Saya pernah melihat akta jual beli tanah yang ditandatangani oleh Pejabat Kecamatan (Camat), dalam akta tersebut tanah yang menjadi obyek jual beli tertulis bahwa tanah yang dimaksud adalah "BEKAS TANAH ULAYAT". Yang saya ingin tanyakan : 1. Apakah status tanah ulayat dapat dialihkan menjadi hak milik perorangan? 2. Dalam hal apa sehingga status tanah ulayat dapat dijadikan sebagai hak milik perorangan dan apa dasar hukumnya? 3. Bagaimanakah proses atau cara untuk mengubah status tanah ulayat menjadi hak milik perorangan?
Terima Kasih atas kepercayaan Ibu Sausan dengan menggunakan aplikasi Hallo JPN Kejaksaan Republik Indonesia
Berkaitan dengan pertanyaan diatas dapat kami sampaikan penjelasan sebagai berikut :
Tanah Ulayat adalah tanah bersama para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Hak penguasaan atas tanah masyarakat hukum adat dikenal dengan Hak Ulayat. Hak ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya. UU No. 5 Tahun 1960 atau UU Pokok Agraria (UUPA) mengakui adanya Hak Ulayat. Pengakuan itu disertai dengan 2 (dua) syarat yaitu mengenai eksistensinya dan mengenai pelaksanaannya. Berdasarkan pasal 3 UUPA, hak ulayat diakui sepanjang masih ada.
Dengan demikian, tanah ulayat tidak dapat dialihkan menjadi tanah hak milik apabila tanah ulayat tesebut menurut kenyataan masih ada, misalnya dibuktikan dengan adanya masyarakat hukum adat bersangkutan atau kepala adat bersangkutan maka.
Sebaliknya, tanah ulayat dapat dialihkan menjadi tanah hak milik apabila tanah ulayat tersebut menurut kenyataannya tidak ada atau statusnya sudah berubah menjadi bekas tanah ulayat.
Status tanah ulayat dapat dijadikan sebagai hak milik perorangan apabila status tanah ulayat tersebut sudah menjadi tanah negara. Tanah bekas ulayat merupakan tanah yang tidak dihaki lagi oleh masyarakat hukum adat, untuk itu berdasarkan UUPA tanah tersebut secara otomatis dikuasai langsung oleh negara. Dalam praktik administrasi digunakan sebutan tanah negara. Tanah negara itulah yang dapat dialihkan menjadi hak milik perseorangan.
Tanah Ulayat dapat diubah statusnya menjadi hak milik perseorangan apabila tanah tersebut sudah menjadi tanah negara seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tata cara peralihan hak atas tanah negara menjadi hak milik diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 (Permenag/KBPN No. 9/1999). Menurut pasal 9 ayat (1) jo. pasal 11 Permenag/KBPN No. 9/1999, Permohonan Hak Milik atas tanah negara diajukan secara tertulis kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan. Permohonan tersebut memuat (pasal 9 ayat (2) Permenag/KBPN No. 9 Tahun 1999):
Keterangan mengenai pemohon:
a. Apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaannya serta keterangan mengenai istri/suami dan anaknya yang masih menjadi tanggungannya.
Apabila badan hukum: nama, tempat kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya, tanggal dan nomor surat keputusan pengesahan oleh Pejabat yang berwenang tentang penunjukannya sebagai badan hukum yang dapat mempunyai hak milik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik;
a. Dasar penguasaan atau alas haknya, dalam hal ini bisa berupa girik atau surat surat bukti perolehan tanah lainnya;
b. Letak, batas batas dan luasnya;
Jenis tanah (pertanian/non pertanian);
d. Rencana penggunaan tanah;
e. Status tanahnya, dalam hal ini adalah tanah Negara.
3. Lain lain:
a. Keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yang dimohon;
b. Keterangan lain yang dianggap perlu.
Selain itu, permohonan hak milik tersebut juga diikuti dengan lampiran sesuai pasal 10 Permenag/KBPN No. 9 Tahun 1999 yakni sebagai berikut:
1. Mengenai pemohon:
a. Jika perorangan: foto copy surat bukti identitas, surat bukti kewarganegaraan Republik Indonesia.
b. Jika badan hukum: fotocopy akta atau peraturan pendiriannya dan salinan surat keputusan penunjukannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundan-undangan yang berlaku.
2. Mengenai tanahnya:
a. Data yuridis, dalam hal ini sertifikat, girik atau surat surat bukti perolehan tanah lainnya;
b. Data fisik (apabila ada) surat ukur, gambar situasi dan IMB;
c. Surat lain yang dianggap perlu.
3. Surat pernyataan pemohon mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yang dimohon.
Demikian yang dapat kami sampaikan, apabila membutuhkan penjelasan lebih lanjut dapat berkonsultasi di Kantor Kejaksaan Tinggi Aceh pada Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara.