saya beli sebuah tanah adat untuk pertambangan. setelah berhsail jual beli, pihalk penjual mengklaim bahwa yang dijual hanya tanah permukaan nya saja, tetapi tidak dgn hasil alam nya. jadi mereka meminta untuk bagi hasil. padahal jual beli ini tidak ada perjanjian tsbt. bagaimana jual beli ini sebenarnya
Jawaban:
Sebelum menjawab pertanyaan saudara, maka kita perlu memahami perjanjian jual beli secara adat dan ketentuan peraturan perundang-undangan mengingat objek permasalahan terkait dengan perjanjian jual beli sebuah tanah adat.
Menurut Subekti dalam bukunya yang berjudul Hukum Perjanjian yang diterbitkan oleh PT Intermasa tahun 2005, pada halaman 79 menyebutkan jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Jual beli adalah suatu perjanjian konsensuil artinya ia sudah dilahirkan sebagai suatu perjanjian yang sah pada detik tercapainya sepakat antara penjual dan pembeli unsur-unsur yang pokok (essentialia) yaitu barnag dan harga, biarpun jual beli itu mengenai barang yang tak bergerak.
Jual beli merupakan perbuatan hukum yang paling banyak berlangsung di masyarakat. Jual beli dalam pengertian sehari-hari dapat diartikan sebagai suatu perbuatan dimana seseorang menyerahkan uang untuk mendapatkan barang yang dikehendaki. Pengertian jual beli tanah menurut Hukum Adat yaitu perbuatan hukum penyerahan tanah untuk selama-lamanya dengan penjual menerima pembayaran sejumlah uang, yaitu harga pembelian. (Sutedi, 2010)
Jual beli tanah menurut hukum adat atau lazim dinamakan jual lepas bersifat terang dan tunai. Terang artinya peralihan hak atas tanah dari penjual kepada pembeli harus dilakukan dihadapan Kepala Adat atau Kepala Desa. Tunai artinya peralihan hak atas tanah dari penjual kepada pembeli terjadi serentak dan secara bersamaan dengan pembayaran harga (dianggap lunas walaupun kenyataannya hanya dibayar muka/panjar) dari pembeli kepada penjual.
Ada beberapa pendapat tentang jual lepas tersebut, diantaranya :
Boedi Harsono mengatakan, bahwa jual beli tanah dalam Hukum Adat merupakan perbuatan hukum pemindahan hak dengan pembayaran tunai, artinya harga yang disetujui bersama dibayar penuh pada saat dilakukan jual beli yang bersangkutan.
Jual beli tanah dalam hukum adat itu antara lain :
Kemudian menurut ketentuan peraturan perundang-undangan, secara khusus berdasarkan Pasal 1457, 1458 dan 1459 KUH Perdata, jual beli tanah adalah suatu perjanjian dimana satu pihak mengikatkan dirinya untuk menyerahkan tanah dan pihak lainnya untuk membayar harga yang telah ditentukan. Pada saat kedua belah pihak telah mencapai kata sepakat, maka jual beli dianggap telah terjadi, walaupun tanah belum diserahkan dan harga belum dibayar. Akan tetapi, walaupun jual beli tersebut dianggap telah terjadi, namun hak atas tanah belum beralih kepada pihak pembeli. Agar hak atas tanah beralih dari pihak penjual kepada pihak pembeli, maka masih diperlukan suatu perbuatan hukum lain, yaitu berupa penyerahan yuridis (balik nama). Penyerahan yuridis (balik nama) ini bertujuan untuk mengukuhkan hak - hak si pembeli sebagai pemilik tanah yang baru.
Bahwa pembuktian bahwa hak atas tanah tersebut dialihkan, maka harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan PPAT yaitu akta jual beli yang kemudian akan dijadikan dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 95 ayat 1 huruf a Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Akta Jual Beli yang dibuat dihadapan PPAT tersebut bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah (pembeli tanah).
Dalam proses pembuatan akta jual beli yang dibuat dihadapan PPAT, dibutuhkan langkah-langkah yang harus dilalui oleh PPAT sebelum dilakukan penandatanganan akta jual belinya oleh para pihak yang berkepentingan, sebagai berikut:
Kemudian perlu diketahui bahwa salah satu asas yang dianut oleh hukum agrarian nasional adalah asas pemisahan horizontal. Asas pemisahan horizontal adalah asas yang berprinsip bahwa setiap perbuatan hukum mengenai hak-hak atas tanah, tidak dengan sendirinya meliputi perbuatan hukum atas benda-benda yang ada di atas tanah tersebut.
Makna asas pemisahan horizontal ini dari pendapat beberapa ahli seperti Imam Sudiyat menyatakan hal yang mirip bahwa asas pemisahan horizontal adalah pemilikan atas tanah dan benda atau segala sesuatu yang berdiri di atas tanah itu terpisah. Asas pemisahan horizontal memisahkan tanah dengan benda lain yang melekat pada tanah itu.
Boedi Harsono menyatakan bahwa dengan adanya asas pemisahan horizontal ini, subjek pemegang hak atas tanahnya bisa berbeda dengan subjek atas kepemilikan bangungan gedung, sehingga tanah dan bangunan akan tunduk pada hukum yang berbeda, tanah akan tunduk pada hukum tanah, sedangkan bangunannya akan tunduk pada hukum perhutangan yang mengatur kekuasaan hak atas benda bukan tanah. Jadi dalam hukum pertanahan, menganut asas pemisahan horisontal secara mutatis mutandis dimana asas ini menegaskan bahwa tanah dan bangunan bukanlah merupakan suatu kesatuan.
Asas pemisahan horizontal dalam struktur hak atas tanah yang dianut oleh UUPA sebagaimana diatur Pasal 16 UUPA terwujud dalam Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Guna Bangunan yang lahir dari hak Pengelolaan dan hak Milik, dll.
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA) istilah jual beli hanya disebutkan dalam Pasal 26 yaitu yang menyangkut jual beli hak milik atas tanah. Dalam pasal-pasal lainnya tidak ada kata yang menyebutkan jual beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Sedangkan, definisi jual beli tanah menurut Prof. Boedi Harsono adalah penyerahan hak atas tanah yang dijual kepada pembeli yang pada saat yang sama membayar penuh kepada penjual harga yang telah disetujui bersama. Berdasarkan Pasal 5 UUPA maka jual beli tanah setelah berlakunya UU ini mempergunakan sistem dan asas dalam hukum adat.
Berdasarkan ketentuan di atas, maka perlu diketahui perjanjian jual beli tanah secara yang dilakukan apakah secara adat atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jika secara adat dilakukan secara terang dan tunai, namun harus dijelaskan jenis jual beli tanah adat apa yang dilakukan. Kemudian jika berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, maka tentu ada akta jual belinya sebagaimana yang dijelaskan diatas, namun harus dijelaskan jenis perjanjian jual beli apa yang dilakukan apakah jual beli tanah yang terwujud dalam Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Guna Bangunan yang lahir dari hak Pengelolaan dan hak Milik, dll. Jika jual beli tersebut dilakukan atas tanah di wilayah pertambangan, maka hak atas tanah yang digunakan harus mendapat izin dari pemerintah terlebih dahulu. Dan dalam kasus ini, jika jual beli tanah telah dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang maka tidak dapat dilakukan pembagian hasil karena tidak ditentukan dalam perjanjian jual beli tanah tersebut.