Jika suami saya dekat dengan Seorang wanita bekerja di kantor. Mereka mulai berbagi rahasia dan menghabiskan waktu bersama di luar jam kerja. Meskipun awalnya hanya pertemanan, hubungan itu berkembang menjadi perselingkuhan. Sedangkan statusnya masih menikah. Apakah saya bisa memenjarakan suami dan pelakor itu?
Selamat datang di Halo JPN. Kami akan membantu menjawab permasalahan hukum anda.
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu istilah ‘pelakor’, yaitu akronim dari perebut lelaki orang. Berdasarkan peristiwa yang banyak terjadi saat ini, istilah pelakor identik dengan perempuan yang merebut seorang laki-laki (suami) dari istri sahnya. Perbuatan tersebut biasanya dikenal dengan istilah selingkuh.
Kemudian selingkuh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (“KBBI”) adalah yang:
Pada dasarnya, menurut Pasal 1 Undang -Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, hukum perkawinan di Indonesia menentukan tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun, dalam upaya mewujudkan tujuan itu, pasangan suami-istri akan menemui bermacam batu ujian, salah satunya adanya perselingkuhan baik dari pihak suami atau istri.
Selain dilarang oleh agama, perselingkuhan juga dapat menjadi pemicu retaknya rumah tangga. Jika perselingkuhan telah mengarah ke perbuatan zina yaitu melakukan hubungan badan atau hubungan seksual dengan pasangan sah orang lain, maka suami/istri dari pasangan yang melakukan zina dapat melaporkan istri/suaminya ke polisi atas dasar perzinaan dengan dasar hukum sebagai berikut.
Pasal 284 KUHP
1 a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) berlaku baginya;
b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27 KUHPerdata berlaku baginya.
2. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin;
b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 KUHPerdata berlaku baginya.
2. Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 KUHPerdata, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga.
Adapun jika akan melaporkan kepada polisi, apa saja bukti perselingkuhan yang bisa digunakan? Setidak-tidaknya terdapat alat bukti yang sah menurut Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana, yaitu:
Selain alat bukti tersebut di atas, tidak menutup kemungkinan Anda dapat menggunakan bukti-bukti elektronik berupa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagaimana diatur di dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Putusan MK Nomor 20/PUU-XIV/2016. Misalnya foto, video, chat, dan lain sebagainya.
Perlu Anda perhatikan bahwa bukti-bukti perselingkuhan tersebut haruslah mengarah pada persetubuhan atau perzinaan agar memenuhi unsur Pasal 284 KUHP.
R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 209) menjelaskan mengenai gendak/overspel atau yang disebut zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan istri atau suaminya.
Apabila dalam suatu perbuatan selingkuh telah terjadi perbuatan zina dapat dikenakan Pasal 284 KUHP. Namun, untuk dikenai pasal tersebut, persetubuhan itu harus dilakukan atas dasar suka sama suka, tidak boleh ada paksaan dari salah satu pihak.
R. Soesilo lebih lanjut dalam halaman yang sama pun menambahkan bahwa pengaduan ini tidak boleh dibelah. Artinya apabila Anda mengadukan bahwa suami Anda telah berzina dengan perempuan lain, maka suami Anda maupun perempuan tersebut yang turut melakukan perzinaan, kedua-duanya harus dituntut.
Masih dari buku yang sama, R. Soesilo menegaskan tindak pidana perzinaan merupakan suatu delik aduan yang absolut, artinya tidak dapat dituntut apabila tidak ada pengaduan dari pihak suami atau istri yang dirugikan.
R. Soesilo menambahkan bahwa pengaduan ini tidak boleh dibelah. Apabila laki-laki (A) mengadukan bahwa istrinya (B) telah berzina dengan laki-laki lain (C), maka (B) sebagai yang melakukan perzinaan dan C sebagai yang turut melakukan perzinaan, kedua-duanya harus dituntut.
Akan tetapi, karena pada dasarnya upaya hukum pidana seharusnya merupakan ultimum remidium (upaya terakhir) dalam penyelesaian suatu masalah, kami menyarankan bagi pasangan sah yang dirugikan untuk lebih mengedepankan upaya kekeluargaan dengan pasangan (suami) maupun pelakor tersebut dengan mengingat tujuan dari suatu perkawinan itu sendiri.
Demikian jawaban dari kami semoga bermanfaat.