Assalamualaikumm.
Semoga bapak para jaksa selalu diberikan kesehatan dalam menjalankan tugas.
Saya ingin menanyakan pertanyaan permasalahan hukum dari teman saya.
Teman saya ini 3 bersaudara laki-laki semua sebut saja nama mereka 1.Mio 2.Vario dan 3.Scoopy (Teman saya adalah) Si Mio. diantara mereka bertiga yang sudah berkluarga adalah si Mio. Si Vario menggadaikan sepetak tanah yang ia miliki dari hasil warisan almarhum orang tua mereka kepada seseorang dengan membuat suatu perjanjian tertulis dengan adik (Scoopy) menjadi salah satu saksi. dalam satu tahun berjalan masa gadai tanah tersebut si vario meninggal dunia, nah setelah meninggal tersebut datang seseorang tersebut meminta kejelasan dan menagih pertanggungjawaban atas Hutang (Gadai Tanah) tersebut kepada si scoopy karena orang tersebut mengganggap si scoopy ikut bertanggungjawab selain karena saudara ia juga tertulis dalam perjanjian tersebut sebagai saksi.
Bagaimana Solusi atas permasalahan hutang piutang (Gadai) tersebut ?
Terima kasih atas kepercayaan Saudara kepada halo JPN
Sebelum kami menjelaskan lebih jauh, Kami akan menjelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan Gadai. Gadai berdasar pada Pasal 1150 BW menjelaskan bahwa Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu benda, yang diserahkan kepadanua oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas Namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang yang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan. Dan apabila Gadai tersebut yang dilakukan Vario dengan Kreditornya tersebut dituangkan ke dalam bentuk tertulis maka akan memudahkan perbuatan hukum lainnya semisal mengalihkan atau menjual jaminan kebendaan tersebut.
Jika kita memahami apa yang ada dalam Pasal 1155 BW yang menjelaskan bahwa Bila oleh pihak-pihak yang berjanji tidak disepakati lain, maka jika debitur atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajibannya, setelah lampaunya jangka waktu yang ditentukan, atau setelah dilakukan peringatan untuk pemenuhan perjanjian dalam hal tidak ada ketentuan tentang jangka waktu yang pasti, kreditur berhak untuk menjual barang gadainya dihadapan umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat dan dengan persyaratan yang lazim berlaku, dengan tujuan agar jumlah utang itu dengan bunga dan biaya dapat dilunasi dengan hasil penjualan itu. Bila gadai itu terdiri dan barang dagangan atau dan efek-efek yang dapat diperdagangkan dalam bursa, maka penjualannya dapat dilakukan di tempat itu juga, asalkan dengan perantaraan dua orang makelar yang ahli dalam bidang itu.
Berdasarkan ketentuan tersebut maka timbul lah Hak Kreditur (Penerima Gadai) untuk melakukan pengalihan ataupun menjual objek gadai tersebut jika sampai Vario (Debitur) lalai dalam memenuhi perjanjiannya.
Namun jika dicermati terkait pertanyaan yang Saudara ajukan dapat menggambarkan bahwa perjanjian tersebut merupakan perjanjian yang berada di bawah tangan atau bukan akta otentik di hadapan notaris sebagai pejabat yang berwenang dalam membuat semua bentuk akta otentik. Karena perjanjian tersebut merupakan akta di bawah tangan maka diperlukan adanya Saksi sebagai alat bukti sebagaimana diatur pada Pasal 1865, 1866, dab 1902 BW. Namun tidak semua orang bisa menjadi saksi dalam suatu perjanjian bawah tangan tersebut. Dalam 1912 BW menjelaskan bahwa saksi minimal harus berusia 15 Tahun, dan di 1909 BW menjelaskan bahwa:
Jadi fungsi saksi dalam suatu perjanjian di bawah tangan adalah untuk memperkuat pembuktian apabila terjadi sengketa mengenai suatu perjanjian tersebut.
Demikian Kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan. Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Layanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Mataram secara Gratis.