mohon izin bertanya, apakah terdapat perbedaan yang mendasar antara hukum waris islam dan perdata.
Bahwa yang dimaksud dengan hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan atas harta peninggalan pewaris kemudian menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan menentukan berapa bagian masing-masing. Hukum waris yang berlaku di Indonesia ada tiga yaitu hukum waris adat, hukum waris Islam, dan hukum waris perdata di mana setiap daerah memiliki hukum yang berbeda-beda sesuai dengan sistem kekerabatan yang dianut.
Bahwa hukum waris dalam ilmu hukum merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Pengaturan mengenai hukum waris tersebut dapat kita lihat di dalam Pasal 830 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1130 KUHPerdata.
Bahwa bagi orang Islam, berlaku hukum kewarisan Islam yang telah ditetapkan dalam Al-QurÂ’an dan As-Sunnah. Sedangkan dalam hukum positif, ketentuan kewarisan Islam sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 171 sampai dengan ketentuan Pasal 214 Kompilasi Hukum Indonesia (KHI)
Hukum waris perdata sebagaimana Pasal 830 KUHPerdata mengatur bahwa pewarisan hanya terjadi karena kematian. Itu berarti bahwa pewarisan baru ada apabila pewaris telah meninggal dunia. Pewarisan merupakan beralihnya harta peninggalan milik pewaris ke ahli waris karena meninggalnya pewaris. Bahwa yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan si suami atau istri yang hidup terlama, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 832 KUHPerdata. Selanjutnya KUHPerdata membagi ahli waris ke dalam 4 (empat) golongan yaitu:
Golongan I terdiri dari suami atau isteri yang ditinggalkan, anak-anak sah, serta keturunannya. Golongan II terdiri dari ayah, ibu, dan saudara kandung pewaris. Golongan III terdiri dari kakek, nenek, dan keluarga dalam garis lurus ke atas. Golongan IV terdiri dari saudara dalam garis ke samping, misalnya paman, bibi, saudara sepupu hingga derajat keenam, dan saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya sampai derajat keenam. Pembagian warisan menurut hukum perdata tidak membedakan bagian antara laki-laki.
Cara memperoleh waris dalam hukum perdata hanya dapat terjadi akrena kematian. Pemabgian harta waris menurut hukum perdata dapat dilakukan dengan dua cara yaitu berdasarkan ketentuan undang-undang atau ab-intestato yang mana ahli waris telah diatur dalam undang-undang untuk mendapatkan bagian dari warisan karena adanya hubungan kekeluargaan atau hubungan darah dengan orang yang meninggal. Lalu kedua berdasarkan testament atau wasiat yang mana ahli waris ditunjuk atau ditetapkan dalam surat wasiat yang ditinggalkan.
Pembagian waris menurut hukum waris perdata adalah bila orang yang meninggal dunia tidak membuat testamen, maka dalam Undang-undang Hukum Perdata ditetapkan pembagian warisan sebagai berikut:
Sedangkan waris dalam Hukum Islam berdasarkan Pasal 171 Kompliasi Hukum Islam memiliki pengertian bahwa hukum waris Islam sepenuhnya adalah hukum yang dibuat untuk mengatur terkait pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan pewaris, serta menentukan siapa saja yang berhak menerima dan menjadi ahli warisnya, dan juga jumlah bagian tiap ahli waris. Kompilasi Hukum Islam berisi tiga buku yang masing-masingnya dibagi menjadi beberapa bab serta pasal. Untuk bidang hukum waris Islam, terdapat di Buku II KHI berjudul Hukum Kewarisan. Buku KHI bidang hukum waris Islam ini terdiri atas 6 (enam) bab dan 44 (empat puluh empat) pasal. Rincian dari buku II KHI sebagai berikut:
Bahwa penggolongan kelompok ahli waris dalam Hukum Waris Islam menurut Kompilasi Hukum Islam diatur dalam Bab 2 yang terdiri dari Pasal 172 sampai dengan Pasal 175. Dalam bab ini, ahli waris diartikan sebagai orang yang mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dengan pewaris yang meninggal dunia. Tentunya orang tersebut juga beragama Islam serta tidak terhalang hukum untuk ktika akan menjadi ahli waris.
Dalam Hukum Waris Islam, terdapat penggolongan kelompok ahli waris yang langsung diatur oleh Kompilasi Hukum Islam. Penggolongan kelompok ahli waris tersebut diatur pada Pasal 174 sebagai berikut:
a. Penggolongan kelompok menurut hubungan darah yaitu golongan pria, yaitu ayah, anak pria, saudara pria, paman, dan juga kakek. Golongan wanita, yaitu ibu, anak wanita, saudara wanita, dan juga nenek.
b. Penggolongan Kelompok Menurut Hubungan Perwakinan. Kelompok ini terdiri dari janda ataupun duda namun bila para ahliu waris ada, yang paling berhak mendapatkan waris ialah anak, ibu, ayah, dan juga duda atau janda. Untuk urutan ahli waris sebagai berikut:
Bahwa selain itu, ada juga penggolongan kelompok ahli waris dari segi pembagian dalam hukum waris Islam KHI yang dibagi menjadi tiga kategori yaitu:
a. Kelompok ahli waris Dzawil Furudh, yang mendapat pembagian pasti. Terdiri dari anak wanita, ayah, ibu, istri (janda), suami (duda), saudara pria atau saudari wanita seibu, dan saduara wanita kandung (seayah).
b. Kelompok ahli waris yang tidak ditentukan pembagiannya, terdiri dari anak pria dan keturunannya, anak wanita dan keturunannya (bila bersama anak pria), saudara pria bersama saudara wanita (bila pewaris tidak memiliki keturunan dan ayah), kakek dan nenek, dan paman dan bibi (baik dari pihak ayah maupun ibu, dan keturunannya).
c. Kelompok ahli waris pengganti diatur pada Pasal 185 dalam hukum Islam KHI, yang mana berbunyi: Ahli waris mengalami peristiwa kematian lebih dahulu dari pewarisnya, maka kedudukannya bisa digantikan oleh: