Supported by PT. Telkom Indonesia
Jumat, 22 Nov 2024
Quality | Integrity | No Fees
2024-09-18 15:10:39
Pernikahan dan Perceraian
APAKAH NIKAH SIRI ITU ZINA?

Apakah benar nikah siri adalah zina? Apakah seorang laki laki yang telah menikah sah baik secara hukum agama maupun hukum negara dengan seorang perempuan lalu kemudian menikah lagi secara siri dengan perempuan lain dapat dikenakan Pasal 284 KUHP? Apabila iya, adakah pendapat ahli yang menguatkan statement tersebut atau literatur yang berkata demikian?

Dijawab tanggal 2024-09-18 15:13:26+07

Sebagai informasi, Pasal 27 KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek/ “BW”) yang disebut dalam Pasal 284 KUHP berbunyi sebagai berikut:

Pada waktu yang sama, seorang lelaki hanya boleh terikat perkawinan dengan satu orang perempuan saja; dan seorang perempuan hanya dengan satu orang lelaki saja.

Adapun berdasarkan Penjelasan Pasal 411 ayat (1) UU 1/2023, yang dimaksud dengan “bukan suami atau istrinya” sebagaimana disebutkan di atas adalah:

  1. laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya;
  2. perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki yang bukan suaminya;
  3. laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan;
  4. perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki, padahal diketahui bahwa laki-laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau
  5. laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan melakukan persetubuhan.

Selengkapnya mengenai pasal perzinaan dapat Anda baca dalam artikel Bunyi Pasal 284 KUHP tentang Perzinaan.

Definisi Zina dalam Pandangan Hukum

Para ahli hukum memiliki penafsiran tentang zina. Menurut R. Sugandhi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Penjelasannya (hal. 302), zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan atas dasar suka sama suka yang belum terikat oleh perkawinan.

Kemudian, R. Soesilo dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 209) mendefinisikan zinah atau zina sebagai persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan istri atau suaminya.

Selanjutnya, Soesilo juga berpendapat bahwa supaya seseorang dapat dijerat dengan pasal perzinahan, maka persetubuhan itu harus dilakukan dengan suka sama suka, tidak boleh ada paksaan dari salah satu pihak.

Nikah Siri

Sebagaimana yang telah dijelaskan di artikel Potensi Jerat Pidana Walaupun Syarat Nikah Siri Sudah Terpenuhi, dalam hukum positif di Indonesia, istilah nikah siri (perkawinan siri) tidaklah dikenal. Selain itu, tidak ada aturan yang mengatur perkawinan siri secara khusus. Istilah sirri sendiri berasal dari bahasa arab, yakni “sirra, israr” yang berarti rahasia.

Nikah siri di dalam masyarakat sering diartikan dengan:

  1. Pernikahan tanpa wali. Pernikahan semacam ini dilakukan secara rahasia (siri) dikarenakan pihak wali perempuan tidak setuju; atau karena menganggap sah pernikahan tanpa wali, atau hanya karena ingin memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa mengindahkan lagi ketentuan-ketentuan syariat.
  2. Pernikahan yang sah secara agama, dalam hal ini memenuhi ketentuan syarat dan rukun nikah, namun tidak dicatatkan pada kantor pegawai pencatat nikah, dalam hal ini yaitu Kantor Urusan Agama (“KUA”) bagi yang beragama Islam dan Kantor Catatan Sipil bagi yang beragama selain Islam.
  3. Pernikahan yang dirahasiakan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu, misalnya karena takut mendapatkan stigma negatif dari masyarakat yang terlanjur menganggap tabu pernikahan siri, atau karena pertimbangan-pertimbangan rumit yang memaksa seseorang untuk merahasiakan pernikahannya.

Sementara itu, menurut KBBI, nikah siri adalah pernikahan yang hanya disaksikan oleh seorang modin dan saksi, tidak melalui Kantor Urusan Agama, menurut agama Islam sudah sah.

Di sisi lain, secara hukum, tiap perkawinan di Indonesia seharusnya dicatatkan, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan yang mengatur bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku.

Kemudian, pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya dengan pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan, suatu akta resmi yang juga dimuat dalam daftar pencatatan. 

Dengan demikian, dapat kami simpulkan bahwa pencatatan nikah merupakan bukti perkawinan yang sah di mata hukum, sebagaimana tertuang dalam akta nikah. Karena nikah siri tidak dicatat oleh pegawai pencatat nikah dan tidak ada akta nikahnya, maka tidak terdapat dokumen yang diakui oleh hukum bahwa seseorang telah menikah dan sah secara agama.

Apakah Nikah Siri Sama dengan Zina?

Selanjutnya, menjawab pertanyaan apakah nikah siri itu zina, perlu kami tekankan bahwa dalam pernikahan siri tidak terdapat dokumen yang diakui oleh hukum sebagai bukti nikah.

Sehubungan dengan itu, sebagai konsekuensinya, pasangan yang menikah siri ini berisiko disamakan dengan zina, dan berpotensi dijerat Pasal 284 ayat (1) KUHP atau Pasal 411 ayat (1) UU 1/2023. Hal ini mungkin terjadi apabila suami/istri yang menikah siri ini ternyata masih terikat perkawinan yang sah dengan orang lain. 

Contoh Kasus

Kemudian, menyambung apakah seseorang dapat dipidana karena nikah siri? Untuk menjawab ini, kita dapat merujuk pada Putusan PN Solok No. 56/Pid.B/2014/PN.Slk. Dalam kasus ini, sepasang suami-istri yang telah menikah siri (hal. 14) dinyatakan bersalah karena memenuhi unsur dari Pasal 284 ayat (1) ke-1 huruf a dan ke-2 huruf b KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP atas zina/gendak (overspel) (hal 16-17).

Majelis hakim menyatakan bahwa kedua terpidana tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “perzinahan dan turut serta melakukan perzinahan beberapa kali” (hal. 17), di mana terdakwa I masih terikat perkawinan yang sah dengan istrinya (hal. 14). Dalam amarnya, majelis hakim menjatuhkan pidana penjara masing-masing selama 4 bulan (hal. 17).

Jika menganalisis putusan tersebut, ratio legis dari Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan adalah pencatatan perkawinan dibutuhkan di kemudian hari sebagai validitas perkawinan.

Oleh karena itu, untuk mencegah persoalan hukum di kemudian hari, lebih baik pernikahan tersebut dicatatkan untuk memperoleh akta kawin sebagai bukti telah dilakukannya pernikahan. Dalam hal nikah siri sudah terlanjur terjadi, ada baiknya segera melakukan permohonan isbat nikah ke Pengadilan Agama.

Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
KN. KEPULAUAN MENTAWAI
Alamat :
Kontak :

Cari

Terbaru

Pernikahan dan Perceraian
NAFKAH ANAK

Halo Bapak/Ibu. Perkenalkan nama saya

Pertanahan
Jual Beli Tanah dan Bangunan

Halo Bapak/Ibu, perkenalkan saya Iwan

Pernikahan dan Perceraian
perceraian

Min ijin bertanya, mengenai nafkah ba

Pernikahan dan Perceraian
Tentang Anak yang bingung nanti ikut kesiapa

  1. Pada usia berapa anak sudah bisa

Hubungi kami

Email us to [email protected]

Alamat

Jl. Sultan Hasanuddin No.1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan - Indonesia
© 2024 Kejaksaan Republik Indonesia.