Apa saja hak dan kewajiban anak angkat berkaitan dengan warisan, baik itu harta maupun hutang dari orang tua angkat?
Terima kasih sebelumnya kami ucapkan kepada saudari atas pertanyaan yang diajukan.
Menurut Pasal 1 angka 9 UU 35/2014, anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.
Sementara, menurut Pasal 171 huruf h KHI anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan, dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan.
Mengenai anak angkat tanpa surat adopsi dapat memperhatikan ketentuan dalam Putusan MA No. 1413 K/Pdt/1988 yang memuat kaidah hukum apakah seseorang adalah anak angkat atau bukan, tidak semata-mata tergantung pada formalitas-formalitas pengangkatan anak, tetapi dilihat dari kenyataan yang ada, yaitu bahwa ia sejak bayi dipelihara, dikhitankan, dan dikawinkan oleh orang tua angkatnya.
Mengenai hak dan kewajiban anak angkat, kami akan mendasarkan pada ketentuan dalam KUH Perdata dan hukum Islam yaitu KHI.
Sebagai anak angkat, saudari tidak memiliki hak waris dari orang tua angkat saudari. Sebab, secara hukum hak waris timbul karena hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris. Hal ini berdasarkan pada ketentuan dalam Pasal 832 KUH Perdata, bahwa yang berhak menjadi ahli waris adalah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau istri yang hidup terlama.
Selain itu, dalam Pasal 174 ayat (1) KHI ditentukan bahwa ahli waris dikelompokkan berdasarkan hubungan darah dan menurut hubungan perkawinan. Oleh karena anak angkat tidak dapat dikategorikan sebagai orang yang memiliki hubungan darah maupun hubungan perkawinan dengan orang tua angkatnya, maka anak angkat tidak dapat menjadi ahli waris dan tidak memiliki hak waris.
Meski demikian, anak angkat tetap dapat menerima hibah wasiat dari orang tua angkatnya. Namun, jika anak angkat tidak menerima wasiat, maka menurut Pasal 209 ayat (2) KHI anak angkat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.
Pasal 1676 KUH Perdata juga menyatakan bahwa setiap orang diperbolehkan memberi atau menerima hibah kecuali mereka yang menurut undang-undang dinyatakan tidak mampu untuk itu.
Terkait dengan hak anak angkat atas harta orang tua angkatnya juga ditegaskan dalam Yurisprudensi MA No. 1/Yur/Ag/2018 dengan kaidah hukum sebagai berikut: “Wasiat Wajibah dapat diberikan tidak hanya kepada anak angkat sebagaimana diatur dalam Pasal 209 KHI namun juga dapat diberikan kepada ahli waris yang tidak beragama Islam.”
Lebih lanjut, dalam yurisprudensi tersebut dijelaskan pula bahwa anak angkat pada dasarnya bukan ahli waris tetapi dapat diberikan wasiat wajibah jika tidak mendapatkan wasiat dari pewaris (orang tua angkat) dengan ketentuan porsinya tidak lebih dari 1/3 dari harta waris.
Selanjutnya, menurut KUH Perdata, jika pewaris meninggal dunia maka ahli waris berhak mendapatkan harta warisan, baik itu utang maupun piutangnya. Artinya, ahli waris wajib membayar utang pewaris kecuali jika ahli waris menolak warisan yang dinyatakan secara tegas di kepaniteraan pengadilan negeri.
Sementara itu, jika merujuk pada hukum Islam, Pasal 175 KHI menjelaskan bahwa salah satu kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah menyelesaikan utang-utang berupa pengobatan, perawatan, termasuk kewajiban pewaris maupun penagih piutang. Adapun, tanggung jawab ahli waris terhadap utang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalannya.
Sehingga, secara hukum Islam, ahli waris hanya dibebani kewajiban membayar utang sebatas jumlah harta warisan atau peninggalannya.
Namun demikian, karena saudari berstatus sebagai anak angkat, maka saudari bukanlah ahli waris. Sehingga, secara hukum, anak angkat tidak mempunyai kewajiban untuk membayar utang-utang orang tua angkatnya (pewaris).
Demikian jawaban dari kami atas permasalahan saudari. Apabila saudari masih merasa bingung ataupun kurang memahami jawaban dari kami, dipersilahkan kepada saudari untuk mendatangi dan berkonsultasi secara langsung dengan tim Jaksa Pengacara Negara pada Kantor Pengacara Negara Kejaksaan Negeri Pasaman Barat yang beralamat di Jalan Soekarno – Hatta Nagari Lingkuang Aua Kecamatan Pasaman Kabupaten Pasaman Barat.
Sekian dari kami. Terima kasih.