Ada sebuah keluarga bersaudara ber-3 dari yang pertama mempunya anak 3 yaitu: Perempuan(2) Laki-laki (1), Yang kedua mempunya anak 3: Perempuan (1), Laki-laki(2) dan Yang ketiga tidak mempunyai anak. Kemudian yang ketiga ini mengangkat anak dari saudara yang ke-2, yaitu anak laki-laki yang paling terakhir beberapa bulan kedepan mereka ini mengangkat anak lagi dari sepupu istrinya. bagaimana penyelesaian Permasalahan ini di dalam hukum waris:
Jawaban:
Kami mengucapkan terimakasih atas pertanyaan yang saudara sampaikan melalui Halo JPN.
Sebelum kami menjawab pertanyaan saudara kami akan memberikan pengertian mengenai Hukum Waris dan Anak Angkat :
Hukum Waris:
Hukum Waris yaitu hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan atas harta peninggalan pewaris kemudian menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan menentukan beberapa bagian masing-masing;
Hukum yang berlaku mengenai pewarisan di indonesia ada tiga yakni : Hukum waris adat, hukum waris islam dan hukum waris Perdata. Setiap daerah memiliki hukum yang berbeda-beda sesuai dengan sistem kekerabatan yang dianut.
Hukum waris yang berlaku di indonesia ada 2 yaitu:
Untuk pertanyaan saudara apakah sebuah keluarga yang saudara pertanyankan, dalam hal ini tunduk terhadap hukum waris mana ? apakah hukum waris adat, hukum waris islam dan hukum waris Perdata.
Anak Angkat:
Sebelumnya perlu kami jelaskan dulu pengertian anak angkat dalam Pasal 1 angka 9 UU Perlindungan Anak yang menyatakan: Anak angkat adalah Anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan Keluarga Orang Tua, Wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan Anak tersebut ke dalam lingkungan Keluarga Orang Tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.
Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) mendefinisikan anak angkat dalam pasal 171huruf (h) sebagai: Anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orangtua asal kepada orangtua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan .
Anak Angkat berhak mengetahui asal usulnya dan orang tua kandungnya, karena ini merupakan kewajiban yang ditentukan Pasal 40 ayat (1) UU Perlindungan Anak, tentunya dengan mempertimbangkan kesiapan anak angkat untuk mendapatkan informasi/fakta yang sebenarnya
Ketentuan lebih lanjut diatur dalam Pasal 4 PP 54/2007 dengan tegas menyatakan: Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya
Pengangkatan anak, adopsi, selayaknya dilakukan dengan sebuah putusan Pengadilan. Dengan menggunakan putusan Pengadilan maka dapat dijadikan sebagai bukti autentik tentang adanya pengangkatan anak. Bila di kemudian hari ada sengketa tentang pengangkatan anak tersebut maka putusan Pengadilan dapat dijadikan sebagai alat bukti.
Dan kami pertanyakan lagi apakah anak angkat tersebut diangkat sudah berdasarkan Putusan Pengadilan Pengangkatan Anak?
Setelah menjelaskan mengenai Hukum Waris dan anak angkat kami akan menjawab pertanyaan saudara yaitu:
Sedangkan hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.
Walaupun tidak mendapat warisan dari orangtua angkatnya akan tetapi anak angkat mendapat wasiat wajibat untuk mendapatkan harta warisan orangtua angkatnya. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh KHI dalam pasal 209 ayat (a): Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak- banyaknya 1/3 dari harta warisan orangtua angkatnya.
Dalam hukum kewarisan, sesuai dengan ketentuan pasal 209 KHI kalau orang tua angkat meninggal dunia, maka anak angkat akan mendapat wasiat wajibat. Demikian juga kalau anak angkat meninggal dunia maka orang tua angkatnya akan mendapat wasiyat wajibat. Makna 'wasiat wajibah' adalah seseorang dianggap menurut hukum telah menerima wasiat meskipun tidak ada wasiat secara nyata.
Anggapan hukum itu lahir dari asas apabila dalam suatu hal hukum telah menetapkan harus berwasiat, maka ada atau tidak ada wasiat dibuat, wasiat itu dianggap ada dengan sendirinya. Menurut pasal 830 BW (KUHP) yaitu, pewarisan hanya berlangsung karena kematian, dengan demikian warisan itu baru terbuka kalau si peninggal waris sudah meninggal dunia.
Cara memperoleh warisan menurut hukum Perdata ada dua macam, yaitu :
1) Sebagai ahli waris menurut undang-undang atau abintestato
2) Karena ditunjuk dalam surat wasiat (testament).
Berdasarkan Pasal 875 KUH Perdata, seseorang berhak membuat wasiat atau testamen berisi pernyataan tentang apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal dunia, termasuk kehendaknya mengenai harta. Dengan pijakan ini, orang tua angkat bisa membuat wasiat yang memberikan bagian kepada anak angkat, tetapi pernyataan itu harus memperhatikanlegitime portieahli waris.
Pengangkatan anak ditinjau menurut hukum perdata dalam Staatsblad 1917 No. 129 mengakibatkan perpindahannya keluarga dari orang tua kandungnya kepada orang tua yang mengangkatnya dengan status anak tersebut seolah-olah dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat. Jadi status anak angkat itu sama dengan anak sah dan di dalam hukum waris ia disebut juga sebagai ahli waris terhadap kedua orang tua angkatnya tersebut dengan pembatasan anak angkat tersebut hanya menjadi ahli waris dari bagian yang tidak diwasiatkan.
Anak angkat memiliki hak waris sebagimana hak waris yang dimilki oleh anak kandung, sebagaimana dalam Staats Blad 1917 No. 38 pasal 12 dinyatakan bahwa anak angkat disamakan dengan anak kandung yang lahir dari pasangan suami istri yang mengangkatnya. Lazimnya, pengangkatan anak yang semacam itu merupakan suatu perbuatan yang menyamakan kedudukan anak angkat dengan anak kandung, baik itu dalam hal pemeliharaan dan sampai pada hal kewarisan.
Cara mewarisi ahli waris di dalam sistem KUH Perdata terbagi menjadi 2 macam, yaitu:
1. Ahli waris menurut Undang-Undang (Ab Intestato) Ahli waris yang berdasarkan undang- undang ini berdasarkan kedudukannya dibagi menjadi dua bagian yakni, ahli waris berdasarkan kedudukan sendiri (Uit Eigen Hoofde) dan ahli waris berdasarkan penggantian (Bij Plaatvervuling).
2. Ahli waris berdasarkan wasiat (Testament) Yang menjadi ahli waris di sini adalah orang yang ditunjuk atau diangkat oleh pewaris dengan surat wasiat sebagai ahli warisnya.
Wasiat dalam KUHPerdata adalah pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal dunia.
Demikian kami dapat sampaikan lebih kurangnya, jika dipandang perlu dipersilahkan untuk datang ke Kantor Pengacara Negara Kejaksaan Tinggi Bali, Jalan Tantular No. 5 Renon Denpasar, guna mendapatkan penjelasan lebih lanjut, terimakasih