Pada Tahun 2007 orangtua dari Sdr. Muhammad Aspar menjadikan sertifikat rumah sebagai jaminan ke bank agar bisa meminjam uang untuk keperluan modal usaha, namun pada tahun 2014 kedua orangtua dari Sdr. Muhammad Aspar bercerai dan rumah tersebut akan disita oleh bank. Dan sebelum jual beli rumah tersebut telah dilakukan persidangan di kantor urusan agama terkait harta gono gini dan Pengadilan menyatakan harta tersebut sepenuhnya milik ibu. Agar tidak disita ibu Sdr. Muhammad Aspar pun menjual rumah tersebut yang mana dalam jual beli tersebut Pihak bank meminta anak dan mantan suami sebagai saksi. Secara lisan bapak Sdr. Muhammad Aspar pun menyetujui penjualan rumah dan menyerahkan kewenangannya kepada anak (Muhammad Aspar). Dikarenakan saat penandatangan jual beli tersebut bapak tidak hadir (namun bapak mengetahui hari itu akan dilakukan penandatangan), ketika dihubungi via telepon, saat itu bapak mengatakan menyerahkan kuasa lisan untuk penandatangan sepenuhnya kepada Sdr. Muhammad Aspar. Oleh karena itu Sdr. Muhammad Aspar pun memberanikan diri untuk melakukan penandatangan atas nama bapak. Sekarang tahun 2022 bapak menuntut atas pemalsuan penandatangan tersebut.
Bahwa Tim Jaksa Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Lubuklinggau Menjelaskan kepada Sdr. Muhammad Aspar