Saya adalah seorang wanita berusia 26 tahun. Belum lama ini saya akan melangsungkan pernikahan yang seharusnya diselenggarakan pada bulan Mei yang lalu, namun kenyataannya calon suami saya membatalkan pernikahan kami berdua dengan alasan yang dibuat-buat. Padahal keluarga saya telah menyiapkan semua berkaitan dengan resepsi termasuk konsumsi dan lain-lain. Selain itu saya juga sudah menyebar sebagian undangan pernikahan saya kepada teman dan saudara.
Pertanyaan saya apakah saya bisa menuntut ganti rugi kepada calon suami saya tersebut? karena keluarga saya sudah kehilangan uang yang tidak sedikit dan rasa malu yang luar biasa, apalagi jika saya bertemu teman-teman saya.
Halo M*** S***
Terimakasih telah menggunakan Halo JPN sebagai media komunikasi terkait permasalahan hukum anda. Kami dari Tim JPN Kejaksaan Negeri Gunungkidul akan memberikan jawaban terkait pertanyaan yang sdri. tanyakan.
Bahwa janji kawin dalam hukum perdata diatur dalam Pasal 58 KUHPerdata yang berbunyi :
Janji kawin tidak menimbulkan hak untuk menuntut di muka Hakim berlangsungnya perkawinan, juga tidak menimbulkan hak untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga, akibat tidak dipenuhinya janji itu, semua persetujuan untuk ganti rugi dalam hal ini adalah batal.
Akan tetapi, jika pemberitahuan kawin ini telah diikuti oleh suatu pengumuman,, maka hal itu dapat menjadi dasar untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga berdasarkan kerugian-kerugian yang nyata diderita oleh satu pihak atas barang-barangnya sebagai akibat dan penolakan pihak yang lain; dalam pada itu tak boleh diperhitungkan soal kehilangan keuntungan. Tuntutan ini lewat waktu dengan lampaunya waktu delapan belas bulan, terhitung dari pengumuman perkawinan itu.
Jadi jika janji kawin telah diikuti oleh suatu pengumuman (bertunangan) yang kemudian ternyata tidak terlaksana atau pernikahan tidak berlangsung, maka hal itu dapat menjadi dasar untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga berdasarkan kerugian-kerugian yang nyata diderita oleh satu pihak. Atas dasar tersebut pihak yang merasa dirugikan berhak untuk meminta kembali cincin pertunangan jika pertunangan dibatal secara sepihak.
Merujuk ketentuan Pasal 58 KUHPerdata di atas jelas bahwa hak menuntut ganti rugi pada salah satu pihak yang membatalkan pernikahan (perkawinan) secara sepihak barulah bisa dilakukan ketika pemberitahuan kawin telah disampaikan kepada Pegawai Catatan Sipil dan diikuti dengan pengumuman. Dengan demikian, sepanjang belum ada pemberitahuan kawin kepada Pegawai Catatan Sipil, maka sepanjang itu pula seseorang tidak dapat menuntut penggantian kerugian yang telah dialaminya terhadap calon suami anda yang telah membatalkan pernikahan (kawin) secara sepihak.
Adapun di dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, perjanjian perkawinan diatur dalam Pasal 29 dengan 4 (empat) ayat sebagai berikut :
(1) Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
(2) Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan.
(3) Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.
(4) Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat dirubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.
Namun demikian, perkembangan hukum tetap berkembang seiring perkembangan zaman, terutama yang berkaitan dengan pembatalan pernikahan (perkawinan) secara sepihak yang semula bukan merupakan perbuatan yang berakibat hukum, namun dengan adanya Putusan Mahkamah Agung Nomor : 3191 K/Pdt/1984 yang telah memutuskan : Pembatalan pernikahan (perkawinan) secara sepihak adalah melanggar norma kesusilaan dan kepatutan dalam masyarakat serta merupakan perbuatan melawan hukum. Kemudian Putusan tersebut diikuti atas perkara yang sama oleh Putusan Mahkamah Agung Nomor : 3277 K/Pdt/ 2000, bahkan diikuti atau dirujuk pula oleh hakim dalam memutuskan perkara pembatalan pernikahan (perkawinan) secara sepihak lewat putusan Mahkamah Agung Nomor : 1644 K/Pdt/2020.
Oleh karena adanya dinamika perkembangan hukum tersebut, maka pembatalan pernikahan (perkawinan) secara sepihak dapat juga diartikan sebagai perbuatan yang berakibat hukum, dengan catatan bahwa majelis hakim yang memeriksa perkara mempedomani yurisprudensi tersebut di atas. Maka jika anda merasa sangat dirugikan atas pembatalan tersebut, maka anda dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri setempat tentunya dengan menyiapkan bukti-bukti yang nantinya dapat memperkuat pembuktian.
Demikian jawaban dari kami. Ada lebih dan kurangnya kami mohon maaf semoga bermanfaat. Apabila sdri. masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, sdri. dapat berkonsultasi langsung ke Pos Pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Gunungkidul d/a Jl. MGR. Sugiyopranoto No. 10 Baleharjo, Wonosari, Gunungkidul, D.I. Yogyakarta secara Gratis.