Sdr.Bambang dalam hal ini menjelaskan bahwa dirinya memiliki usaha jual beli barang elektronik yang telah dijalaninya selama sepuluh tahun. Selama ini pembayaran dilakukan melalui sistem kredit/cicilan dengan jangka waktu tertentu untuk melunasi cicilan tersebut. Oleh karena pembayaran dilakukan secara kredit tersebut, maka Sdr.Bambang berinisiatif untuk membuat surat perjanjian jual beli dalam rangka meminimalisir terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan ke depannya saat konsumennya melakukan pelunasan terhadap cicilan tersebut.
Sdr.Bambang meminta saran dari Kejaksaan Negeri Sawahlunto mengenai klausul kata dalam surat perjanjian jual beli yang akan dibuatnya, bagaimana agar dalam surat perjanjian jual beli tersebut dicantumkan bahwa apabila konsumen/pembeli yang bersangkutan tidak melunasi cicilannya maka akan di bawa ke ranah pidana.
Jaksa Pengacara Negara Kejari Sawahlunto dapat memberikan pendapat kepada pemohon terkait permasalahan diatas. Bahwa di dalam surat perjanjian, pemohon dapat membuat klausul terhadap penyelesaian masalah melalui jalur hukum. Namun, pemohon tidak dapat menentukan penyelesaian secara pidana dan bukan secara perdata. Karena apabila jual beli didasarkan pada surat perjanjian dan tidak ada itikad baik dari pembeli untu membayar cicilan maka itu termasuk wanprestasi dan dapat diselesaikan melalui jalur perdata. Wanprestasi diatur dalam Pasal 1243 KUHPer yang berbunyi “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.”
Hal utama yang harus diperhatikan para pihak dalam membuat perjanjian adalah syarat sah perjanjian sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1320 KUHPer, yaitu:
semoga jawaban yang kami berikan bisa membantu saudara. terimakasih