Seorang Ayah meninggal meninggalkan surat wasiat pembagian harta dan hutang piutang kepada anak dari istri pertamanya yang telah meninggal, istri kedua dan anak anaknya. Karena putra pertamanya seorang pejabat pns, sang ayah di wasiatnya meminta putranya tersebut melunasi utang-utangnya di bank, tetapi sang putra membuat surat pelepasan hak waris sementara jumlah warisan jauh lebih kecil dari hutang hutangnya. Apakah ahli waris yang lain harus membayar utang tersebut, dan apakah harta sang ayah saja yang dipakai untuk membayar hutang atau harta istri dan anak anak lainnya bisa diambil? Rumah atas nama istri, apakah sang anak pertama bisa dituntut? Pewaris dan seluruh ahli waris tidak beragama Islam.
Terimakasih atas kepercayaan Saudara kepala Hallo JPN, adapun jawaban kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut:
Bahwa mengenai anak yang melepaskan hak warisnya, pada dasarnya, menurut hukum perdata Barat, seseorang dapat menerima maupun menolak warisan yang jatuh kepadanya, sebagaimana dikatakan dalam Pasal 1045 KUHPerdata, yang berbunyi: Tiada seorang pun diwajibkan untuk menerima warisan yang jatuh ke tangannya. Jika anak yang pertama melepaskan hak warisnya, maka ia tidak menerima warisan si pewaris, baik harta maupun utangnya. Sehingga anak pertama tersebut tidak dapat dibebankan atas utang si pewaris dan tidak dapat dituntut karena melepaskan hak waris adalah hak para ahli waris.
Lalu bagaimana dengan utang pewaris? Utang pewaris harus ditanggung oleh para ahli waris yang menerima warisan. Hal ini diatur dalam Pasal 1100 KUHPerdata:Para ahli waris yang telah bersedia menerima warisan, harus ikut memikul pembayaran utang, hibah wasiat dan beban-beban lain, seimbang dengan apa yang diterima masing-masing dari warisan itu. Didalam Pasal 1057 KUHPerdata juga disebutkan dalam hal menentukan seseorang menolak warisan yang jatuh kepadanya, orang tersebut harus menolaknya secara tegas, dengan suatu pernyataan yang dibuat dikepaniteraan Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya warisan itu.
Jika seseorang menerima warisan secara murni, maka ia bertanggung jawab atas seluruh utang pewaris. Sedangkan jika ia menerima dengan hak istimewa (ahli waris beneficiair) maka ia hanya harus menanggung utang pewaris, sebesar jumlah aktiva yang diterimanya. J. Satrio dalam bukunya yang berjudul Hukum Waris menjelaskan bahwa ada sarjana yang berpendapat bahwa para ahli waris beneficiair adalah debitur untuk seluruh utang-utang warisan, hanya saja tanggung jawabnya terbatas hanya sampai sebesar aktiva harta warisan saja.
jika para ahli waris lain menerima warisan secara murni, maka para ahli waris harus membayar semua utang pewaris. Masing-masing ahli waris harus membayar utang tersebut sebesar bagian warisan yang ia terima (jika menerima ½ bagian warisan, maka ia harus membayar ½ bagian utang pewaris). Ini berarti setiap ahli waris harus membayar utang si pewaris dengan harta mereka sendiri. Mengenai apakah harta para ahli waris bisa diambil, tentu saja tidak bisa seketika diambil, karena tidak adanya beban jaminan kebendaan yang diletakkan di atas harta pribadi para ahli waris. Akan tetapi, kreditur mempunyai hak untuk menggugat para ahli waris untuk melunasi utang pewaris jika sampai tanggal yang disepakati, utang tersebut tidak juga dibayar.
Demikian kami sampaikan, apabila saudara masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Rokan Hilir secara gratis.