Selamat Siang bapak/ibu..
Saya ingin bertanya bagaimana status hak waris untuk anak angkat? Saya menanyakan hal tersebut dikarenakan saya memiliki saudara angkat dan juga kedua orang tua saya telah meninggal, mohon penjelasannya!
Terima kasih atas kepercayaan Saudara kepada halo JPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut :
KUH Perdata tidak mengatur secara khusus hak waris anak angkat, tetapi ia berhak
mendapatkan bagian melalui hibah wasiat. KUH Perdata hanya mengatur pengakuan
terhadap anak luar kawin. Belanda pernah mengaturnya dalam Staatsblad No. 129 Tahun 1917 yang berlaku untuk golongan Tionghoa. Berdasarkan Pasal 875 KUH Perdata, seseorang berhak membuat wasiat atau testamen berisi pernyataan tentang apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal dunia, termasuk kehendaknya mengenai harta. Dengan pijakan ini, orang tua angkat bisa membuat wasiat yang memberikan bagian kepada anak angkat, tetapi pernyataan itu harus memperhatikan legitime portie ahli waris. Menurut waris Islam, anak angkat tidak termasuk dalam kelompok ahli waris yang berhak mendapatkan waris, yaitu (i) ashhabul furudl; (ii) ahsabah nasabiyah; (iii) dzawurradi; (iv) dzawul arham; (v) radd kepada salah seorang suami-isteri; (vi) ashib sababi; dan (vii) baitulmal.
Hal ini karena anak angkat tak punya hubungan darah dengan pewaris dan tidak ada
pula hubungan perkawinan. Menurut Abdul Manan, dalam bukunya Aneka Masalah
Hukum Perdata Islam di Indonesia (2006: 219), anak angkat dimasukkan ke dalam kategori pihak di luar ahli waris yang dapat menerima harta peninggalan pewaris berdasarkan wasiat wajibah. Pasal 209 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam memuat normanya: Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyak 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.
Negara mengakui hukum adat, termasuk dalam pengangkatan anak. Hal ini sebagaimana Pasal 39 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2014, yang menyebutkan pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengaturan pewarisan terhadap anak angkat di dalam masyarakat adat di Indonesia berbeda-beda tergantung masing-masing adat. Ada masyarakat adat yang menganggap dan memperlakukan anak angkat sebagai anak yang lahir dari orang tua angkatnya sehingga diperlakukan sama dengan anak kandung. Ada juga yang sebaliknya.
Mahkamah Agung pernah memutuskan bahwa menurut hukum adat yang berlaku, seorang anak angkat berhak mewarisi harta gono gini orang tua sehingga ia menutup hak waris para saudara kandung orang tua angkatnya (putusan MA No. 102 K/Sip/1972 tanggal 23 Juli 1973). Putusan MA No. 1278 K/Sip/1977memuat putusan mengenai waris anak angkat di Sulawesi Utara. Mahkamah Agung berpendapat sumaji kepada orang tua tidak dapat dipakai sebagai patokan dasar untuk menentukan dapat tidaknya seorang ahli waris mewarisi harta-harta peninggalan dari pewarisnya. Putusan MA No. 182 K/Sip/1959 mengandung kaidah hukum anak angkat berhak mewarisi harta peninggalan orang tua angkat yang bukan merupakan harta yang diwarisi oleh orang tua angkatnya.
Namun, dalam putusan mengenai adat Pasundan, Mahkamah Agung pernah memutuskan anak kukut atau anak angkat tidak berhak mewaris barang-barang pusaka, barang ini kembali kepada waris keturunandarah (putusan MA No. 82 K/Sip/1953). Putusan MA mengenai anak angkat di adat Jawa Tengah menganut kaidah hukum bahwa anak angkat hanya diperkenankan mewarisi harta gono gini dari orang tua angkatnya, sedangkan anak angkat tidak berhak mewarisi barang pusaka (No. 37 K/Sip/1959).
Demikian Kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Blora secara gratis.