Mengapa kita harus berhutang jelaskan hukum hutangbpiutang dalam islam
terimakasih atas kepercayaan saudara kepada layanan halo JPN. Adapun jawaban kami adalah sebagai berikut:
Bahwa karena jaksa pengacara negara hanya memiliki wewenang dalam bidang perdata dan tata usaha negara, terkait pertanyaan saudara kami akan membahas hutang piutang dari segi perdata
Utang piutang termasuk salah satu jenis perjanjian yang dimuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Apabila perjanjian tersebut melahirkan perikatan sudah barang tentu dalam hal ini juga harus dibahas mengenai hapusnya perikatan. Hapusnya perikatan diatur dalam Pasal 1381 KUH Perdata, secara umum pelunasan utang berupa pembayaran. Dalam beberapa kesempatan, pelunasan utang dapat berbentuk perjumpaan utang, tergantung dalam isi perjanjian yang mana para pihak saling memiliki kewajiban pembayaran utang satu sama lainnya.
Perjumpaan utang – Piutang dalam KUH Perdata, disebut juga dengan kompensasi yang diatur dalam Pasal 1425 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1435 KUH Perdata. Dalam Pasal 1425 KUH Perdata dijelaskan bahwa:
“Jika dua orang saling berutang satu pada yang lain, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan, dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan, dengan cara dan dalam hal-hal yang akan disebutkan sesudah ini.”
Mariam Darus menerjemahkan pasal tersebut yaitu kompensasi terjadi apabila dua orang saling berhutang pada yang lain dengan mana hutang-hutang antara kedua orang tersebut dihapuskan, oleh undang-undang ditentukan bahwa di antara mereka telah terjadi suatu perhitungan menghapuskan perikatannya. Sementara itu, menurut pendapat Johannes Ibrahim menyatakan bahwa kompensasi atau perjumpaan utang adalah perjumpaan dua utang, yang berupa benda-benda yang ditentukan menurut jenis (generieke ziken), yang dipunyai oleh dua orang atau pihak secara timbal balik, dimana masing-masing pihak berkedudukan baik sebagai kreditur maupun debitur terhadap yang lain, sampai jumlah yang terkecil yang ada di antara kedua hutang tersebut.
Ketentuan Pasal 1426 KUH Perdata menerangkan terkait dengan perjumpaan utang atau kompensasi terjadi demi hukum, yang berbunyi:
Perjumpaan terjadi demi hukum, bahkan dengan tidak setahunya orang-orang yang berutang, dan kedua utang itu yang satu menghapuskan yang lain dan sebaliknya, pada saat utang-utang itu bersama-sama ada, bertimbal balik untuk suatu jumlah yang sama.
Perjumpaan utang atau kompensasi yang dimaksud dalam Pasal 1426 KUH Perdata tersebut, terjadi demi hukum, bahkan dengan tidak sepengetahuan orang-orang yang berutang, hal ini bukan berarti bahwa perjumpaan utang atau kompensasi terjadi secara otomatis, tanpa usaha dari pihak yang berkepentingan. Perjumpaan utang atau kompensasi dapat terjadi apabila kedua utang tersebut seketika dapat ditentukan atau ditetapkan besarannya dan seketika pula dapat ditagih. Sehingga apabila utang yang satu dapat ditagih sekarang, sedangkan utang yang satunya tidak dapat ditagih sekarang atau bersamaan dengan utang yang satunya, maka perjumpaan utang atau kompensasi tersebut tidak dapat terjadi.
Untuk dapat dilakukan perjumpaan utang atau kompensasi, perlu diperhatikan terkait dengan ketentuan dalam Pasal 1427 KUH Perdata yang menyatakan bahwa perjumpaan hanyalah terjadi antara dua utang yang kedua-duanya berpokok sejumlah uang, atau sesuatu jumlah barang yang dapat dihabiskan, dari jenis yang sama, dan yang kedua-duanya dapat ditetapkan serta ditagih seketika.
Dalam ketentuan Pasal 1427 KUH Perdata tersebut, terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi antara lain sebagai berikut:
kemudian terkait pertanyaan saudara mengapa kita harus berhutang, hal ini dikembalikan kepada kebutuhan masing-masing. Dan menurut pandangan islam tentang hutang piutang itu sendiri mungkin saudara bisa menanyakannya kepada pihak yang mengerti mengenai hal tersebut seperti ustad atau kiai.
Demikian jawaban dari Kami, semoga bermanfaat