Supported by PT. Telkom Indonesia
Selasa, 24 Des 2024
Quality | Integrity | No Fees
2023-07-20 07:10:26
Hutang Piutang
HUTANG PINJAMAN ONLINE ILEGAL

Saya mempunyai permasalahan berhutang di salah satu aplikasi pinjaman online sebesar 1 juta rupiah, namun setelah saya mencari informasi tentang aplikasi tersebut ternyata aplikasi tersebut tidak terdaftar pada OJK. Yang saya tanyakan, apakah saya mempunyai kewajiban membayar hutang saya di aplikasi tersebut ataukah tidak perlu, sementara aplikasi tersebut tidak memiliki izin resmi dari pemerintah.

Dijawab tanggal 2023-07-20 07:17:21+07

Perjanjian Pinjam Meminjam
Pada dasarnya, pinjam meminjam telah diatur dalam Bab XIII Buku III KUH Perdata, terutama Pasal 1754 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:

Pinjam pakai habis adalah suatu perjanjian, yang menentukan pihak pertama menyerahkan sejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat bahwa pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama.

Karena merupakan suatu perjanjian, maka pinjam meminjam juga tunduk pada ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata yang menjelaskan bahwa:

Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;

kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
suatu pokok persoalan tertentu;
suatu sebab yang tidak terlarang.
R. Subekti dalam buku Hukum Perjanjian (hal. 17), menerangkan bahwa dua syarat pertama dinamakan syarat subjektif, karena mengenai orang atau subjek yang mengadakan perjanjian. Sedangkan, dua syarat terakhir dinamakan syarat objektif, karena mengenai perjanjiannya sendiri atau objek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.

Jika syarat objektif tidak terpenuhi, perjanjian batal demi hukum. Sedangkan jika syarat subjektif tidak terpenuhi, salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dapat dibatalkan (hal. 20).

Dasar Hukum Pinjaman Online
Layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi sendiri diatur dalam POJK 77/2016. Adapun Pasal 1 angka 3 POJK 77/2016 menerangkan bahwa layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.

Adapun penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (“penyelenggara”) adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.[1]

Selain itu, pemberi pinjaman adalah orang, badan hukum, dan/atau badan usaha yang mempunyai piutang karena perjanjian layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.[2] Sementara, penerima pinjaman adalah orang dan/atau badan hukum yang mempunyai utang karena perjanjian layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.[3]

Secara khusus, Pasal 18 POJK 77/2016 menerangkan bahwa:

Perjanjian pelaksanaan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi meliputi:

perjanjian antara Penyelenggara dengan Pemberi Pinjaman; dan
perjanjian antara Pemberi Pinjaman dengan Penerima Pinjaman.
Selain itu, penyelenggara wajib mengajukan pendaftaran dan perizinan kepada Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”).[4] Terhadap pelanggaran atas kewajiban tersebut, maka berlaku Pasal 47 ayat (1) POJK 77/2016 yang berbunyi:

Atas pelanggaran kewajiban dan larangan dalam peraturan OJK ini, OJK berwenang mengenakan sanksi administratif terhadap Penyelenggara berupa:

peringatan tertulis;
denda, yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;
pembatasan kegiatan usaha; dan
pencabutan izin.
Sanksi administratif berupa denda, pembatasan kegiatan usaha, dan pencabutan izin, dapat dikenakan dengan atau tanpa didahului pengenaan sanksi administratif berupa peringatan tertulis. Sanksi administratif berupa denda dapat dikenakan secara tersendiri atau secara bersama-sama dengan pengenaan sanksi administratif lainnya.[5]

Layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi sendiri diatur dalam POJK 77/2016. Adapun Pasal 1 angka 3 POJK 77/2016 menerangkan bahwa layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.

Adapun penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (“penyelenggara”) adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.[1]

Selain itu, pemberi pinjaman adalah orang, badan hukum, dan/atau badan usaha yang mempunyai piutang karena perjanjian layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.[2] Sementara, penerima pinjaman adalah orang dan/atau badan hukum yang mempunyai utang karena perjanjian layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.[3]

Secara khusus, Pasal 18 POJK 77/2016 menerangkan bahwa:

Perjanjian pelaksanaan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi meliputi:

perjanjian antara Penyelenggara dengan Pemberi Pinjaman; dan
perjanjian antara Pemberi Pinjaman dengan Penerima Pinjaman.
Selain itu, penyelenggara wajib mengajukan pendaftaran dan perizinan kepada Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”).[4] Terhadap pelanggaran atas kewajiban tersebut, maka berlaku Pasal 47 ayat (1) POJK 77/2016 yang berbunyi:

Atas pelanggaran kewajiban dan larangan dalam peraturan OJK ini, OJK berwenang mengenakan sanksi administratif terhadap Penyelenggara berupa:

peringatan tertulis;
denda, yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;
pembatasan kegiatan usaha; dan
pencabutan izin.
Sanksi administratif berupa denda, pembatasan kegiatan usaha, dan pencabutan izin, dapat dikenakan dengan atau tanpa didahului pengenaan sanksi administratif berupa peringatan tertulis. Sanksi administratif berupa denda dapat dikenakan secara tersendiri atau secara bersama-sama dengan pengenaan sanksi administratif lainnya.[5]

KUH Perdata yang menerangkan bahwa:

Pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa.

Berdasarkan ketentuan tersebut, pemberian kuasa memberikan kuasa kepada penyelenggara untuk membuat perjanjian dengan penerima pinjaman atas nama pemberi pinjaman. Maka dari itu, penerima kuasa tersebut haruslah juga memenuhi unsur subjektif dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

Dalam artikel Keabsahan Perjanjian yang Dibuat oleh Eks Pengurus CV, I Ketut Oka Setiawan dalam buku Hukum Perikatan, sebagaimana dikutip Rusti Margareth Sibuea, membedakan ketidakcakapan menjadi:

Ketidakcakapan untuk bertindak (handeling onbekwaamheid), yaitu orang-orang yang sama sekali tidak dapat membuat suatu perbuatan hukum yang sah. Orang-orang ini disebutkan dalam Pasal 1330 KUH Perdata.
Ketidakberwenangan untuk bertindak (handeling onbevoegheid), yaitu orang yang tidak dapat membuat suatu perbuatan hukum tertentu dengan sah.
Akibat dari ketidakberwenangan tersebut adalah tidak terpenuhinya unsur subjektif dalam perjanjian. Maka dari itu, menurut hemat kami, perjanjian yang dilakukan antara pemberi dan penerima pinjaman di saat penyelenggara pinjam meminjam uang secara elektronik berstatus tidak berizin, menjadi dapat dibatalkan. Dalam hal ini, penyelenggara tidak memenuhi unsur kecakapan akibat tidak terdaftar dan berizinnya penyelenggara tersebut.

Apabila perjanjian tersebut dibatalkan, para pihak tunduk pada ketentuan Pasal 1451 KUH Perdata, yang berbunyi:

Pernyataan batalnya perikatan-perikatan berdasarkan ketidakcakapan orang-orang tersebut dalam Pasal 1330, mengakibatkan pulihnya barang-barang dan orang-orang yang bersangkutan dalam keadaan seperti sebelum perikatan dibuat, dengan pengertian bahwa segala sesuatu yang telah diberikan atau dibayar kepada orang tak berwenang, akibat perikatan itu, hanya dapat dituntut kembali bila barang yang bersangkutan masih berada di tangan orang tak berwenang tadi, atau bila ternyata bahwa orang ini telah mendapatkan keuntungan dan apa yang telah diberikan atau dibayar itu atau bila yang dinikmati telah dipakai bagi kepentingannya.

Menurut hemat kami, karena keadaan kembali seperti semula sebelum perjanjian pinjam meminjam dibuat, Anda pada dasarnya berkewajiban mengembalikan semua uang yang telah dipinjam.

Adapun tercatat tidaknya pinjaman Anda dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (“SLIK”) OJK, menurut hemat kami, tidak menentukan keabsahan perjanjian pinjam meminjam yang telah Anda sepakati. Lembaga pinjam meminjam berbasis elektronik sejak semula tidak diwajibkan menjadi pelapor SLIK. Pasal 3 ayat (1) POJK 64/2020 hanya mengatur bahwa:

LJK yang memberikan Fasilitas Penyediaan Dana selain pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), kecuali LJK lainnya yang menyediakan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi, dapat menjadi Pelapor dengan mengajukan permohonan dan memperoleh persetujuan OJK dengan memenuhi persyaratan.

Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
KN. SIDENRENGRAPPANG
Alamat : JL Jend. Sudirman, No. 204, Pangkajene, Majjelling, Sidrap, Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan
Kontak : 87863381972

Cari

Terbaru

Pertanahan
Balik nama

Bagaimana ccara balik nnama ssertifik

Pendirian dan pembubaran PT
Ingin Membuka Usaha

Apabila saya ingin buat usaha, apakah

Hutang Piutang
Hutang Piutang

Saya mempunyai utang pribadi sama tem

Hubungi kami

Email us to [email protected]

Alamat

Jl. Sultan Hasanuddin No.1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan - Indonesia
© 2024 Kejaksaan Republik Indonesia.