Bagaimana hukumnya jika melakukan pernikahan secara terpaksa? Apakah dapat dipidana?
Terima kasih atas kepercayaan Saudara kepada halo JPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut:
Langkah hukum yang dapat diambil ketika menikah karena terpaksa dan jika disertai ancaman adalah pembatalan perkawinan, bukan perceraian.
Untuk diketahui, perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 6 ayat (1) UU UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam penjelasan ayat tersebut, dikatakan bahwa perkawinan harus disetujui oleh kedua belah pihak yang melangsungkan perkawinan tanpa ada paksaan dari pihak manapun karena perkawinan mempunyai maksud agar suami dan istri dapat membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, dan sesuai pula dengan hak asasi manusia.
Artinya, pada dasarnya seseorang tidak boleh terpaksa menikah dengan ancaman atau dengan hal apapun. Perkawinan harus didasarkan pada keinginan dan persetujuan dari masing-masing pihak. Menikah karena terpaksa yang dilangsungkan di bawah ancaman adalah melanggar hukum, maka berdasarkan Pasal 27 ayat (1) UU Perkawinan, suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan.
Selanjutnya, bagi yang beragama Islam, pembatalan perkawinan yang dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum dapat dimohonkan juga oleh suami atau istri berdasarkan Pasal 72 ayat (1) Lampiran KHI.
Jika menikah karena terpaksa disertai ancaman kekerasan yang ditujukan kepada calon pengantin atau keluarga pengantin, maka perbuatan mengancam tersebut dapat dijerat sanksi pidana dalam Pasal 335 ayat (1) angka 1 KUHP jo. Putusan MK No. 1/PUU-XI/2013 yang berbunyi: Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.
Catatan lain yang perlu diketahui adalah ancaman pidana berupa denda pada Pasal 355 ayat (1) KUHP tersebut harus disesuaikan dengan Pasal 3 Perma 2/2012 yang dilipatgandakan 1.000 (seribu) kali menjadi denda paling banyak Rp4,5 juta.
Kemudian, terkait Pasal 335 KUHP, R. Soesilo, dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan bahwa yang harus dibuktikan dalam pasal ini adalah: Bahwa ada orang yang dengan melawan hak dipaksa untuk melakukan sesuatu, tidak melakukan sesuatu, atau membiarkan sesuatu; Paksaan itu dilakukan dengan memakai kekerasan, suatu perbuatan lain, ataupun ancaman kekerasan, ancaman perbuatan lain, baik terhadap orang itu, maupun terhadap orang lain.
Lebih lanjut, R. Soesilo menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan memaksa adalah menyuruh orang melakukan sesuatu demikian rupa, sehingga orang itu melakukan sesuatu berlawanan dengan kehendak sendiri.
Maka, apabila seseorang dipaksa menikah dengan wanita tersebut disertai ancaman kekerasan terhadap Anda dan/atau keluarga Anda patut diduga termasuk perbuatan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 335 ayat (1) KUHP.
Berkaitan dengan permohonan pembatalan perkawinan terdapat batasan waktu untuk mengajukan permohonan pembatalan karena ancaman yang melanggar hukum. Yaitu, jika ancaman telah berhenti dan dalam jangka waktu 6 bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami istri, dan tidak mempergunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur (Pasal 27 ayat (3) UU Perkawinan jo. Pasal 72 ayat (3) Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI))
Adapun pihak-pihak yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan, berdasarkan Pasal 23 UU Perkawinan, yaitu: para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri; suami atau istri; pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan;
pejabat yang ditunjuk dalam Pasal 16 ayat (2) UU Perkawinan dan setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus.
Jadi, langkah hukum yang dapat diambil ketika menikah karena terpaksa disertai ancaman adalah pembatalan perkawinan, bukan perceraian. Permohonan pembatalan perkawinan ini diajukan kepada Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama dalam daerah hukum di mana perkawinan dilangsungkan atau di tempat tinggal suami istri atau tempat tinggal suami atau istri (Pasal 25 UU Perkawinan jo. Pasal 74 ayat (1) KHI)
Syarat Pembatalan Perkawinan
Dikutip dari informasi mengenai Pembatalan Nikah dari laman Pengadilan Agama Depok, syarat-syarat pembatalan perkawinan yang semua fotokopi persyaratannya harus dileges (nazegelen) di kantor pos kecuali KTP adalah: fotokopi KTP pemohon; fotokopi akta nikah yang mau diajukan pembatalan nikah; surat permohonan pembatalan nikah (di Posbakum).
Kemudian suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila: seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama; perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi istri pria lain yang mafqud; perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah dari suami lain; perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan; perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak; perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.
Jika setelah melalui prosedur di atas dan berdasarkan hasil persidangan, pembatalan perkawinan tersebut dikabulkan oleh hakim, maka berdasarkan Pasal 28 ayat (1) UU Perkawinan, batalnya suatu perkawinan tersebut dimulai setelah keputusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan.
Penting untuk dicatat, berdasarkan Pasal 28 ayat (2) UU Perkawinan mengatur bahwa pembatalan tersebut tidak berlaku surut terhadap; anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut; suami atau istri yang bertindak dengan iktikad baik, kecuali terhadap harta bersama, bila pembatalan perkawinan didasarkan atas adanya perkawinan lain yang lebih dahulu; orang-orang ketiga lainnya yang tidak termasuk dalam a dan b sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan iktikad baik sebelum keputusan tentang pembatalan mempunyai kekuatan hukum tetap.
Demikian Kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Landak secara gratis.