Dijawab tanggal 2022-08-18 16:51:57+07
Terimakasih atas Kepercayaan Saudara kepada halo JPN.
Adapun Jawaban kami atas pertanyan Saudara adalah sebagai berikut :
Bagaimana keabsahan anak dari perkawinan seorang pria dengan wanita hamil? Apakah anak tersebut berhak atas harta warisan dari pria tersebut?
- Bahwa oleh karena saudara tidak menjelaskan agama dari perkawinan tersebut apa, maka kami akan menjawab pertanyaan saudara berdasarkan UU No.1 Tahun 1974 dan Inpres No.1 Tahun 1991 Tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI).
- Berdasarkan Pasal 42 UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Sedangkan menurut Pasal 99 Kompilasi Hukum Islam (KHI) ada kemungkinan anak yang sah yaitu :
- Anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah:
- Hasil perbuatan suami isteri yang sah diluar Rahim dan dilahirkan oleh isteri tersebut
- Bahwa apabila suami menyangkal/ mengingkari sahnya anak yang dilahirkan isterinya, dan ia dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzina dengan cara sumpah lian maupun dengan bukti-bukti lainnya maka suami tersebut harus mengajukan gugatan pengingkaran anak kepada Pengadilan. Apabila berdasarkan pemeriksaan di Pengadilan, gugatan tersebut terbukti kebenarannya (berdasarkan dan beralasan hukum), maka pengingkaran/penyangkalan anak dari suami tersebut dikabulkan, sehingga kelahiran anak tersebut merupakan akibat dari perzinaan. (Vide : Pasal 44 Undang Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo. Pasal 101 Kompilasi Hukum Islam).
- Bahwa menurut Hukum Islam Gugatan pengingkaran/penyangkalan anak diajukan kepada Pengadilan Agama dalam jangka waktu 180 hari sesudah hari lahirnya atau 360 hari sesudah putusnya perkawinan atau sesudah putusnya perkawinan atau setelah suami itu mengetahui bahwa istrinya melahirkan anak dan berada di tempat yang memungkinkan dia mengajukan perkaranya kepada Pengadilan Agama. Pengingkaran yang diajukan sesudah lampau waktu tersebut dapat diterima (vide : Pasal 102 Kompilasi Hukum Islam).
- Bahwa ketika suami menikahi seorang wanita yang sudah hamil atau berzina dengan laki laki lain, maka si anak yg dilahirkan hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan si ibu aja. Hubungan keperdataan ini pun hanya terikat dengan si ibu tidak dengan pria itu karena pria itu dapat menyangkal dengan cara melakukan pengingkaran dan penyangkalan masalah status anak ke Pengadilan Agama. Jika sudah terbukti jelas hubungan perdata hanya terjadi kepada ibu dan anak Jadi masalah status anak ini sebenarnya anak tiri yang secara hukum keperdataan dan kewarisan dia hanya mempunyai hubungan darah dengan si Ibu. Dan walaupun perkawinan seorang Pria ini dengan wanita ini sah secara hukum, namun mengenai status anak harus terbukti terlebih dahulu. Dengan apa pembuktiannya adalah dengan menggunakan akta kelahiran yg otentik hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 55 ayat (1) Undang Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi asal usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akte otentik, yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.
- Bahwa menurut Hukum Islam, anak tiri bukanlah ahli waris hal ini sebagaimana ketentuan Pasal 171 Kompilasi Hukum Islam. Artinya, ia tidak dapat saling mewarisi antara dirinya dengan orang tua tirinya, karena yang mewarisi hanya terbatas pada 3 (tiga) sebab saja, yakni :
- Sebab kekerabatan (qarabah), atau disebut juga sebab nasab (garis keturunan).
- Sebab perkawinan (mushaharah), yaitu antara mayit dengan ahli waris ada hubungan perkawinan. Maksudnya adalah, perkawinan yang sah menurut Islam, bukan perkawinan yang tidak sah, dan perkawinan yang masih utuh (tidak bercerai).
- Sebab memerdekakan budak (wala`). Dengan demikian saudara tiri anda memang bukan ahli waris dari ayah anda. Namun kepada anak tiri mubah (boleh, ed.) hukumnya untuk diberi wasiat oleh orang tua tirinya.
- Dengan demikian berdasarkan ketentuan Pasal 55 UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Pasal 171 Kompilasi Hukum Islam, maka anak tiri tidak dapat mewarisi harta dari ayah tirinya akan tetapi anak tiri dapat memperoleh hak warisnya dari hasil harta bersama (harta yang diperoleh setelah terjadinya perkawinan) dan anak tiri tersebut hanya mendapatkan bagian dari Ibu biologisnya saja, adapun besarannya adalah 1/2 dari harta yang diperoleh ibu biologisnya, hal ini disebabkan karena dia memiliki hubungan sedarah dengan ibunya. Namun beda hal ketika anak ini mendapat harta waris melalui Hibah Wasiat yg di lakukan ayahnya tiri nya ini, tapi tidak bisa melebihi 1/3 dan meskipun lebih dari 1/3 perlu persetujuan dari ahli waris yg lainnnya.
Demikin Kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke pos pelayanan Hukum kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Tinggi Lampung secara gratis.
Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
KT. LAMPUNG
Alamat : Jl. Jaksa Agung R. Soeprapto No.226, Talang, Kec. Telukbetung Selatan, Kota Bandar Lampung
Kontak : 81912419202