Keluarga pemohon meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan, namum pemohon merasa hak waris pemohon tidak dibagi secara adil, telah dilakukan musyawarah namun tidak menemukan kesepakatan antar pihak.
Memang betul bahwa sebaiknya perihal waris dapat diselesaikan secara baik-baik dan kekeluargaan. Tetapi, nyatanya kasus pembagian waris sudah umum terjadi.
Pasal 188 Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengungkapkan bahwa:
Para ahli waris baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan permintaan kepada ahli waris yang lain untuk melakukan pembagian harta warisan. Bila ada diantara ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian warisan.
Berdasarkan penjelasan dari pemohon bahwa pemberi waris dan ahli waris beragama Islam maka gugatan waris dapat diajukan pada Pengadilan Agama setempat.
Berikut beberapa syarat dan prosedur gugatan waris sebagaimana dikutip dari situs resmi Pengadilan Agama Pelaihari, Kalimantan Selatan:
1. Gugatan waris diajukan ke Pengadilan Agama oleh penggugat selaku ahli waris dan dapat pula menggunakan jasa pengacara/advokat;
2. Pengajuan gugatan waris disertai dengan bukti kematian pewaris dari Lurah/Kepala Desa dan silsilah ahli warisnya dan dipersiapkan pula dokumen bukti-bukti kepemilikan objek sengketa seperti sertifikat, akta jual beli, dan bukti kepemilikan lainnya;
3. Dalam surat gugatan harus memuat secara lengkap objek-objek sengketa mengenai ukuran dan batas-batasnya tanah, merek dan tahun pembuatan dan kalau perlu dengan warnanya jika objeknya berupa mobil/motor atau barang-barang elektronik;
4. Pengajuan gugatan waris diajukan ke Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi letak barang tetap (objek sengketa) itu berada. Jika barang-barang sengketa itu menyebar kepada beberapa wilayah Pengadilan Agama, maka penggugat dapat memilih salah satunya Pengadilan Agama dimana objek sengketa waris itu berada;
5. Setelah gugatan didaftarkan di Pengadilan Agama, penggugat/kuasanya tinggal menunggu panggilan sidang yang disampaikan oleh juru sita. Panggilan disampaikan minimal 3 hari kerja sebelum sidang dilaksanakan;
6. Proses sidang dimulai dari upaya perdamaian dan dilanjutkan dengan mediasi jika para pihak hadir di persidangan. Dalam mediasi, para pihak bebas memilih mediator apakah berasal dari hakim atau pihak lain yang sudah memiliki sertifikat mediasi, dan segala biaya pengeluaran mediasi ditanggung oleh penggugat atau kedua belah pihak jika terdapat kesepakatan dengan tergugat. Namun apabila menggunakan hakim mediator tidak dipungut biaya;
7. Setelah proses mediasi dilaksanakan, dan ternyata damai, maka dibuatkan akta perdamaian yang dikuatkan dalam putusan majelis hakim yang bersangkutan. Namun jika tidak terjadi damai, pemeriksaan gugatan dilanjutkan dengan pembacaan gugatan, jawaban tergugat, replik penggugat, duplik tergugat, pembuktian yang dilanjutkan dengan pemeriksaan setempat, kesimpulan, musyawarah majelis dan putusan.
Sehingga dapat disimpukan bahwa Bahwa gugatan hak waris dapat diajukan di Pengadilan Agama, Jika barang-barang sengketa itu menyebar kepada beberapa wilayah Pengadilan Agama, maka penggugat dapat memilih salah satunya Pengadilan Agama dimana objek sengketa waris itu berada;