Supported by PT. Telkom Indonesia
Jumat, 22 Nov 2024
Quality | Integrity | No Fees
2023-03-02 15:00:31
Hukum Waris
AHLI WARIS

Perkenalkan nama Sintia, saya boleh berkonsultasi tentang pewarisan, saya dari Bali dan kebetulan saya dua bersaudara dimana saudara laki-laki saya sudah menikah dan pindah agama mengikuti sang istri maka secara otomatis di dalam adat daerah saya, saya menjadi penerus dari keluarga saya. Bisakah saya menjadi ahli waris yang sah menurut hukum di Indonesia, dimana yang kita tahu bahwasanya daerah di Indonesia menganut sistem Patrilineal, Terimakasih.

Dijawab tanggal 2023-03-06 14:35:28+07

Terima kasih atas kepercayaan Saudara kepada halo JPN.  Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut:

Untuk menjawab pertanyaan Saudara terkait Pewarisan. Pada dasarnya kita mengetahui dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 yang menyatakan, “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”. Di Indonesia sistem hukum kewarisan saat ini berdasarkan pada KUHPerdata, hukum waris berdasarkan adat dan hukum waris Islam. Hukum waris berdasarkan adat sangatlah beragam dari sifat kedaerahannya, oleh sebab itu di Indonesia terdapat beraneka sistem hukum kewarisan yang berlaku bagi warga Negara Indonesia. Perlu diketahui bahwa sistem kekerabatan di Indonesia diklasifikasikan atas tiga golongan, yakni patrilineal, matrilineal, dan parental atau bilateral. Klasifikasi kekerabatan ini mempengaruhi pembagian harta warisan dalam hukum waris adat. Patrilineal merupakan sistem kekerabatan yang menarik garis dari pihak Bapak. Hal ini membuat kedudukan pria lebih menonjol dibandingkan wanita dalam hal pembagian warisan. Contoh daerah yang menganut sistem kekerabatan ini dalam hal hukum waris adat adalah Lampung, Nias, NTT, dan lainnya. Matrilineal merupakan sistem kekerabatan yang ditarik dari garis pihak Ibu. Hal ini membuat kedudukan wanita lebih menonjol daripada kedudukan dari garis Bapak. Contoh daerah yang menganut sistem kekerabatan ini dalam hal hukum waris adat adalah Minangkabau, Enggano, dan Timor. Parental atau bilateral merupakan sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari kedua belah pihak, Bapak dan Ibu. Dalam sistem kekerabatan ini kedudukan anak laki-laki dan anak perempuan dalam hal mewaris adalah sama. Contoh daerah yang menganut sistem ini adalah Sumatera Timur, Sumatera Selatan, Riau, dan Kalimantan.

Mungkin maksud saudara mengenai ahli waris yang sah di Indonesia itu menurut hukum adat di Bali (karena dari KTP Anda berasal dari Bali dan beragama Hindu). Menurut Buku dari I Gusti Ketut Sutha, 1987 tentang “Bunga Rampai Beberapa Aspek Hukum Adat” masyarakat  Adat  Bali menganut  sistem  kekerabatan Patrilineal  dan  sistem kewarisan  mayorat. Sistem  kekerabatan  Patrilineal diambil  dari  garis keturunan bapak/laki-laki yang menyebabkan adanya kejomplangan antara hak seorang laki-laki dengan perempuan dalam sistem waris di Bali. Laki-laki memiliki kedudukan yang tinggi dan sangat penting didalam masyarakat Bali. Walaupun dalam hal ini anak perempuan  merupakan anak  kandung  dan diperoleh  dari  pernikahan yang sah, tetap saja anak perempuan tersebut tidak mendapatkan harta warisan. Sistem kewarisan  tersebut tidak  terlepas  dari aliran  kitab  Manawa Dharmasastra  yang merupakan  salah  satu kitab  hukum  bagi  umat  Agama  Hindu, karena  mayoritas orang  Bali menganut  agama  Hindu.  Pada intinya,ahli waris  atau  harta waris peninggalan akan diturunkan dan diteruskan untuk anak laki-laki.

Pada kasus di atas yang dimana anak laki-laki dari dua bersaduara (saudara yang satunya perempuan) yang sebenarnya seharusnya menjadi ahli waris itu adalah saudara laki-laki Anda, namun menikah dan selanjutnya pindah agama karena mengikuti agamanya si perempuan. Dalam hukum adat waris bali, wanita dapat menjadi pewaris apabila telah mengubah status perkawinanya menjadi purusa sesuai pada perkawinan nyeburin atau nyentana. Perkawinan Nyeburin merupakan  bentuk perkawinan  menurut adat dan agama Hindu di Bali dimana si perempuan  berstatus   sebagai purusa dan  si laki-laki  selaku pradana.   

Lain halnya dengan perempuan sebagai istri, mempunyai kedudukan hukum dalam lingkungan keluarga suaminya. Kedudukan wanita Bali setelah dikeluarkannya Keputusan Pesamuhan Agung III MUDP (Majelis Utama Desa Pekraman Bali) Bali merupakan sebuah jalan yang baik untuk memperkuat hukum adat waris Bali yang sudah lama berlaku di masyarakat Bali yang mana mendiskriminasikan wanita akan tidak berhaknya mewaris. Dengan adanya keputusan Pesamuhan III MUDP Bali (Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP-BALI/X/2010) ini kedudukan wanita dapat mewaris dalam keluarganya atau dengan kata lain dapat menjadi ahli waris. Dalam keputusan Pesamuhan Agung III/2010 menyatakan  “kedudukan suami istri dan anak terhadap harta pusaka dan harta gunakaya, termasuk hak waris anak perempuan baik itu anak kandung maupun anak angkat. Secara singkat keputusannya ialah sebagai berikut : “sesudah 2010 wanita di bali berhak atas warisan berdasarkan keputusan Pesamunan Agung III MUDP Bali No. 01/Kep/PSM-3MDP Bali/X/2010, 15 Oktober 2010. “

Dalam surat keputusan ini wanita bali menerima setengah dari hak waris purusa setelah dipotong 1/3 untuk harta pusaka dan kepentingan pelestarian. Hanya jika kaum wanita bali yang pindah ke agama lain, mereka tak berhak atas hak waris, jika orangtuanya iklas, tetap terbuka dengan memberikan jiwa dana atau bekal sukarela”.

Jadi, masyarakat  hukum  Adat  Bali mengenal  istilah kepurusayang  artinya anak laki-laki bersifat ajeg, sedangkan anak perempuan berubah dikarenakan mengikuti pihak  suami. Atas  dasar  tersebut, anak  perempuan tidak  diperhitungkan  sebagai ahli  waris. Selain  itu,  pewarisan tidak  hanya  berkaitan dengan  pembagian  harta waris,  namun pewarisan  sesungguhnya  merupakan penerusan  kewajiban  dari pemberi  waris. Anak  laki-laki menjadi ahli  waris asli  (sentana) karena  dianggap sebagai  pihak  yang  meneruskan  segala bentuk  kewajiban sepertikewajiban kepada  orang tua  hingga  kepada masyarakat  adat  dan agama.  Dengan  adanya ketentuan  ini, tidak  berarti  seorang anak  perempuan  tidak memiliki  kewajiban, anak perempuan tetap memiliki kewajiban, namun tidak seberat yang ditanggung oleh anak laki-laki, karenanya mereka juga berhak atas harta orang tuanya, tetapi hanya  untuk dinikmati,  jika  ingin diberikan  tidak  dilarang, hanya  saja  namanya bukan warisan, melainkan bekal atau bebaktanatau tetatadan.

Ketentuan ini dapat disimpangi sehingga anak perempuan dalam pewarisan Adat   Bali  dapat   menjadi   pewaris  dengan   catatan   anak  perempuan   tersebut memperoleh  status hukum  laki-laki  (sentana  rajeg).  Status sentana  rajeg dapat diperoleh anak perempuan apabila dalam suatu keluarga tidak terdapat anak laki-laki   atau  merupakan  anak   tunggal,   sehingga  kedua   orang   tuanya  dapat mengangkat  anak   perempuan   mereka  sebagai sentana  rajegyang  memiliki kedudukan  yang   sama   dengan  anak   laki-laki.   Dalam  perkawinannya,   anak perempuan sentana  rajegini  akan melakukan  kawin nyeburin, yaitu pihak perempuan  dengan status sentana rajegakan melakukan  lamaran  kepada pihak laki-laki,  sehingga pihak  laki-laki  akan keluar  dari  silsilah keluarganya  dan bergabung  dengan keluarga  pihak  perempuan. Sehingga  kedudukan  pihak laki-laki pada  keluarga  istrinya  ialah sebagai meawak  luh (pihak  perempuan) dan istrinya berstatus sebagai meawak  muani (pihak  laki-laki),  kemudian keturunan yang lahir dalam perkawinan ini merupakan keturunan dari pihak ibu. Kesimpulannya, wanita Bali dapat menjadi pewaris asalkan tidak menikah keluar adat dan agamanya, dan mengubah status perkawinanya menjadi purusa. 

Demikian Kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Buleleng secara gratis.

Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
KN. BULELENG
Alamat : Jalan Dewi Sartika No. 23, Kaliuntu, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng
Kontak : 85173055264

Cari

Terbaru

Hutang Piutang
pembatalan lelang

halo selamat siang kejaksaan sengeti

Pernikahan dan Perceraian
NAFKAH ANAK

Halo Bapak/Ibu. Perkenalkan nama saya

Pertanahan
Jual Beli Tanah dan Bangunan

Halo Bapak/Ibu, perkenalkan saya Iwan

Pernikahan dan Perceraian
perceraian

Min ijin bertanya, mengenai nafkah ba

Hubungi kami

Email us to [email protected]

Alamat

Jl. Sultan Hasanuddin No.1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan - Indonesia
© 2024 Kejaksaan Republik Indonesia.