Saya membeli tanah dan rumah dari perumnas pada tahun 2014 dan sudah ada sertifikat hak milik saya. Akan tetapi, beberapa waktu lalu ada orang lain yang mengaku mempunyai tanah yang saya tempati dengan sertifikat hak miliknya juga. Bagaimana aturan hukumnya tentang SHM ganda ini? Apa yang harus dilakukan jika terdapat 2 sertifikat tanah yang dimiliki 2 pihak berbeda namun atas tanah yang sama?
Pertama-tama kami asumsikan bahwa sertipikat hak milik (SHM) yang Anda maksud adalah sertifikat sebagai tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat terhadap tanah. Hal ini tertuang dalam Pasal 1 angka 20 PP 24/1997 yang berbunyi:
Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.
Berdasarkan keterangan yang Anda sampaikan, Anda telah membeli tanah dan bangunan dari Perumnas pada tahun 2014 dan telah terbit SHM terhadap tanah dan bangunan tersebut. Akan tetapi Anda tidak menyebutkan tahun terbitnya SHM yang Anda miliki dan tidak menyebutkan secara jelas tahun terbit SHM orang lain yang mengaku sebagai pemilik tanah yang Anda miliki.
Perlu Anda ketahui bahwa berdasarkan Yurisprudensi MA 5/Yur/Pdt/2018 menyatakan:
Jika terdapat sertifikat ganda atas tanah yang sama, di mana keduanya sama-sama otentik maka bukti hak yang paling kuat adalah sertifikat hak yang terbit lebih dahulu.
Putusan MA 976 K/Pdt/2015 menyatakan bahwa:
...bahwa dalam menilai keabsahan salah satu dari 2 (dua) bukti hak yang bersifat outentik maka berlaku kaedah bahwa sertifikat hak yang terbit lebih awal adalah yang sah dan berkekuatan hukum...
Putusan MA 290 K/Pdt/2016 dan Putusan MA 143 PK/Pdt/2016 menyatakan bahwa:
Bahwa jika timbul sertifikat hak ganda maka bukti hak yang paling kuat adalah sertifikat hak yang terbit lebih dahulu
Berdasarkan yurisprudensi dan putusan MA tersebut, maka Anda dapat membandingkan tahun terbitnya SHM Anda miliki dengan SHM yang dimiliki oleh orang lain. Hal ini bertujuan untuk menentukan sertifikat yang terlebih dahulu terbit adalah sertifikat yang sah dan berkekuatan hukum.
Cara Penyelesaian Sertifikat Tanah Ganda
Adapun langkah hukum yang dapat Anda tempuh jika terdapat sertifikat ganda dalam satu bidang tanah antara lain:
Anda dapat melakukan penyelesaian sertifikat tanah ganda melalui Kantor Pertanahan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 5 Permen ATR/Kepala BPN 21/2020 yang berbunyi:
Pengaduan Sengketa dan Konflik yang selanjutnya disebut Pengaduan adalah keberatan yang diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan atas suatu produk hukum Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, Kantor Pertanahan sesuai kewenangannya atau merasa dirugikan oleh pihak lain menyangkut penguasaan dan/atau kepemilikan bidang tanah tertentu.
Penanganan sengketa dan konflik tanah menurut Pasal 6 ayat (1) Permen ATR/Kepala BPN 21/2020 melalui tahapan sebagai berikut:
Lebih lanjut dalam Pasal 34 ayat (2) dan (3) Permen ATR/Kepala BPN 21/2020 menyebutkan:
Dengan demikian, apabila terdapat sertifikat tanah ganda, Anda dapat melakukan pengaduan ke Kantor Pertanahan agar ditindaklanjuti dan mendapatkan penanganan.
Selain mengajukan pengaduan kepada Kantor Pertanahan, Anda juga dapat mengajukan gugatan pembatalan terhadap SHM ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), karena menurut hemat kami SHM telah memenuhi unsur sebagai Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 9 UU 51/2009. Unsur yang dimaksud yaitu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh pejabat tata usaha negara/TUN (dalam hal ini Kantor Pertanahan/BPN) yang berisi tindakan hukum TUN, bersifat konkret, individual dan final dan menimbulkan akibat hukum bagi seseorang.
Ketentuan mengenai Pembatalan terhadap KTUN diatur dalam Pasal 53 ayat (1) UU 9/2004 yang berbunyi:
Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi.
Hal tersebut juga diatur dalam Lampiran SE Ketua MA 10/2020 halaman 5 yang menyebutkan:
Pembatalan sertifikat adalah tindakan administratif yang merupakan kewenangan peradilan tata usaha negara (TUN).