Bagaimana saya bisa memproses atau cara untuk menagih hutang kepada teman yang sudah menghindar ketika di tagih hutangnya atau tidak merespon sama sekali padahal lihat di media sosialnya dia selalu aktif.
Terimakasih atas kepercayaan Saudara kepada halo JPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut :
Terdapat beberapa cara yang bisa digunakan untuk melakukan penagihan hutang, antara lain:
Hal pertama yang harus dilakukan adalah melakukan penagihan secara langsung kepada pihak debitur (yang memiliki utang) dengan cara halus dan kekeluargaan. Bujuklah pihak tersebut agar bisa bertemu dan mengobrol terkait hutang tersebut. Jangan menagih dengan tegas dan keras karena hal tersebut akan membuat debitur semakin enggan untuk membayar. Begitu juga jangan mencoba menagih dengan sindiran-sindiran. Sindiran hutang biasanya menjadi sindiran yang cukup sensitif dan membuat orang akan risih mendengarnya dan justru semakin membuat pihak tersebut defensif serta tidak mau membayar hutang tersebut.
2. Simpan Bukti
Jika orang tersebut tidak kunjung membayar juga, kumpulkanlah bukti-bukti seperti surat pernyataan menampilkan jumlah yang dipinjam. Waktu pembayarannya pun harus tertera dalam surat itu. Surat pernyataan akan menjadi bukti kuat dalam pengadilan nanti.
3. Mengirim Somasi
Jika menagih secara langsung tidak berhasil, Anda bisa mengirim somasi sebagai peringatan tertulis kepada orang tersebut untuk membayar hutang. Somasi sendiri tercantum dalam Pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
Sesuai dengan Pasal 1243 KUHPerdata, Somasi juga merupakan dokumen yang menjadi bukti wanprestasi ketika penggugat menyampaikan gugatan ke pengadilan. Pasal 1243 KUH Perdata menyebutkan bahasawannya tuntutan mengenai wanprestasi suatu perjanjian hanya bisa dilakukan apabila si yang berutang tetap melalaikan kewajibannya meski telah diberi suatu peringatan bahwa dia melalaikan kewajibannya.
Pasal 1243 KUHPerdata menyatakan bahwa, Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.
4. Mengajukan Gugatan ke Pengadilan
Setelah melakukan berbagai cara menagih hutang ke orang yang susah bayar, Anda bisa mengajukan gugatan ke pengadilan. Nantinya, hakim akan dapat menilai gugatan tersebut dapat diterima atau tidak.
Dalam gugatan tersebut, menurut Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian, Kreditur dapat mengajukan beberapa bentuk petitum, antara lain:
Menurut Subekti, konsekuensi ganti rugi wanprestasi yang harus dipenuhi debitur kepada kreditur mencakup:
Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, telah mengatur bahwa sengketa utang piutang tidak boleh dipidana penjara. Pasal 19 ayat (2) berbunyi, Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang,
Namun dalam praktiknya, beberapa sengketa utang piutang yang tidak dapat diselesaikan secara musyawarah justru malah dilaporkan ke pihak kepolisian dengan dasar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan dan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan. Pengecualian ini dapat terjadi ketika perkara perdata berupa wanprestasi memenuhi beberapa unsur, yakni apabila perjanjian telah dibuat dengan memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat atau rangkaian kebohongan. (tindakan didasarkan niat jahat)
Selain itu, terdapat pengecualian dalam hal pembayaran utang menggunakan cek (cheque) yang kosong atau tidak ada dananya. Pembayaran dengan cek kosong langsung direferensikan ke Pasal 378 KUHP tentang Penipuan, yang telah menjadi Yurisprudensi Mahkamah Agung No 1036K/PID/1989 yang berbunyi: bahwa sejak semula terdakwa telah dengan sadar mengetahui bahwa cek-cek yang diberikan kepada saksi korban adalah tidak didukung oleh dana atau dikenal sebagai cek kosong, sehingga dengan demikian tuduhan "penipuan" harus dianggap terbukti.