Bahwa yang menjadi permasalahannya adalah yang bersangkutan membeli kendaraan secara kredit dalam jangka waktu 5 tahun sejak November 2021. Perusahaan tempat saya membeli tersebut berbasis syariah di mana pembayaran cicilan langsung ke perusahaan tersebut. Nama dalam STNK masih merupakan nama perusahaan tersebut hingga lunas, lalu barulah balik nama. Ada surat perjanjian balik nama di kontrak jual beli. Namun pertengahan tahun ini perusahaan tersebut digugat pailit oleh para investornya. Apabila perusahaan tersebut pailit, bagaimanakah nasib unit kendaraan yang sedang dicicil?
Bahwa terhadap permasalahan tersebut, Jaksa Pengacara Negara memberikan penjelasan kepada yang bersangkutan yaitu sebagai berikut : Bahwa dapat diasumsikan skema pembiayaan yang dimaksud adalah melalui akad murabahah. Secara teknis, dalam skema murabahah, perusahaan pembiayaan dapat membeli suatu objek yang diperlukan pembeli, namun tidak menutup kemungkinan pembeli yang membeli objek tersebut sendiri atas nama perusahaan pembiayaan. Akad murabahah merupakan akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati. Dari fakta yang diinformasikan bahwa Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) masih atas nama perusahaan pembiayaan, sehingga dapat dipastikan begitu pula dengan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) sebagai dokumen yang memberikan legitimasi kepemilikan kendaraan bermotor. Dengan demikian, secara normatif berdaasarkan KUHPerdata jika perusahaan pembiayaan tersebut dinyatakan pailit maka objek murabahah tersebut dapat terkena sita umum akibat dari pernyataan putusan pailit, mengingat kendaraan tersebut merupakan bagian dari kekayaan perusahaan pembiayaan. Namun, dalam UU RI Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, terdapat perlindungan bagi pihak ketiga (yang bersangkutan) sedang terlibat dalam suatu perjanjian dengan debitor (perusahaan pembiayaan), yakni bisa meminta kurator untuk memberikan kepastian kelanjutan pelaksanaan perjanjian dengan perusahaan pembiayaan, dalam hal ini yaitu akad murabahah dengan objek kendaraan bermotor (Pasal 36 Ayat 1). Jika kurator tidak bersedia, maka Anda dapat menuntut ganti rugi dan berkedudukan sebagai kreditor konkuren (Pasal 36 Ayat 3). Selain itu, juga dapat mengajukan gugatan lain-lain yang mengakomodir perlawanan terhadap penyitaan oleh pihak ketiga dalam UU Nomor 37 Tahun 2004 (Pasal 3 Ayat 1). Konstruksi hukum dalam gugatan lain-lain tersebut adalah bahwa pada prinsipnya segala tindakan yang dilakukan kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit adalah menguntungkan harta pailit. Dalam hal ini, yang bersangkutan bisa berargumentasi bahwa jika kendaraan objek murabahah dijadikan harta pailit, maka akan mengurangi nilai dari harta pailit itu sendiri. Berbeda halnya jika kurator berpegang pada jaminan umum yang tercantum dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan tetap melanjutkan akad murabahah dan mengedepankan nilai tagihan perusahaan pembiayaan yang pailit kepada Anda, yang mana dalam hal ini nilai harta pailit akan dapat bertambah.
Demikian yang dapat JPN sampaikan, terima kasih.