Dijawab tanggal 2023-03-06 14:45:21+07
terimakasih sudah menghubungi Halo JPN Kejaksaan Negeri Purwakarta. kami selaku Jaksa Pengacara Negara hanya memberikan solusi dalam hal pandangan hukum bagi pemohon. terkait dengan pertanyaan dari pemohon mengenai apakah dalam hal pembagian harta warisan dari bapak pemohon (kandung), anak tiri berhak mendapatkan warisan atau tidak?
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang hukum waris yaitu:
- Hukum Waris yang berlaku di Indonesia ada tiga yakni: hukum Waris Adat, hukum Waris Islam dan hukum Waris Perdata. Setiap daerah memiliki hukum yang berbeda-beda sesuai dengan sistem kekerabatan yang dianut.
- Hukum waris dalam ilmu hukum merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Pengaturan mengenai hukum waris tersebut dapat dijumpai dalam pasal 830 sampai dengan pasal 1130 KUH Perdata,bagi orang Islam berlaku hukum kewarisan Islam yang telah ditetapkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Sedangkan dalam hukum positif, ketentuan kewarisan Islam sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal171 sampai ketentuan Pasal 214 Kompilasi Hukum Indonesia (KHI).
- Hukum waris Perdata sebagaimana Pasal 830 KUH Perdata mengatur bahwa pewarisan hanya terjadi karena kematian. Itu berarti bahwa pewarisan baru ada apabila pewaris telah meninggal dunia. Pewarisan merupakan beralihnya harta peninggalan milik pewaris ke ahli waris karena meninggalnya pewaris. Yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan si suami atau istri yang hidup terlama, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 832 KUH Perdata.
- Pernikahan siri merupakan pernikahan yang tidak dilakukan dihadapan PPN sehingga tidak tercatat di KUA, sementara Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan KHI mengharuskan adanya pencatatan perkawinan, maka nikah siri tentunya menimbulkan pengaruh hukum serta tanggung jawab bagi orang tua yang melakukan praktek nikah siri terhadap anak yang dilahirkan, baik di masa sekarang apalagi di masa yang akan datang, tentunya juga berdampak tehadap status dan hak warisan bagi anak yang dilahirkan dari hubungan nikah siri. Dalam pandangan fiqh, status hukum anak hasil perkawinan siri adalah sah sebagai anak dari hasil perkawinan, selama aqad nikah yang dilakukan sah menurut tuntunan syariat dan dilahirkan sekurang-kurangnya enam bulan semenjak perkawinan saat anak tersebut dipandang sah menurut agama, maka anak berhak mendapatkan hak-haknya sebagai anak. Sedangkan menurut hukum positif, anak yang dilahirkan dari perkawinan siri dianggap sebagai anak luar nikah dan nasab anak hanya dihubungkan kepada nasab ibunya. Dengan demikian anak dapat kehilangan hak atas perwakilan dan perwalian bapaknya mengenai segala perbuatan hukum. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka Bagaimanakah status hukum dan bagaimanakah ketentuan hukum warisan terhadap anak dari hasil hubungan nikah siri, menurut fiqh mawaris dan hukum positif :
Menurut fiqh mawaris, anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sah namun tidak tercatat berhak mendapatkan warisan sesuai furudhul Muqaddarah dari sepeninggalan kedua orang tuanya. Sedangkan menurut hukum positif, status hak waris anak dari hasil nikah siri hanya menerima warisan dari nasab ibunya saja. Namun semenjak adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 tentang hak dan kewajiban ayah biologis terhadap anaknya. Maka dalam hal ini, anak yang lahir di luar pernikahan tetap memiliki hubungan perdata dengan ayah biologisnya maka secara otomatis anak berhak pula mendapatkan warisan dari ayah biologisnya.
demikian Jaksa Pengacara Negara memberikan solusi terhadap pemohon
Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
KN. PURWAKARTA
Alamat : Mall Pelayanan Publik Bale Madukara Kabupaten Purwakarta
Kontak : 87852898355