Pada Januari tahun 2018 saya mengajukan pinjaman ke salah satu bank sebesar Rp. 800.000.000 (delapan ratus juta rupiah) dengan jaminan berupa sabuah rumah seluas 97m2 dengan bukti kepemilikan Sertifikat Hak Milik (SHM). pada 5 tahun pertama Saya membayar angsuran tiap bulannya beserta bunga ke bank tersebut dengan lancar tanpa kendala. Akan tetapi di awal tahun 2023, saya jatuh sakit yang mengakibatkan saya tidak sanggup lagi bekerja dan membayar angsuran utang tersebut. Pihak bank sudah. memberikan saya teguran atau somasi hingga 3 kali dan diberikan batas waktu selama 1 bulan untuk mengangsur atau melunasi hutang tersebut beserta bunganya, hingga akhirnya mereka melelang ruko saya tersebut dengan harga Rp. 920.000.000 (sembilan ratus dua puluh juta). Dan dalam waktu dekat, rumah saya tersebut akan dilakukan sita eksekusi oleh Pegadilan. Yang ingin saya tanyakan apakah saya bisa membatalkan hasil leang dan sita eksekusi tersebut?
Selamat datang di Halo JPN Kejaksaan Negeri Bukittinggi.
Terimakasih telah menghubungi kami.
Kami akan membantu menjawab pertanyaan Saudar.
Sebelum menjawab pertanyaan bapak, terlebih dahulu kami jelaskan mengenai jaminan.
Jaminan utang merupakan salah satu perlindungan bagi kreditur yang dijamin oleh undang-undang apabila debitur lalai dan tidak mampu melunasi utangnya. Jaminan akan digunakan untuk menjamin bahwa kreditur akan menyelesaikan kewajiban pembayaran utang.
Bila seorang kreditur tidak dapat menyelesaikan pembayaran utang maka besar kemungkinan jaminan yang sudah diserahkan akan dieksekusi dan menjadi hak milik debitur. Namun, ada beberapa objek yang boleh dijadikan jaminan utang dalam hukum Indonesia.
Terkait dengan jaminan, telah diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata yang menyatakan, segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada menjadi jaminan untuk perikatan perorangan debitur itu.
Jaminan utang terdiri dari jaminan umum dan jaminan khusus. Keduanya berbeda dalam hal karakteristik dan juga cara lahirnya. Jaminan umum terjadi secara otomatis tanpa diperjanjikan terlebih dahulu di awal antara debitur dengan kreditur.
Namun, ketika debitur lalai dan tidak dapat membayar utangnya maka upaya yang harus dilakukan oleh kreditur adalah dengan mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dan meminta sita atas harta debitur terlebih dahulu dan setelah itu melakukan eksekusi.
Kemudian jaminan khusus terbagi menjadi dua jenis, yaitu jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Secara umum jaminan kebendaan memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada pemegangnya
2. Jaminan kebendaan akan mengikuti kepada kebendaannya
3. Bersifat accesoir yang mengikuti perjanjian pokok atau perjanjian
4. Lahirnya jaminan kebendaan tidak otomatis melainkan perlu diperjanjikan terlebih dahulu antara debitur dengan kreditur.
Di dalam hukum Indonesia, jaminan kebendaan terbagi lagi menjadi empat kelompok, yaitu gadai, hak tanggungan, jaminan fidusia, dan hipotek. Kesemuanya adalah benda yang dapat dijaminkan untuk masing-masing jenis jaminan.
Objek Gadai
Objek dari gadai berupa benda bergerak yang terdiri dari benda berwujud seperti perhiasan dan benda yang tidak berwujud berupa hak untuk mendapatkan pembayaran uang misalnya surat piutang.
Objek Fidusia
Objek fidusia yaitu benda bergerak yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan.
Objek Hipotik
Objek hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan, dalam hipotek yang menjadi objek adalah kapal dengan isi 20 m3.
Objek Hak Tanggungan
Objek hak tanggungan yaitu hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah. Pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.
Selanjutnya mengenai jaminan perorangan diatur dalam KUHPerdata dalam Pasal 1820-1864 dalam ketentuan tentang penanggungan utang. Ketentuan Pasal 1829 KUHPerdata tersebut berbunyi:
Penanggungan ialah suatu persetujuan di mana pihak ketiga demi kepentingan kreditur, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur bila debitur itu tidak memenuhi perikatannya.
Jaminan perorangan mengikatkan pihak ketiga apabila debitur lalai dan tidak dapat melunasi utangnya, sehingga pihak ketiga yang akan melunasi utang tersebut. Hal inilah yang membedakan jaminan perorangan dengan jaminan kebendaan.
Jaminan kebendaan yang menjadi jaminan adalah kebendaan milik debitur, dalam jaminan perorangan penganggunglah yang akan melunasi utang tersebut. Berdasarkan Pasal 1831 dan Pasal 1832 KUHPerdata, debitur yang lalai melunasi utang, penanggung belum dapat dimintakan untuk membayar utang debitur sampai seluruh harta debitur disita dan dijual untuk melunasi utangnya.
Namun, ketika dalam keadaan tertentu hak tersebut bisa hilang dan penanggung dapat langsung dimintakan untuk melunasi utang debitur ketika lalai membayar utang.
Terkait permasalahan Bapak, pihak bank telah melakukan pelelangan / lelang eksekusi terhadap rumah yang Bapak jaminkan dan pemenang lelang juga telah diumumkan.
Pasal 1 Peraturan Lelang (Vendu Reglement stb 1908-189) bahwa peraturan penjualan lelang dimuka umum di Indonesia (Reglement op de openbare verkoopengen in Indonesia) merumuskan bahwa penjualan dimuka umum termasuk dalam hal ini penjualan lelang dalam rangka eksekusi oleh Pengadilan Negeri harus dilakukan melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Penjualan secara lelang memiliki kelebihan yang salah satunya adalah kepastian hukum dengan pengertian bahwa pelaksanaan lelang yang dipimpin oleh pejabat lelang menghasilkan akta otentik yang disebut Risalah Lelang. Risalah Lelang ini dapat dipergunakan oleh pemenang lelang sebagai bukti perolehan hak dan sebagai dasar untuk membalik nama objek lelang menjadi atas nama pemenang lelang, sehingga Risalah Lelang ini digolongkan sebagai Acte Van Trancport. Adapun persyaratan-persyaratan umum sebagai kelengkapan lelang eksekusi dalam rangka eksekusi oleh Pengadilan Negeri yang diminta oleh KPKNL adalah sebagai berikut :
1. Surat Permohonan Lelang;
Pelelangan barang jaminan saat ini dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan
Lelang (KPKNL) berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 93/PMK.06/2010 tertanggal 23 April 2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Menurut Pasal 1 angka 4 dinyatakan bahwa Lelang Eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan/penetapan pengadilan, dokumen-dokumen lain yang dipersamakan dengan itu, dan/atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundang- undangan. KPKNL adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Keuangan di masing-masing propinsi.
Dalam risalah lelang dapat diketahui siapa pemenang lelangnya serta harga jual obyek jaminan Hak Tanggungan. Pemenang lelang dalam waktu yang segera akan menguasai obyek lelang. Pada umumnya obyek lelang masing dikuasai oleh debitor dan/atau pihak lainnya. Dalam hal yang demikian maka pemenang lelang akan meminta bantuan pengadilan untuk mengosongkan obyek jaminan dengan mengajukan permohonan aanmaning untuk pengosongan. KPN berdasarkan permohonan dimaksud akan mengeluarkan Penetapan Aanmaning untuk pengosongan dan berkoordinasi dengan seluruh pihak yang terkait dengan pengosongan obyek jaminan, seperti aparat Polsek setempat, Babinsa, petugas Kelurahan, Ketua RW/RT setempat, dan pihak lainnya. Pengosongan ini akan dijalankan dengan memperhatikan nilai kemanusiaan dan keadilan. Jurusita pada kesempatan pertama akan mengupayakan pengosongan secara persuasif dengan meminta kepada pihak yang menguasai obyek jaminan agar segera meninggalkannya dengan sukarela. Dalam hal upaya persuasif tersebut belum berhasil maka akan dilakukan upaya pengosongan secara paksa.
Eksekusi Penetapan Pengadilan terhadap obyek jaminan Hak Tanggungan dalam praktiknya sering menimbulkan keberatan atau perlawanan atas penyitaan yang diletakkan terhadap obyek jaminan. Salah satu penyebabnya adalah besarnya utang yang belum pasti, ketidakjelasan status hukum kepemilikan obyek jaminan, bahkan ada pihak lain (pihak ketiga) yang masih berhak atas kepemilikan tanah tersebut. Dengan demikian dalam suatu proses penyelesaian perkara sengketa eksekusi jaminan Hak Tanggungan atas tanah tidak boleh menimbulkan kerugian pada pihak ketiga yang tidak ikut menjadi pihak dalam perkara. Dalam keadaan yang demikian maka Hakim wajib meneliti apakah obyek Hak Tanggungan yang diajukan oleh kreditor untuk meminta penetapan eksekusi benar-benar milik debitor dengan melakukan pemeriksaan insedentil, yakni memerintahkan Jurusita untuk mengecek ke Kantor Pertanahan (BPN) dimana obyek jaminan berada khususnya mengenai terdaftar atau tidaknya obyek jaminan dimaksud atas nama debitor.
Bahwa terhadap permasalahan Bapak tersebut, Bapak juga dapat mengajukan perlawanan jika merasa keberatan terhadap hasil lelang tersebut sebelum dilakukan sita eksekusi. Keberatan bisa jadi karena Bapak mereasa perhitungan jumlah utang dan bunga tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau objek jaminan yaitu rumah berkaitan dengan pihak ketiga atau alasan-alasan lain yang nanti bisa Bapak cantumkan di perlawanan.
Dalam KBBI, penyitaan berarti proses, cara, perbuatan menyita. KBBI juga mengartikan istilah sita sebagai perihal pengambilan milik pribadi oleh pemerintah tanpa ganti rugi.
\M. Yahya Harahap dalam Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan (hal. 282), menerangkan bahwa penyitaan berasal dari terminologi beslag(bahasa Belanda) dan istilah bahasa Indonesia, beslah, yang istilah bakunya adalah sita atau penyitaan.
M. Yahya Harahap menguraikan lebih lanjut pengertian penyitaan yaitu sebagai :
Sedangkan tujuan dilakukannya penyitaan ada 2, yaitu :
Tujuan utama dari penyitaan adalah agar barang harta kekayaan tergugat tidak dipindahkan kepada orang lain melalui jual beli, penghibahan, dan sebagainya maupun tidak dibebani dengan sewa menyewa atau diagunkan kepada pihak ketiga.
Sehingga keutuhan dan keberadaan harta kekayaan tergugat tetap utuh seperti semula agar pada saat putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, barang yang disengketakan dapat diserahkan dengan sempurna kepada penggugat. Oleh karenanya, gugatan penggugat menjadi tidak illusoir atau tidak hampa.
Objek eksekusi sudah pasti
Pada saat permohonan sita diajukan, penggugat harus menjelaskan dan menunjukkan identitas barang yang hendak disita misalnya letak, jenis, ukuran, dan batas-batasnya.
Atas permohonan tersebut, pengadilan melalui juru sita memeriksa dan meneliti kebenaran identitas barang pada saat penyitaan dilakukan. Hal ini secara langsung memberi kepastian atas objek eksekusi apabila putusan telah berkekuatan hukum tetap.
Selanjutnya menjawab pertanyaan Anda, ada beberapa jenis sita dalam hukum acara perdata yang dapat diajukan dalam proses peradilan perdata salah satunya yakni sita eksekusi dengan rincian penjelasan sebagai berikut:
Soal sita eksekusi, M. Yahya Harahap dalam Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata menerangkan bahwa executoriale beslag atau sita eskekusi adalah tahap lanjutan dari peringatan dalam proses eksekusi pembayaran sejumlah uang.
Sita eksekusi bermakna sebagai pengganti dan jaminan jumlah uang yang diperoleh setelah barang yang disita dijual lelang. Sehingga dapat dipahami bahwa sita eksekusi dilakukan pada tahap proses:
Perlu digarisbawahi bahwa dengan adanya sita jaminan yang telah dilaksanakan terlebih dahulu, maka tahap sita eksekusi menurut hukum dengan sendirinya dikecualikan dan dihapuskan (hal. 69 70).
Hal ini dikarenakan pada saat diletakkan sita jaminan, tidak diperlukan lagi tahap sita eksekusi sebab asasnya otomatis beralih menjadi sita eksekusi pada saat perkara yang bersangkutan mempunyai putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Terhadap perkara yang sedang Bapak alami, sita eksekusi dilakukan terhadap rumah seluas 70m2.