Izin Bapak/Ibu, saya mau bertanya masalah hutang piutang.
Ada teman saya berhutang dengan saya sejumlah 15jt untuk modal dia usaha pada tahun 2018, dengan sukarela saya meminjamkan uang tersebut tanpa adanya kesepakatan hitam di atas putih. Tetapi sampai saat ini belum di bayar dan sudah sering saya tagih.
Baiknya bagaimana pak/bu? Apakah bisa saya tuntut ke jalur hukum?
Sebelumya kami ucapkan terima kasih atas pertanyaannya.
Kami Tim Konsultasi Hukum Gratis (TAIS) Jaksa Pengacara Negara Kejaksaan Negeri Seluma senang bisa membantu Saudara.
Sobat Adhyaksa Kejari Seluma,
Atas Pertanyaan Sdr. mengenai Piutang Sdr. yang tidak dibayar dimana tidak adanya kesepakatan hitam diatas putih / perjanjian tertulis , jawaban dari kami adalah sebagai berikut:
Permasalahan hubungan antar individu berada dalam ranah hukum Privat dan dalam hal ini di Negara kita hubungan Privat ini diatur dalam suatu produk hukum bernama Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Untuk membahas lebih jauh kita harus mengerti terlebih dahulu pergertian dari perjanjian atau kesepakatan tersebut:
Dalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dijelaskan bahwa Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Sedangkan menurut Pendapat Ahli/Pakar Hukum (K.M.R.T Tirtodiningrat) Perjanjian adalah perbuatan hukum yang didasari oleh kesepakatan antara kedua belah pihak atau lebih yang akibat hukumnya dapat dipaksakan oleh ketentuan undang-undang yang berlaku.
Sedangkan Syarat suatu perjanjian / Kesepakatan diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berbunyi:
1) kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2) kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3) suatu pokok persoalan tertentu;
4) suatu sebab yang tidak terlarang.
Dalam Kasus Sdr. dengan demikian seperti yang telah dijelaskan mengenai syarat sahnya perjanjian pada rumusan Pasal 1320 KUHPerdata di atas, tidak ada keharusan bahwa suatu perjanjian harus dibuat secara tertulis. Dengan demikian perjanjian/kesepakatan yang Sdr. buat bersama pihak yang berhutang adalah suatau perjanjian yang sah.
Perjanjian lisan menurut hukum adalah sah dan mengikat selama memenuhi Syarat Sahnya Perjanjian yakni para pihak sepakat dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Lantas kenapa Suatu Perjanjian sebaiknya tertulis, hal ini menjadi penting untuk memberikan kepastian hukum dalam hal jika dikemudian hari terdapat sengketa antara pihak-pihak.
Atas pertanyaan Sdr. yang menyampaikan apakah bisa Sdr. menempuh jalur hukum jika tidak ada perjanjian tertulis atau perjanjian lisan, jawabanya BISA anda tetap bisa membuat gugatan wanprestasi atas perjanjian lisan tersebut, namun nantinya akan menjadi sulit dalam pembuktiannya dipengadilan, sebab didalam Pasal 1866 KUHPerdata mengatur mengenai alat-alat bukti yang terdiri dari:
1. Bukti tulisan;
2. Bukti dengan saksi;
3. Persangkaan;
4. Pengakuan; dan
5. Sumpah.
Dengan demikian karena tidak adanya bukti tulisan/surat Sdr. harus mempersiapkan ada tidaknya saksi yang mengetahui adanya perjanjian tersebut atau pengakuan dari pihak yang berhutang.
Memang sebaiknya sebelum menempuh jalur hukum, kami menyarankan agar diambil jalan penyelesaian secara kekeluargaan maupun mediasi untuk mencari solusi atas permasalahan Sdr. namun jika tidak ada solusi lain Sdr. tetap bisa menempuh jalur hukum dengan membuat gugatan perdata ke Pengadilan Negeri
Bahwa Kasus Sdr. menjadi pembelajaran kepada kita semua apapun bentuk perjanjian / kesepakatan sebaiknya kedepannya dituangkan secara tertulis untuk menjamin kepastian hukum kepada phak-pihak yang membuat kesepakatan/perjanjian.