Istri saya bekerja di salah satu lembaga pemerintahan. Istri saya merasa keberatan atas Keputusan yang ditujukan kepada istri saya yang dikeluarkan oleh pimpinannya apakah istri saya wajib melakukan upaya administratif terhadap Keputusan tersebut?
Untuk dapat dilakukan upaya administratif, maka Keputusan yang saudara maksud harus dapat dikategorikan sebagai Keputusan badan/pejabat pemerintahan.
Menurut Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU PTUN), Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Semenjak diterbitkannya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP), keputusan tata usaha negara mengalami perluasan makna dari yang sebelumnya diatur dalam UU PTUN. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka 7 UU AP, keputusan administrasi pemerintahan yang juga disebut keputusan tata usaha negara atau keputusan administrasi negara yang selanjutnya disebut keputusan adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Upaya administratif terhadap suatu keputusan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 75 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang harus dilakukan secara bertahap dan kumulatif.
Pasal 75 Ayat 1 UU AP, mengatur, :
Warga Masyarakat yang dirugikan terhadap Keputusan dan/atau Tindakan dapat mengajukan Upaya Administratif kepada Pejabat Pemerintahan atau Atasan Pejabat yang menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan.
Pasal 76 ayat (3) UU AP, mengatur :
Dalam hal Warga Masyarakat tidak menerima atas penyelesaian banding oleh Atasan Pejabat, Warga Masyarakat dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan.
Selain itu harus merujuk pada ketentuan pasal 48 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 jo UndangUndang No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, disebutkan sebagai berikut :
Permasalahan istilah dapat dalam Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Administrasi Pemerintahan mengundang polemik dalam pelaksanaan upaya administratif. Sebagian berpendapat bahwa, dengan menggunakan kata dapat maka dapat dimaknai alternatif atau pilihan untuk mengajukan upaya administratif terlebih dahulu atau langsung mengajukan gugatan ke pengadilan. Sedangkan sebagian lain berpendapat upaya administratif harus ditempuh oleh warga masyarakat sebelum mengajukan gugatan ke pengadilan tata usaha negara.
Perbedaan pandangan tersebut dijawab oleh Mahkamah Agung dengan memberlakukan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2017 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan, hasil rumusan Kamar Tata Usaha Negara poin 3 huruf d menetapkan bahwa upaya administratif dalam bentuk keberatan/banding administratif sesuai ketentuan Pasal 75 ayat (1) adalah berbentuk pilihan hukum. Selanjutnya dalam poin e disebutkan, dalam hal warga masyarakat tidak menerima atas penyelesaian banding dapat dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, sebagaimana Pasal 1 angka 18 dan Pasal 76 ayat (3). Berdasarkan kesepakatan rapat pleno kamar tersebut, juga berdampak pada kewenangan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) sebagai pengadilan tingkat pertama yang berwenang mengadili sengketa setelah adanya banding administratif.
Pada beberapa praktik pengajuan upaya administratif, terdapat perbedaan dalam penerapan oleh warga masyarakat diantaranya sengketa kepegawaian yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Undang-Undang ASN), pertanahan yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan (Permen ATR/BPN Nomor 21 Tahun 2020). Dalam sengketa kepegawaian memang telah diatur dalam Undang-Undang ASN yang menetapkan pengajuan keberatan diajukan secara tertulis kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum dan banding administratif diajukan kepada badan pertimbangan ASN, sedangkan dalam praktik tidak demikian. Bahwa sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2021 tentang Upaya Administratif dan Badan Pertimbangan Aparatur Sipil Negara, pengajuan upaya administratif dengan menggunakan Undang-Undang ASN seringkali oleh sebagian tidak dianggap oleh Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara tidak implementatif, karena instrumen hukum baik tenggang waktu penyelesaian dan lembaga pengajuan banding administratif belum ada. Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menilai penggugat dianggap mengajukan upaya administratif berupa keberatan dengan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan.
Berdasarkan ketentuan sebagaimana yang telah diuraikan di atas, jika kita merujuk pada UU ASN, maka sebaiknya istri saudara dapat melakukan upaya administratif terlebih dahulu dengan mengajukan keberatan yang diajukan secara tertulis kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum dan banding administratif diajukan kepada badan pertimbangan ASN.