Supported by PT. Telkom Indonesia
Minggu, 24 Nov 2024
Quality | Integrity | No Fees
2022-10-06 14:21:07
Pernikahan dan Perceraian
SEORANG AYAH TIDAK MAU MENIKAHKAN ANAKNYA

Assalamualaikum Wrb Bapak Jaksa, saya ingin bertanya mengenai kakak saya perempuan umur 23 tahun dgn pasangannya umur 30 tahun, mereka sudah berpacaran sejak tahun 2019, dan kedua orang tua sudah tahu mereka berpacaran. Abang (pasangan kk saya) itu sudah 3x menemui orang tua kami untuk menikahi akak saya, namun selalu tdk diperbolehkan menikah dengan alasan yang berbeda-beda. Ayah sempat mengiyakan akak sama abang/pasangan akak saya untuk menikah, tetapi sejak pembahasan itu, ayah jadi susah dihubungi dan tidak pernah pulang (ayah kami pergi dinas di luar kota).

Jadi bagaimana langkah yang harus kami lakukan jika seorang ayah tidak mau menikahkan anaknya? Kemudian, bagaimana caranya agar pernikahan mereka menjadi pernikahan yang sah secara agama dan hukum negara? Terima kasih Bapak Jaksa.

Dijawab tanggal 2022-10-09 23:23:11+07

Terimakasih atas kepercayaan Saudara kepada halo JPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut:

Berdasarkan pertanyaan saudara, jika memang kakak saudara telah mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih, maka kakak saudara tidak lagi perlu izin orang tua. Kakak saudara dapat tetap melangsungkan pernikahan dengan pasangannya. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1. Bab II Syarat-syarat Perkawinan, dalam Pasal 6 ayat (2) menyatakan: untuk melangsungkan Perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin dari kedua orang tua. Lebih lanjut dalam Undang-Undang tersebut diatur mengenai kebolehan untuk melakukan perkawinan, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), yang menyatakan sebagai berikut: Pasal 7 (1) Perkawinan diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita telah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. (2) Dalam hal penyimpangan dalam ayat (1) dalam pasal ini, dapat minta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orang tua pihak pria atau pihak wanita. Undang-Undang tersebut mengatur ketentuan batas usia minimal seseorang dapat melangsungkan perkawinan. Secara tegas dinyatakan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; bahwa syarat melangsungkan perkawinan untuk pihak pria adalah 19 tahun dan pihak wanita 16 tahun.

Terhadap ayah saudara sempat berkata “iya” dengan mengizinkan kakak saudara untuk menikah meski kemudian mendadak sulit dihubungi. Jika memang segala upaya telah ditempuh namun Ayah saudara tidak bisa dihubungi, kakak saudara tetap dapat menikah apabila telah sesuai dengan usia dewasa didalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Usia kakak saudara kini 23 tahun dan pasangannya 30 tahun. Ini berarti, kakak saudara dan pasangannya telah mencapai usia yang diizinkan oleh Undang-Undang Perkawinan untuk menikah, yang tidak lagi memerlukan izin orang tua. Adapun usia pasangan yang harus mendapatkan izin kedua orang tua untuk menikah adalah usia di bawah 21 tahun.

Namun, terlepas dari usia, jika keluarga saudara beragama Islam, adanya izin dari orang tua Saudara sangat diperlukan. Ini karena perkawinan dalam Islam adalah sah apabila memenuhi rukun dan syaratnya perkawinan menurut hukum Islam pada Pasal 14 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yakni harus ada:

  1. calon suami;
  2. calon istri;
  3. wali nikah;
  4. dua orang saksi dan;
  5. ijab dan qabul.

Dalam perkawinan, adanya wali nikah merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkan (Pasal 19 Kompilasi Hukum Islam). Dalam Hukum Islam, adalah kewajiban seorang ayah menikahkan anaknya. Namun, jika memang ayah tidak mau menikahkan anaknya, Saudara dapat menempuh upaya-upaya berikut:

  1. Dahulukan Wali Nasab

Saudara tidak menyebutkan agama Saudara. Namun, untuk diketahui, di dalam Islam, jika memang ayah saudara sebagai wali yang semestinya menikahkan tidak ada atau tidak diketahui keberadaannya, kakak saudara dapat mendahulukan wali nasab sebagai wali nikah kakak saudara. Menurut Pasal 21 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan, kelompok yang satu didahulukan dari kelompok yang lain sesuai erat tidaknya susunan kekerabatan dengan calon mempelai wanita. Kelompok tersebut yakni:

  • Pertama, kelompok kerabat laki-laki garis lurus ke atas yakni ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya.
  • Kedua, kelompok kerabat saudara laki-laki kandung, atau saudara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka.
  • Ketiga, kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara seayah dan keturunan laki-laki mereka.
  • Keempat, kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah kakek dan keturunan laki-laki mereka.

      2.Pengajuan Permohonan Wali Adhol/Wali Adlal

Jika keluarga saudara beragama Islam, langkah lain yang dilakukan adalah mengajukan permohonan penetapan wali adhol. Adapun syarat yang harus dipenuhi adalah pria yang menjadi calon mempelai suami ini memang benar-benar pria yang baik, bertanggungjawab, tidak pemabuk, dan sebagainya. Oleh karena ayah tidak mau menikahkan putrinya dengan pria tersebut padahal pria itu adalah pria yang baik, maka dengan pertimbangannya hakim pengadilan agama dapat menerima alasan itu dan menyatakan bahwa ayah tidak mau dan dinyatakan sebagai wali adhol. Pada Pasal 23 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, dalam hal wali adhol enggan maka wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan Pengadilan Agama tentang wali tersebut.

Pernikahan juga harus dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya dan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; Dengan kata lain, perkawinan kakak Saudara harus sah secara hukum agama dan kemudian hal penting adalah kakak Saudara harus mencatatkan perkawinan kakak Saudara dan pasangannya ke dukcapil setempat.

Kemudian, nantinya apabila ditemukan kesulitan lain dalam hal pernikahan, Saudara dan pasangan juga bisa berkonsultasi dengan pihak Kantor Urusan Agama (KUA) atau Kantor Catatan Sipil setempat mengenai masalah yang kakak Saudara dan pasangannya hadapi. 

Demikian Kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Tinggi Riau secara gratis.

Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
KT. RIAU
Alamat : Jalan Jendral Sudirman No. 375, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau
Kontak : 81314007487

Cari

Terbaru

Hutang Piutang
pembatalan lelang

halo selamat siang kejaksaan sengeti

Pernikahan dan Perceraian
NAFKAH ANAK

Halo Bapak/Ibu. Perkenalkan nama saya

Pertanahan
Jual Beli Tanah dan Bangunan

Halo Bapak/Ibu, perkenalkan saya Iwan

Pernikahan dan Perceraian
perceraian

Min ijin bertanya, mengenai nafkah ba

Hubungi kami

Email us to [email protected]

Alamat

Jl. Sultan Hasanuddin No.1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan - Indonesia
© 2024 Kejaksaan Republik Indonesia.