Bahwa orangtua saya semasa hidup (alm) sempat berniat menjual sebidang sawah di kampung kepada salah seorang keluarga, dan sebelumnya sudah menyepakati terkait harga jualnya, tetapi tidak dibuatkan perjanjian atau surat pernyataan dan belum ada pembayaran yang kami terima, kemudian orangtua saya meninggal dunia, apakah kesepakatan jual beli tersebut masih dapat dilanjutkan? Terima kasih
Bahwa dalam menjawab pertanyaan dari Sdr. Mendeng, Jaksa Pengacara Negara mengacu pada peraturan sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), dimana kesepakatan yang dimaksud merupakan bentuk perjanjian sebagaimana telah diatur dalam KUH Perdata yang berbunyi :
Pasal 1313 KUH Perdata :
Suatu pesetujuan adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih
Selanjutnya dalam hal dua orang atau lebih telah melakukan kesepakatan maka akibat yang timbul dari suatu kesepakatan tersebut ialah kesepakatan mengikat bagi para pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik, hal demikian sebagaimana telah diatur dalam :
Pasal 1338 KUH Perdata
Semua persetujuan yang dibuat dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan iktikad baik.
Sehingga apabila orangtua saudara (alm) telah melakukan perikatan dengan pihak ketiga yang hendak membeli sebidang sawah milik saudara sebelum orangtua saudara meninggal,maka diantara keduanya telah timbul suatu perikatan yang harus dilaksanakan sebagaimana ketentuan di atas, selain itu R. Subketi dalam bukunya Hukum Perjanjian menjelaskan sebagai berikut :
Bahwa untuk didapatkan adanya suatu perjanjian minimal harus ada dua pihak sebagai subjek hukum, di mana masing-masing pihak sepakat untuk mengikatkan dirinya dalam suatu hal tertentu. Adapun hal tertentu yang dimaksud dapat berupa untuk menyerahkan sesuatu, berbuat sesuatu, maupun untuk tidak berbuat sesuatu. Sedangkan dalam bentuknya perjanjian dapat berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan maupun ditulis.
Kemudian terkait dengan perikatan jual beli, KUHPerdata juga mengatur ketentuan dan keabsahan jual beli tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 1457 KUH Perdata, dan Pasal 1320 KUH Perdata yang berbunyi demikian :
Pasal 1457 KUH Perdata
Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar yang dijanjikan.
Selain itu hal dijanjikan sebagaimana dimaksud dalam pasal di atas akan sah apabila perikatan tersebut memenuhi unsur syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata yakni :
1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu pokok persoalan tertentu;
4. suatu sebab yang tidak dilarang.
Dikaitkan dengan pertanyaan saudara, maka pada dasarnya kesepakatan jual beli tanah berikut harganya merupakan bentuk perjanjian lisan, namun perjanjian lisan mempunyai kelemahan dalan pembuktian, karena perjanjian lisan tidak dituangkan dalam akta tertulis yang dapat membuktikan apabila salah satu pihak ada yang menyangkal di kemudian hari. namun dalam KUH Perdata apabila terdapat salah satu pihak ada yang menyangkali kesepakatan yang dibuat, maka sebagaimana diatur dalam Pasal 1865 KUH Perdata pihak lain yang meyakini perikatan tersebut dapat melakukan hal berikut :
Pasal 1865 KUH Perdata
Setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu
Bahwa kemudian untuk permbuktian adanya perjanjian lisan itu benar adanya, maka secara hukum perdata pihak yang hendak membuktikan perikatan itu dapat memanggil seorang saksi yang mengetahui adanya perikatan, sebagaimana alat pembuktian KUH Perdata yakni :
Pasal 1866 KUH Perdata
Alat Pembuktian meliputi :
1. bukti tertulis;
2. bukti saksi;
3. persangkaan;
4. pengakuan;
5. sumpah.
Semuanya tunduk pada aturan-aturan yang tercantum dalam bab-bab berikut .
selamat siang bpk/ibu jaksa, saya ing
selamat pagi bpk/ibu jaksa, saya dwi
Selamat pagi bpk/ibu Jaksa Kejaksaan