Apakah hak waris seorang dapat hilang ? bagaimana hukumnya jika salah satu ahli waris berbeda agama dalam hal ini pewaris menggunakan hukum waris islam ?
Terima kasih telah memilih HaloJPN sebagai Konsultasi Hukum Saudara.
Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 huruf b dan c dijelaskan bahwa Pewaris adalah orang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan Putusan Pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan. Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.
Seorang ahli waris dapat kehilangan hak untuk mewaris disebabkan karena :
Seseorang yang membunuh orang lain yang merupakan pewarisnya, maka ia tidak dapat mewarisi harta orang yang terbunuh tersebut. Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 173 disebutkan bahwa Seseorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan Putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dihukum karena :
a. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pewaris.
b. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 (lima) tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.
2. Berlainan Agama
Dalam hukum kewarisan Islam, berlainan agama dimaksudkan bahwa seseorang yang beragama Islam tidak dapat mewarisi kepada non-muslim. Meskipun dalam Pasal 173 Kompilasi Hukum Islam tidak menyatakan berlainan agama sebagai penghalang kewarisan, namun pada Pasal 171 huruf b dan c menyatakan bahwa pewaris dan ahli waris harus dalam keadaan beragama Islam. Hal ini menunjukkan bahwa apabila salah satunya tidak beragama Islam maka diantara keduanya tidak dapat saling mewarisi.
3. Perbudakan
Seorang budak adalah milik tuannya secara mutlak, karena itu ia tidak berhak untuk memiliki harta, sehingga ia tidak bisa menjadi orang yang mewariskan dan tidak akan mewarisi dari siapa pun.
Lalu bagaimana hukumnya jika salah satu ahli waris berbeda agama dengan pewaris yang beragama Islam?
Masalah kewarisan beda agama pada tahap selanjutnya diselesaikan melalui wasiat wajibah yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam. Wasiat wajibah adalah penyimpangan terhadap asas hukum dalam hukum kewarisan Islam. Berdasarkan alasan ini maka hakim menggunakan penyimpangan asas hukum kewarisan Islam dalam memutuskan perkara terkait adanya ahli waris beda agama dengan pewaris. Penyimpangan yang digunakan diwujudkan melalui putusan pemberian wasiat wajibah bagi ahli waris beda agama tersebut.
Mayoritas argumentasi hukum yang digunakan oleh hakim Mahkamah Agung adalah bahwa sistem kewarisan Islam menganut sistem kekerabatan yang lebih utama apabila dibandingkan dengan perbedaan agama sebagai penghalang mewarisi. Putusan Mahkamah Agung Nomor 368 K/AG/1995 yang memberikan wasiat wajibah bagi ahli waris dalam hal ini berkedudukan sebagai anak dari pewaris yang berbeda agama, sehingga dalam putusan Mahkamah Agung mendapat harta warisan melalui wasiat wajibah.
Pemberian wasiat wajibah kepada ahli waris non muslim dalam konteksnya adalah untuk menjaga keutuhan keluarga dan mengakomodir adanya realitas sosial di masyarakat, yaitu untuk memenuhi rasa keadilan. Pertimbangan hakim untuk memberikan wasiat wajibah kepada ahli waris beda agama tersebut merupakan jalan alternatif yang bersifat komprimistis atau dalam hukum Islam dikenal dengan istilah ijbari. Maksud dari ijbari yaitu peralihan harta tersebut terjadi dengan sendirinya menurut ketentuan Allah tanpa tergantung kepada kehendak pewaris atau permintaan ahli warisnya, sehingga tidak ada kekuasaan manusia yang mengubahnya.
Putusan tersebut telah menjadi yurisprudensi yang digunakan hakim dalam menyelesaikan perkara yang serupa. Dalam hal ini putusan tersebut tidak menyalahi hadis Nabi yang menyatakan bahwa tidak ada kewarisan antara orang Islam kepada kafir dan begitu pula sebaliknya. Keadaan ini disimpulkan dari penetapan anak yang berbeda agama tersebut tidak dalam posisi ahli waris melainkan dalam posisi penerima wasiat wajibah.
Pembaharuan hukum yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dalam hal pemberian wasiat wajibah kepada ahli waris beda agama sifatnya terbatas, yaitu dengan tetap memberikan posisi ahli waris non muslim sebagai orang yang terhalang untuk mewarisi pewaris muslim sebagaimana yang telah menjadi kesepakatan para ulama.
Semoga jawaban kami dapat menjawab permasalahan yang Saudara alami. Demikian penjelasan kami dari tim JPN, mohon maaf atas segala kekurangannya.
Terima kasih