Supported by PT. Telkom Indonesia
Kamis, 26 Des 2024
Quality | Integrity | No Fees
2024-01-26 11:12:05
Pertanahan
PEMBERIAN KUASA SECARA LISAN

Pada Tahun  2007  orangtua  dari Sdr. Muhammad Aspar menjadikan sertifikat rumah sebagai jaminan ke bank agar bisa meminjam uang untuk keperluan modal usaha, namun pada tahun 2014 kedua orangtua  dari  Sdr. Muhammad Aspar bercerai dan rumah tersebut akan disita oleh bank. Dan sebelum jual beli rumah tersebut telah dilakukan persidangan di kantor urusan agama terkait harta gono gini dan Pengadilan menyatakan harta tersebut sepenuhnya milik ibu. Agar tidak  disita  ibu Sdr.  Muhammad Aspar  pun menjual rumah tersebut yang mana dalam jual beli tersebut Pihak bank meminta anak dan mantan suami sebagai saksi. Secara  lisan bapak Sdr. Muhammad Aspar pun menyetujui penjualan rumah dan menyerahkan kewenangannya kepada anak (Muhammad Aspar). Dikarenakan saat penandatangan jual beli tersebut bapak tidak hadir (namun bapak mengetahui hari itu akan dilakukan penandatangan), ketika dihubungi via telepon, saat itu bapak mengatakan menyerahkan kuasa lisan untuk penandatangan sepenuhnya  kepada Sdr. Muhammad Aspar. Oleh karena  itu Sdr. Muhammad Aspar pun  memberanikan diri untuk melakukan penandatangan atas nama bapak. Sekarang tahun 2022 bapak menuntut atas pemalsuan penandatangan tersebut. 

Dijawab tanggal 2024-01-29 11:54:27+07

Bahwa  Tim  Jaksa  Pengacara  Negara pada  Kejaksaan Negeri Lubuklinggau Menjelaskan kepada  Sdr. Muhammad Aspar

  • Bahwa  Perbuatan yang Sdr. Muhammad Aspar terangkan diatur dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP yang mana ketentuannya menerangkan bahwa barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian.
  • Dan terkait Pasal 263 KUHP menurut R. Soesilo menerangkan sejumlah hal :
  1. Surat adalah segala surat baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin tik dan lain-lainnya, termasuk kuitansi;
  2. Memalsukan surat diartikan sebagai mengubah surat sedemikian rupa, sehingga isinya menjadi lain dari isi yang asli atau sehingga surat itu menjadi lain dari yang asli. Caranya bermacam-macam, termasuk mengurangi, menambah, mengubah sesuatu dari surat itu, atau memalsu tSdr. Muhammad Aspar tangan;
  3. Perbuatan memalsukan surat tersebut harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah asli dan tidak dipalsu;
  4. Penggunaan surat palsu itu harus mendatangkan kerugian, namun kerugian yang dimaksud tidak perlu sudah ada, sehingga baru kemungkinan saja akan adanya kerugian sudah cukup diartikan sebagai kerugian; dan
  5. Yang dihukum tidak hanya memalsukan surat, namun juga secara sengaja menggunakan surat palsu. “Sengaja” berarti orang yang menggunakan harus mengetahui benar bahwa surat yang ia gunakan adalah palsu.
  • Berdasarkan keterangan Sdr. Muhammad Aspar yang mendatangani akta jual beli tersebut atas  nama  bapak Sdr. Muhammad Aspar yang berperan sebagai salah satu saksi dalam akta, diketahui perbuatan Sdr. Muhammad Aspar tidak memenuhi unsur tindak pidana pemalsuan surat.
  • Pemberian kuasa secara perdata berdasarkan Pasal 1792 KUHPerdata mengatur ketentuan bahwa pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa.
  • Dan diperhatikan bahwa pemberian kuasa adalah salah satu jenis persetujuan/perjanjian, dimana Terkait hal ini, untuk sahnya pemberian kuasa itu juga harus memenuhi syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:
  1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
  2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
  3. suatu pokok persoalan tertentu;
  4. suatu sebab yang tidak terlarang.
  • Selanjutnya berdasarkan Pasal 1793 KUHPerdata menerangkan ketentuan bahwa kuasa dapat diberikan dan diterima dengan suatu akta umum, dengan suatu surat di bawah tangan bahkan dengan sepucuk surat ataupun dengan lisan. Penerimaan suatu kuasa dapat pula terjadi secara diam-diam dan disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh yang diberi kuasa.
  • Dikarenakan tidak ada ketentuan yang mewajibkan pemberian kuasa untuk dilakukan secara tertulis, maka sekalipun bapak Sdr. Muhammad Aspar memberikan kuasa lisan, pemberian kuasa tersebut tetap sah.
  • Tentu dalam hal ini tetap perlu diperhatikan pemenuhan syarat sahnya perjanjian dalam pemberian kuasa. Berdasarkan uraian yang disampaikan, pendatanganan itu telah dilakukan oleh pihak yang berwenang, sepanjang bapak Sdr. Muhammad Aspar memang memberikan kuasa secara lisan kepada Sdr. Muhammad Aspar atau saudara kandung Sdr. Muhammad Aspar untuk itu.
  • Pembuktian Pemberian Kuasa Lisan yang disampaikan bapak Sdr. Muhammad Aspar. Dalam perkara perdata, pemberian kuasa lisan masih dapat dibuktikan melalui alat bukti lain yaitu alat bukti (selain bukti tertulis) sebagaimana diterangkan dalam ketentuan Pasal 1866 KUHPerdata adalah melalui bukti saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah.
  • Selain itu, alat bukti yang sah dalam perkara pidana menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP adalah:
  1. keterangan saksi;
  2. keterangan ahli;
  3. surat;
  4. petunjuk;
  5. keterangan terdakwa.
  • Sebelumnya, keterangan saksi hanya terbatas pada orang yang mendengar sendiri, melihat sendiri, dan mengalami sendiri, sehingga dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana. 
  • Untuk membuktikan keabsahan pemberian kuasa dan/atau membuktikan tidak terpenuhinya unsur perbuatan tindak pidana pemalsuan tandatangan, Sdr. Muhammad Aspar dapat menggunakan alat bukti lain selain alat bukti tertulis, seperti keterangan saksi atau alat bukti lain yang sah bergantung pada perkara yang sedang Sdr. Muhammad Aspar hadapi (perdata/pidana).
  • Patut dipahami juga bahwa Pasal 1905 KUHPerdata menegaskan bahwa keterangan seorang saksi saja tanpa alat pembuktian lain, dalam pengadilan tidak boleh dipercaya. Selain itu, Pasal 185 ayat (2) KUHAP juga turut menyatakan bahwa keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.
  • Dengan kata lain, keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk melakukan pembuktian, harus ada keterangan dari beberapa orang saksi dan/atau alat bukti lain untuk menjadi alat bukti yang sah.
Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
KN. LUBUK LINGGAU
Alamat : Jalan Depati Said No 02 Kelurahan Tapak Lebar Kecamatan Lubuklinggau Barat II Kota Lubuklinggau
Kontak : 081367479050

Cari

Terbaru

Pertanahan
Balik nama

Bagaimana ccara balik nnama ssertifik

Pendirian dan pembubaran PT
Ingin Membuka Usaha

Apabila saya ingin buat usaha, apakah

Hutang Piutang
Hutang Piutang

Saya mempunyai utang pribadi sama tem

Hubungi kami

Email us to [email protected]

Alamat

Jl. Sultan Hasanuddin No.1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan - Indonesia
© 2024 Kejaksaan Republik Indonesia.