ceritanya seperti ini. Suami saya pernah beli tanah sktr thn 2015/2016 di jalan pertahanan plaju palembang belinya sama juragan tanah yg bernama tajudin lebih tepatny kurang lebih ukuran 1 hektar dan kurang lbh harganya 160 juta. jadi ketika kami nak buat surat tanah rpny surat itu sudah ada pemilik alias surat itu sudah banyak kepemilikannya sudah banyak sertifkatnya mungkin lebih tepat tumpang tindih tanah itu. jadi lambat laung kami buat surat itu ckup bnyk prosesnya kan tpi akhirnya jadi juga sertifikat ini. kemudian hari pas kami rencana mau nimbun atau mau melapor k pertanahan rpny sertifikat kami hilang pula lupa menaruhnya dimana kan di cari ngk ketemu. jdi kami buat surat kehilangan kami urus segala macem sm orng yg ngurus tp itulah lama kelamaan lah di koran segala macek tpi prosesny dak selesai. jdi kami mencoba buat langsung cek tanah kami langsung mau nimbun rupanya tanah itu sudah ada pemiliknya dan mereka tidak terima. jadi dari situ kami tidak urus lagi karna bingung mau nuntut sertifikt ilang dan juga udah urus tapi yg ngurus tidak jelas juga yg mengurusnya uang sudah banyak keluar. Jadi sampai saat ini kami tidak tau harus bagaimana menyelesaikan pembelian tanah kami itu.
Selamat pagi ibu Euis, terimakasih atas pertanyaan nya
Akan kami jawab satu persatu ya
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sertifikat merupakan tanda atau surat keterangan tertulis atau tercetak dari orang berwenang dan dapat digunakan sebagai bukti pemilikan atau suatu kejadian. Bentuknya pun beragam, ada berupa ijazah, akta, piagam penghargaan, atau bahkan bukti tertulis terhadap kepemilikan saham di dalam suatu badan usaha.
Selain itu, sertifikat juga merujuk kepada bentuk tertulis dari suatu kepemilikan fisik terhadap suatu benda seperti kendaraan dan properti yaitu rumah, perkantoran, apartemen, dan lahan kosong. Sertifikat rumah merupakan surat tanda bukti hak atas tanah dan bangunan yang dibukukan dalam buku tanah. Ini menjadi salah satu dokumen penting dan berharga yang dapat dipakai untuk sejumlah keperluan terutama dalam hal keuangan, misalnya sebagai agunan kredit di perbankan.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) merupakan instansi pemerintah yang paling berhak untuk mencetak dan menerbitkan sertifikat tanah tersebut. Namun, dalam perjalanannya, meski sebagai bukti kepemilikan paling sah atas suatu bangunan dan lahan, sertifikat tersebut rentan terhadap banyak hal.
Misalnya, rawan menjadi objek sengketa dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab.
Mengutip website resmi Kementerian ATR/BPN, ada sejumlah hal yang perlu disiapkan pemilik sertifikat bangunan untuk mengurusnya agar mendapatkan kembali sertifikat pengganti akibat hilang, tercuri, atau terbakar. Sejumlah dokumen perlu disiapkan oleh pemilik sertifikat rumah.
Lampirkan pula surat kuasa bila pengurusannya diwakilkan kepada pihak lain. Jangan lupa mencantumkan identitas pemohon atau kuasa, berupa kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK) asli berikut fotokopi KTP dan KK. Ikut dilampirkan adalah fotokopi akta pendirian dan pengesahan badan hukum dan fotokopi sertifikat jika ada.
Surat pernyataan di bawah sumpah oleh pemegang hak atau pihak yang menghilangkan atau karena musibah bencana alam dan kebakaran. Dokumen lainnya adalah surat tanda lapor kehilangan dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari kepolisian setempat. Selanjutnya adalah surat pernyataan tanah tidak sedang dalam sengketa yang diterbitkan oleh pihak kantor desa/kelurahan.
Surat lainnya yang perlu dilampirkan adalah pernyataan bahwa tanah/bangunan dikuasai secara fisik serta bukti pengumuman kehilangan di surat kabar. Seluruh surat pernyataan wajib diberi meterai. Siapkan pula meterai untuk dicantumkan pada formulir pelaporan di kantor BPN.
Setelah seluruh dokumen yang diminta telah dilengkapi, maka kita siap untuk mengisi formulir oleh pemilik sertifikat rumah yang hilang. Seturut itu, petugas BPN juga akan memeriksa kembali kelengkapan dan keabsahan dokumen yang dipersyaratkan. Kantor BPN selanjutnya akan mengumumkan kegiatan penerbitan sertifikat pengganti untuk memenuhi asas publisitas sebanyak satu kali.
Publisitas dilakukan melalui surat kabar atas biaya pemohon atau ditempel di papan pengumuman kantor BPN dan di jalan masuk tanah yang sertifikatnya hilang. Selain itu BPN juga akan mengumumkan sertifikat hilang di situs https://www.atrbpn.go.id/layanan/pengumuman-sertifikat-hilang. Apabila dalam jangka waktu 30 hari tidak ada pihak lain yang mengajukan keberatan, maka BPN akan menerbitkan sertifikat rumah pengganti. Lama penyelesaian sampai terbitnya sertifikat pengganti adalah 40 hari kerja. Pemilik tanah juga dapat mengecek status pengajuannya dengan menghubungi nomor telepon dari kantor BPN setempat.
Kemudian, pemilik tanah yang telah menerima sertifikat pengganti diwajibkan menyelesaikan pembayaran biaya penggantian yang hilang dan biaya lainnya sesuai ketentuan yang telah ditetapkan oleh BPN seperti dikutip dari https://ppid.atrbpn.go.id/bpn/page/faq. Adapun biaya untuk menerbitkan sertifikat tanah atau bangunan pengganti sekitar Rp350.000 yang terdiri dari Rp50.000 untuk biaya pendaftaran, Rp200.000 untuk biaya sumpah, dan Rp100.000 untuk biaya salinan surat ukur.
Selain itu, pemohon juga perlu menyiapkan biaya tambahan untuk publikasi kehilangan di media massa sebagai syarat pengajuan permohonan pembuatan sertifikat tanah pengganti. Besaran biaya publikasi bisa berbeda-beda tergantung ketentuan yang ditetapkan setiap perusahaan surat kabar. Angkanya mulai dari ratusan sampai jutaan rupiah.
Pihak Kementerian ATR/BPN juga mengingatkan bahwa sertifikat rumah pengganti memiliki kekuatan hukum yang sama dengan sertifikat yang dinyatakan hilang. Pasalnya, dokumen itu diterbitkan dengan nomor registrasi yang sama dengan data pada buku tanah dan surat ukur. Sehingga, dengan diterbitkannya sertifikat rumah pengganti, maka sertifikat yang hilang dinyatakan tidak berlaku lagi.
Apabilah Ibu Euis sudah menempuh proses tersebut diatas , Ibu bisa mengajukan gugatan pada pihak yang mengkalim tanah milik Ibu tadi melalui gugatan perdata di Pengadilan Negeri setempat untuk menegaskan status kepemilikan tanah tersebut.