Apakah perjanjian pranikah dapat diubah setelah menikah? Jika bisa, apa saja syarat dan prosedur hukum yang harus dilakukan untuk mengubah atau menambahkan isi perjanjian tersebut?
Terima kasih atas kepercayaan Saudara kepada halo JPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut:
Dilansir dari Kcaselawyer.com. Perjanjian pranikah atau perjanjian perkawinan merupakan suatu perjanjian yang dibuat antara sepasang suami dan istri dan diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan. Ketentuan mengenai perjanjian perkawinan diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69 Tahun 2015 (“Putusan MK 69/2015”). Dengan dikeluarkannya Putusan MK 69/2015, kini perjanjian perkawinan tidak hanya dapat dibuat sebelum perkawinan (prenuptial agreement) namun juga dapat dibuat selama ikatan perkawinan (postnuptial agreement). Selain itu, ketentuan dalam UU Perkawinan yang telah diubah tersebut juga mengatur bahwa Isi dari perjanjian perkawinan dapat mengenai harta perkawinan atau perjanjian lainnya yang tidak melanggar batas-batas hukum, agama, dan kesusilaan dan isinya juga dapat berlaku.
Selama berlangsungnya perkawinan, kemudian tentu dapat terjadi peristiwa-peristiwa yang menyebabkan perlu adanya perubahan dari kesepakatan awal yang telah ditentukan dalam perjanjian perkawinan. Terutama mengingat masa berlakunya perjanjian perkawinan yang lamanya adalah selama perkawinan tersebut berlangsung. Apabila demikian, terdapat ketentuan yang mengatur mengenai perubahan dari perjanjian perkawinan tersebut. Berdasarkan Putusan MK 69/2015, selama perkawinan berlangsung perjanjian perkawinan tidak dapat diubah atau dicabut, kecuali apabila pasangan suami-istri tersebut setuju untuk melakukan pencabutan atau perubahan, dan selama perubahan tersebut tidak merugikan pihak ketiga.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka berdasarkan UU Perkawinan dan Putusan MK 69//2015 perjanjian perkawinan dapat dicabut atau diubah. Ketentuan tersebut berlaku bagi perjanjian perkawinan yang dibuat sebelum maupun sesudah perkawinan. Namun perlu diperhatikan bahwa perubahan tersebut tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut meliputi isi perjanjian yang tidak boleh melanggar batasan-batasan yang ditentukan undang-undang, adanya kesepakatan para pihak untuk melakukan perubahan, dan perubahan tersebut tidak merugikan pihak ketiga.
Bolehkah Membatalkan Perjanjian Pra Nikah ?
Umumnya, perjanjian pra nikah dibuat dihadapan notaris. Setelah dibuat dihadapan notaris, maka tahap selanjutnya adalah perjanjian pra nikah dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA) untuk beragama Islam dan untuk beragama Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu pencatatan perjanjian perkawinan dilakukan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (DukCapil).
Setelah perjanjian perkawinan tersebut dibuat dihadapan notaris dan dicatatkan, apakah boleh dibatalkan ?
Pasal 149 KUHPerdata disebutkan :
“perjanjian perkawinan yang telah dibuat tidak boleh diubah dengan cara apapun.”
Sedangkan apabila merujuk pada Pasal 29 ayat (4) UU 1/1974 tentang Perkawinan, disebutkan :
” Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat dirubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.“
Apabila mencermati ketentuan diatas, maka menurut pendapat kami, perubahan atau pembatalan dapat dilakukan terhadap perjanjian perkawinan / perjanjian pra nikah sepanjang memenuhi syarat, yaitu :
Tata Cara Pembatalan Perjanjian Pra Nikah ?
Umumnya perjanjian yang ingin dibatalkan atas persetujuan bersama dilakukan cukup dengan membuat akta pembatalan di hadapan notaris.
Bolehkah Pembatalan Perjanjian Pra Nikah Sepihak ?
Perjanjian pra nikah tidak dapat dibatalkan secara sepihak oleh pihak yang telah menandatanganinya. Namun apabila terdapat pihak ingin membatalkan perjanjian pra nikah dan pihak lainnya tidak ingin membatalkan perjanjian pra nikah tersebut, maka untuk menguji apakah perjanjian perkawinan tersebut dapat dibatalkan atau tidak adalah dengan cara mengajukan gugatan pembatalan perjanjian pra nikah ke Pengadilan.
Pihak yang ingin mengajukan pembatalan bertindak sebagai Penggugat, sedangkan pihak yang tidak ingin membatalkan perjanjian bertindak sebagai Tergugat. Sedangkan notaris dapat ditarik sebagai pihak Turut Tergugat.
Perlu diperhatikan menurut hukum untuk membatalkan perjanjian pra nikah tersebut adalah perlu mencermati Pasal 1320 KUHPerdata terkait syarat-syarat sahnya perjanjian yaitu :
Perjanjian pra nikah tersebut hanya dapat dibatalkan sepanjang melanggar Pasal 1320 KUHPerdata terkait syarat-syarat sahnya perjanjian.
Apabila tidak terdapat pelanggaran Pasal 1320 KUHPerdata, maka perjanjian pra nikah tetap sah menurut hukum.
Pertanyaan yang Pemohon ajukan berken