anak saya pacaran sama lelaki yang cerai secara agama selama 1 tahun dan belum diurus cerai ke pengadilan. Dia ingin melamar dan menikahi anak saya. Yang saya ingin tanyakan apakah anak saya boleh menerima lamarannya dan melanjutkan pernikahan, hukumnya bagaimana? Terima kasih.
Secara agama, perceraian lelaki dengan mantan istrinya itu memang sah. Akan tetapi, lelaki tersebut belum sah bercerai secara hukum negara karena belum ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa perceraian telah resmi terjadi.
Hal ini sebagaimana ketentuan Pasal 39 ayat (1) UU Perkawinan yang menerangkan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Selain itu, Pasal 115 KHI juga menegaskan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Dengan kata lain, jika mengacu ketentuan Pasal 39 ayat (1) UU Perkawinan dan Pasal 115 KHI, perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan. Lebih lanjut, adapun yang dimaksud dengan pengadilan menurut Pasal 1 huruf b PP 9/1975 adalah Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri bagi yang lainnya.
Menyambung pertanyaan Anda, apabila perceraian terjadi di muka pengadilan, sementara lelaki itu ingin melamar kemudian menikahi Anda, itu berarti lelaki tersebut harus mengurus perceraiannya terlebih dahulu. Jika lelaki itu tidak juga mengurus perceraiannya, akan tetapi kemudian menikahi Anda, ini berarti lelaki tersebut melakukan poligami.
Pada dasarnya, UU Perkawinan menganut asas monogami, di mana suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. Namun, berdasarkan UU Perkawinan, pengadilan dapat memberikan izin bagi suami untuk memiliki lebih dari satu istri apabila dikehendaki pihak yang bersangkutan.
Lebih lanjut, ketentuan Pasal 9 UU Perkawinan mengatur ketentuan bahwa seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi, kecuali dalam pihak suami diberikan izin oleh pengadilan untuk menikah lagi dan telah memenuhi sejumlah alasan yang diatur dalam ketentuan Pasal 4 ayat (2) UU Perkawinan, yakni:
Dengan demikian, pada dasarnya lelaki tersebut masih berstatus sebagai suami orang lain dan tidak boleh menikah lagi jika perkawinannya belum putus. Dengan kata lain, lelaki tersebut tidak dapat menikahi Anda tanpa persetujuan dari istrinya yang belum diceraikannya secara resmi di pengadilan dan/atau tanpa memenuhi alasan di atas.
Sahnya Perceraian
Putusan mengenai gugatan perceraian itu diucapkan dalam sidang terbuka dan suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat-akibatnya terhitung sejak saat pendaftarannya pada daftar pencatatan kantor pencatatan oleh pegawai pencatat.
Bagi mereka yang beragama Islam, suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat-akibatnya terhitung sejak terhitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Di samping itu, talak/cerai yang diakui secara hukum negara adalah yang dilakukan atau diucapkan oleh suami di Pengadilan Agama. Sebagai informasi, talak adalah ikrar suami di hadapan Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan.
Lebih lanjut, penjatuhan talak oleh suami diatur dalam Pasal 129 KHI yang berbunyi:
Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada isterinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal isteri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.
Dengan kata lain, talak yang diakui secara hukum negara adalah yang dilakukan atau diucapkan oleh suami di Pengadilan Agama. Sehubungan dengan ini, apabila talak diucapkan di luar pengadilan, maka hukumnya hanya sah menurut hukum agama saja, tetapi tidak sah menurut hukum negara. Akibatnya, ikatan perkawinan antara suami–istri yang terlibat belum putus secara hukum.
Risiko Hukum Menerima Lamaran
Menerima lamaran seseorang yang belum resmi bercerai sebenarnya tidak ada dampak hukumnya. Namun, Anda sebaiknya tidak menerima lamarannya karena Anda harus memikirkan konsekuensinya jika Anda kemudian menikah dengan lelaki tersebut. Hal ini tentu menimbulkan risiko hukum bagi Anda dan lelaki tersebut.
Kemungkinan risiko hukum yang akan Anda dan lelaki itu terima adalah pembatalan perkawinan jika lelaki tersebut pada akhirnya menikah Anda tanpa persetujuan istri sebelumnya. Perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.
Lebih lanjut, pihak istri dari pasangan Anda yang belum bercerai di muka pengadilan berhak mengajukan pembatalan perkawinan karena alasan perkawinan masih terikat dengan dirinya.