu Islam.
Namun, Mahkamah Agung telah mengeluarkan suatu yurisprudensi untuk mengatur mengenai ahli waris non muslim yaitu dalam Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 51/K/AG/1999 dan Nomor 16/K/AG/2010, yang menegaskan bahwa ahli waris beda agama tetap memperoleh harta waris dengan melalui wasiat wajibah dengan perolehan hak waris ahli waris beda agama bagiannya tidak lebih dari ? harta warisan. Sehingga dalam hukum Islam, ahli waris non muslim yang berbeda agama dengan pewaris yang beragama Islam tetap mendapatkan haknya sebagai ahli waris melalui wasiat wajibah.
Bahwa hukum waris yang berlaku jika pewaris dan ahli waris beda agama agama merujuk pada Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 172 K/Sip/1974, apabila terjadi sengketa waris, maka hukum waris yang digunakan adalah hukum pewaris.
demikian semoga bermanfaat.