KRONOLOGI TERJADINYA HUTANG PIUTANG
Sekitar awal bulan Februari Tahun 2019 saya dikenalkan dengan Sdr. Rahma melalui Bulik saya (Muntamah) yang notabene adalah teman senam di sebuah sanggar senam di Sidareja. Dari perkenalan tersebut masing masing bercerita tentang latar belakang profesi dan pekerjaan masing masing. Sdr. Rahma adalah pengusaha sebagai pedagang grosir ayam hidup (ayam brangkas) yang mana memasok kepada pedagang pedagang pasar tradisional di wilayah Sidareja dan sekitarnya. Saya cek ke tempat usahanya Sdr. Rahma, memang benar bahwa Sdr. Rahma sebagai pengusaha grosir ayam brangkas yang berlokasi di Jl. Kunci, Sidamulya, Sidareja tepatnya sebelah utara Pasar Setuan Sidareja, terdapat tempat penampungan ayam hidup, pemotongan ayam, kendaran sepeda motor untuk pengiriman ayam dan kendaraan truk 3 unit dan 1 unit kendaraan truk engkel. Berdasarkan update terakhir Tahun 2022 bahwa saat ini tersisa 2 buah truk, 1 buah truk dan 1 buah truk engkel sudah dijual. Sdr Rahma juga bercerita mengenai hal kepemilikan beberapa aset yang berupa tanah, sawah, bangunan dan menggambarkan sebagai seorang pengusaha yang sukses namun pada sisi yang lain sedang ada perihal kasus kegagalan investasi dalam bidang property dengan rekan businesnya di wilayah Pangandaran dan Kota Banjar Kabupaten Ciamis yang potensi kerugiannya mencapai lebih dari Rp 2 Milyar, yang mana diketahui dari kerjasama investasi tersebut Sdr. Rahma menggunakan dana pinjaman Bank BRI dalam bentuk pinjaman RC dengan menjaminkan aset aset Sdr Rahma dan sebagian dari hasil penjualan aset beliau.
Adapun beberapa aset yang Sdr Rahma miliki diantaranya adalah sbb:
Status: tidak sedang dijaminkan ke Bank
Dari hasil observasi tersebut, maka saya berkeyakinan bahwa Sdr. Rahma adalah orang yang dapat dipercaya serta mempunyai rekam jejak yang baik dalam hal transaksi bisnis, dan hal ini juga sering ditegaskan Rahma kepada saya bahwa Rahma tidak punya cacat dalam masalah hutang piutang dengan bisnis partnernya. Maka dari itu berbekal keyakinan tersebut saya berani memberikan pinjaman hingga mencapai Rp 1.049.833.500 (satu milyar empat puluh sembilan juta delapan ratus tiga puluh tiga ribu lima ratus rupiah) dalam bentuk Telegraphic Transfer yang digunakan untuk pembelian penebusan Delivery Order (DO) ayam hidup ke beberapa perusahaan peternakan ayam broiler baik secara langsung berupa pembayaran keperusahaan peternak ayam broiler maupun bentuk telegraphic transfer ke nomor rekening sesuai yang diberikan oleh Sdr. Rahma untuk kepentingan Sdr. Rahma. Pada sisi yang lain, hutang piutang ini juga tidak dibuatkan perjanjian, hanya setiap waktu Tommy memberikan rincian jumlah total hutangnya Sdr Rahma dan Sdr Rahma juga sering meminta rincian jumlah hutang piutang tersebut secara berkala. Berikut ini saya lampirkan rincian dana pinjaman kepada Sdr. Rahma beserta bukti transfer melalui mobile banking Bank Mandiri dan Bank BCA.
Pada saat saya mengenal Rahma, saya memiliki tabungan kurang lebih Rp 300jt, yang mana tabungan tersebut adalah hasil dari pesangon PHK akibat badai krisis industri awal tahun 2014 disebuah perusahaan bernama PT John Crane Indonesia, uang tersebut adalah uang penghargaan PHK selama bekerja dari tahun 2006 s/d 2015. Uang tersebut saya putar dalam bentuk kerjasama bagi hasil dengan teman seprofesi saya.
Setelah saya bertamu ke rumahnya Rahma sekitar awal Februari 2019 dan melakukan observasi perihal latar belakang dan track-record Rahma, pada tanggal 28 Februari 2019, Rahma menelpon saya dengan maksud untuk meminjam uang sejumlah Rp 100jt, berbekal kepercayaan dan tentunya dengan melihat latar belakang Rahma yang seorang pengusaha, saya memberikan uang pinjaman tersebut tanpa dibuatkan perjanjian, sesuai perintah dari Rahma untuk mentransfer uang tersebut ke nomor rekening Kakak Sepupunya Bernama Puji Harjono. Selanjutnya Rahma juga meminta pinjaman uang lagi hingga sampai dengan tanggal 15 April 2019 dengan total pinjaman sebesar Rp 322,546,000.- sebagaimana rincian sbb:
Sedari awal saya tegaskan kepada Rahma bahwa saya berencana untuk membeli rumah dan Rahma sangat mengerti akan perihal rencana saya dan uang saya itu tidak uang free. Mengingat saya hanya mempunyai tabungan sekitar Rp 300jt-an, maka saya berinisiatif meminjam uang kepada Ibu saya dengan menjual sebidang sawah milik Ibu saya senilai Rp 350jt pada bulan 14 Mei 2019. Sehingga rasanya saya sudah cukup untuk membeli rumah dengan uang yang saya miliki sejumlah Rp 306,546,000.- + Rp 350,000,000.- = Rp 656,546,000.-
Ketika sebidang sawah Ibu saya sudah laku, Rahma kembali meminta bantuan meminjam uang sebesar kurang lebih Rp 350jt dari hasil penjualan sebidang sawah tersebut dan sebagian sisa tabungan saya dengan alasan untuk stok ayam menghadapi lebaran Idul Fitri 2019 pada bulan Mei 2019. Dan bahkan sebagian pembayaran penjualan sawah tersebut saya meminta kepada Pembeli (Sdr. Yatino) untuk mentransfer langsung sebesar Rp 170jt kepada No Rek BRI Atas Nama Azad Husain Bilgrami yang notabene adalah anaknya Rahma, dan hal ini sesuai yang diminta oleh Rahma untuk keperluan stok ayam dengan alasan bahwa kalau musim Lebaran para pedagang grosir ayam memparkir dananya dibeberapa perusahaan ayam untuk pre-order ayam persiapan prepegan lebaran. Hal ini saya lakukan karena kepercayaan kepada Rahma dan lebih cepat uang dapat digunakan untuk keperluan pre-order ayam untuk prepegan mengingat kesibukan pekerjaan saya.
Bahkan saya juga ikut membantu melakukan kirim kirim ayam hidup kepada para bakul ayam. Setelah lebaran selesai, kembali saya meminta kepada Rahma perihal uang saya yang sudah masuk dipinjam Rahma (Periode I dan Periode II) total Rp 672,565,500.- dalam dua periode yaitu periode sebelum dan sesudah Lebaran Idul Fitri 2019 yang saya akan gunakan untuk melakukan pembelian rumah, namun Rahma mengelak dan mengulur dengan alasan nanti uang kamu saya kembalikan. Dengan rincian sbb:
Pada sekitar bulan Juni 2019 Rahma melakukan transaksi pembelian sebidang tanah di Cinyawang, Kedungreja seharga kurang lebih Rp 500jt dengan cara dicicil dengan cicilan kurang lebih sebulan Rp 11jt. Saya juga bertanya tanya, disaat hutangnya Rahma di BRI sekitar Rp 2 Milyar dan masih punya hutang kepada saya, mengapa Rahma masih menambah asset dengan membebani cicilan setiap bulannya.
Pada sekitar bulan Agustus 2019, saya kembali lagi terkena imbas gelombang PHK dari perusahaan tempat saya bekerja dan saya mendapatkan pesangon sebesar kurang lebih Rp 250jt. Kembali lagi Rahma yang terlihat sangat kesusahan dalam mengelola bisnisnya karena tingginya angsuran pinjaman ke bank yang menurut Rahma hampir Rp 100jt perbulan, kembali meminta berhutang lagi kepada saya hingga sampai nilai nominal Rp 1.049.833.500 (satu milyar empat puluh sembilan juta delapan ratus tiga puluh tiga ribu lima ratus rupiah) dalam bentuk Telegraphic Transfer yang digunakan untuk pembelian penebusan Delivery Order (DO) ayam hidup ke beberapa perusahaan peternakan ayam broiler baik secara langsung berupa pembayaran keperusahaan peternak ayam broiler maupun bentuk telegraphic transfer ke nomor rekening sesuai yang diperintahkan oleh Sdr. Rahma untuk kepentingan Sdr. Rahma. Dengan rincian sbb:
Dari sejumlah uang Rp 1,049,833,500.- tersebut, Rahma telah mengembalikan dalam bentuk Transfer Ke Nomor Rekening saya dan pengembalian dalam bentuk pembayaran pembelian satu unit Apartemen sebagaimana rincian tersebut diatas sejumlah Rp 491,986,939.- Setelah dikurangi Mahar Rp 60,000,000.- dan Nafkah sesuai dengan putusan Pengadilan Agama Cilacap Rp 30,000,000.-, maka sisa hutangnya Rahma menjadi Rp 467,846,561.-
Dengan latar belakang diketahui oleh Rahma, bahwa mengingat saya berencana untuk membeli rumah/apartemen dan Rahma juga jauh hari sudah mengetahui perihal ini, akhirnya saya memutuskan untuk membeli 1 unit apartemen di Silk Town, Serpong, Tangerang Selatan pada sekitar bulan Desember 2019, namun demikian pada saat melakukan transaksi tanda jadi Rp 10jt, Rahma menyodorkan dan kekeh untuk mengatas namakan apartemen tersebut dengan nama Rahma.
Setelah pernikahan Tanggl 12 Jan 2020, Rahma pernah juga mengajukan permintaan kepada saya, agar saya setelah apartemen lunas, saya diminta untuk mengangsur biaya cicilan pembelian tanah di Cinyawang, Kedungreja. Namun saya menolak untuk mengangsur biaya cicilan tanah Cinyawang tersebut mengingat pernikahan pisah harta dan kepemilikan atas nama Rahma. Jadi ada dugaan pembelian tanah Cinyawang pada Juni 2019 dengan cara hanya membayar uang muka menggunakan hasil pinjaman uang saya, dan setelah menikah saya diminta untuk mengangsur uang angsuran/cicilan pembelian tanah Cinyawang tersebut.
Seiring berjalannya waktu, mengingat kedua belah pihak antara Tommy dan Sdr. Rahma sama sama single, timbul hubungan asmara dengan berkomitmen untuk membangun rumah tangga dan mengurus, menata anak anak baik anak anak dari pihak Tommy (2 laki laki) dan Sdr. Rahma (1 laki laki bernama Asad Huzain Bilgrami, nama ini muncul dalam rincian data transfer terlampir).
Melalui diskusi ringan akhirnya disepakati untuk melangsungkan pernikahan pada tanggal 12 Jan 2020. Pada saat menjelang pernikahan setelah meminta restu kepada pihak keluarga dan keluarga besar Rahma, pada saat mengurus permohonan surat surat nikah di KUA, Rahma meminta untuk dibuatkan perjanjian pernikahan di Notaris Basiran Sidareja. Setelah say abaca isi dari perjanjian pernikahan tersebut saya shock karena terdapat pasa pasal yang menyebutkan bahwa perjanjian pernikahan ini adalah perjanjian pernikahan pisah harta. Namun karena sudah terlanjur keluarga besar sudah mengetahui dan diminta restu, maka dengan prasangka dan niat baik pada akhirnya pernikahan dilangsungkan pada Tanggal 12 Januari 2020 dengan pernikahan perjanjian pisah harta yang disahkan oleh Notaris Basiran Sidareja. Yang mana dalam pernikahan kedua belah pihak tidak ada percampuran harta benda, baik sebelum dan selama pernikahan berlangsung.
Namun seiring dengan berjalannya waktu Sdr. Rahma meminta, mengusulkan kepada Tommy untuk melakukan tindakan sbb:
Gugatan cerai tanpa ada tuntutan material dan financial, sehingga perkara yang berhubungan rumah tangga telah selesai dan tinggal perkara hutang piutang. Perlu diketahui bahwa pernikahan antara Sdr. Tommy dan Sdr. Rahma adalah pernikahan dengan perjanjian pisah harta yang artinya tidak ada persekutuan harta benda baik sebelum pernikahan dan selama pernikahan berlangsung. Adapun isi perjanjian pernikahan pisah harta adalah sebagaimana terlampir.
Alih alih berharap setelah terjadi perceraian, Sdr Rahma akan melunasi sisa hutangnya, namun setiap kali dihubungi tidak mengangkat telpon, melakukan blokir WA sehingga saya mendatangi Sdr. Rahma namun demikian tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan hutang piutang tersebut. Disisi yang lain, saya juga sudah mengirimkan Surat Teguran I Perihal Permohonan Penyelesaian Hutang Piutang berikut dengan rincian dan bukti transfer yang dikirimkan melalui TIKI JNE yang telah diterima oleh Sdr. Rahma pada Tanggal 7 Nov 2021, namun demikian sampai hari ini Tanggal 19 Nov 2021 tidak ada tanggapan baik secara verbal dan surat resmi dari Sdr Rahma, hingga akhirnya saya melakukan gugatan perdata wan-prestasi di PN Cilacap Kelas 1A dengan hasil putusan Putusan Niet Ontvankelijke Verklaard atau disebut NO. Putusan terlampir.
Pada sekira bulan Juni 2022, Rahma mendatangi kantor saya mengatas namakan sebagai istri, untuk meminta keterangan terkait saya kepada bagian keuangan (finance) dan menggali informasi perihal saya. Hal ini dapat dikenakan Rahma telah melakukan perbuatan bohong mengaku sebagai istri Tommy padahal sudah cerai secara sah pada Bulan Nov 2021 dan dugaan mencari data data informasi pribadi yang masuk ranah privacy perusahaan.
Setelah saya melakukan Gugatan Perdata Wan-Prestasi di PN Cilacap, bersamaan itu juga Rahma melakukan Gugatan Perdata Nafkah Terhutang di PA Cilacap dengan hasil putusan Verstek dengan menghukum tergugat (saya) dengan membayar Rp 30jt untuk nafkah terhutang. Putusan sebagaimana terlampir.
Pada sekira bulan Nov 2022, Rahma membuat Akta Jual Beli dengan Musriah perihal sebidang tanah 55 ubin, padahal sebelumnya pada 18 Oktober 2021 saya dan Musriah telah membuat Akta Jual Beli tanah tersebut. Saat ini diduga Rahma sedang mengajukan proses pengajuan sertifikat di BPN Cilacap.
Untuk itu saya berencana untuk mengajukan kembali Gugatan Perdata ke PN Cilacap dengan hal hal yang harus dipertimbangkan adalah sbb:
Kerugian Immateriil yang saya alami adalah sbb:
Terima kasih untuk penanya di Halo JPN Kejaksaan Negeri Cilacap.
Sebelum menjawab pertanyaan dari pemohon, maka alangkah baiknya akan kami sampaikan mengenai apa dan bagaimana suatu perjanjian terjadi, sah dan berlaku kepada para pihak yang mengikatkan dirinya pada perjanjian tersebut.
Hubungan satu sama lain dalam masyarakat tidak bisa lepas dari Perjanjian. Perjanjian sering kita lakukan misalnya jual beli, sewa menyewa, pinjam-meminjam dan sebagainya
Perjanjian antara dua pihak atau lebih melahirkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak sehingga jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya dengan sukarela, pihak yang lain dapat menututnya di pengadilan.
Misalnya, penjual yang tidak menyerahkan barang jualannya kepada pembeli padahal pembeli sudah membayar lunas. Jika demikian, Pembeli bisa menuntut pembeli agar menyerahkan barang yang sudah dibelinya itu.
Dari aspek hukumnya, perjanjian yang sudah dibuat dan disepakati oleh para pihak berlaku sebagai undang-undang dan mengikat para pihak yang membuatnya (Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/KUHper).
Oleh karenanya setiap perjanjian yang dibuat harus benar-benar dilaksanakan. Kalau tidak, maka akan diategorikan sebagai perbuatan wanprestasi atau ingkar janji yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk menuntut ganti rugi.
Mengingat begitu penting dan begitu kuatnya kekuatan mengikat suatu perjanjian maka tidak sembarangan membuat perjanjian, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi agar perjanjian menjadi sah dan mengikat para pihak.
Syarat-syarat tersebut dikenal dengan syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPer, sebagai berikut:
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 syarat:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu hal tertentu.
4. Suatu sebab yang halal
Syarat pertama dan kedua dinamakan syarat subjektif, karena berkenaan dengan para subjek yang membuat perjanjian itu.
Sedangkan syarat ketiga dan keempat dinamakan syarat objektif karena berkenaan dengan objek dalam perjanjian tersebut.
Syarat Pertama Sepakat mereka yang mengikat kandiri berarti, para pihak yang membuat perjanjian harus sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok atau materi yang diperjanjikan, dimana kesepakatan itu harus dicapai dengan tanpa ada paksaan, penipuan atau kekhilafan (Pasal 1321 KUH Perdata). Misalnya, sepakat untuk melakukan jual-beli tanah, harganya, cara pembayarannya, penyelesaian sengketanya, dsb.
Syarat Kedua, kecakapan untuk membuat suatu perikatan Pasal 1330 KUHper sudah mengatur pihak-pihak mana saja yang boleh atau dianggap cakap untuk membuat perjanjian, yakni sebagai berikut:
Tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah:
1. Orang yang belum dewasa.
2. Orang yang ditaruh dibawah pengampuan (seperti cacat, gila, boros, telah dinyatakan pailit oleh pengadilan, dsb
3. Seorang istri. (Namun, berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 tahun 1963, seorang isteri sekarang sudah dianggap cakap untuk melakukan perbuatan hukum)Dengan kata lain, yang cakap atau yang dibolehkan oleh hukum untuk membuat perjanjian adalah orang yang sudah dewasa, yaitu sudah berumur genap 21 tahun (Pasal 330 KUHPerdata), dan orang yang tidak sedang di bawah pengampuan.
Syarat Ketiga suatu hal tertentu maksudnya adalah dalam membuat perjanjian, apa yang diperjanjikan (objek perikatannnya) harus jelas. Setidaknya jenis barangnya itu harus ada (lihat Pasal 1333 ayat 1). Misalnya, jual beli tanah dengan luas 500 m2, terletak di Jl. Jenderal Soedirman No. 1 Cilacap yang berbatasan dengan sebelah utara Jalan Ahmad Yani, sebelah selatan Jalan Raya Gatot Subroto, sebelah timur sekolah dasar, dan sebelah barat tempat pemakaman umum
Syarat Keempat suatu sebab yang halal berarti tidak boleh memperjanjikan sesuatu yang dilarang undang-undang atau yang bertentangan dengan hukum, nilai-nilai kesopanan ataupun ketertiban umum (Pasal 1337 KUH Perdata). Misalnya melakukan perjanjian jual beli Narkoba, atau perjanjian jual beli orang/manusia, dsb. Perjanjian semacam ini jelas dilarang dan tidak sah
Jika sudah memenuhi ke empat syarat di atas, maka perjanjian tersebut adalah sah. Tapi, perjanjian bisa diminta dibatalkan bahkan batal demi hukum jika tidak memenuhi syarat ini
Dari syarat sahnya suatu perjanjian, membaca kasus posisi yang Saudara sampaikan maka dapat disimpulkan jika perjanjian antara Saudara dengan Rahma tersebut telah dapat dinyatakan sah dan berlaku.
Perbedaan antara Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terletak pada asal usul pelanggaran, yang dapat dibedakan sebagai berikut :
Berikut adalah unsur-unsur PMH:
- Perjanjian antara kedua belah pihak
- Kedua belah pihak memiliki kemampuan hukum untuk membuat perjanjian
- Adanya objek yang menjadi isi perjanjian yang sah menurut hukum
- Adanya kesepakatan mengenai hal-hal yang menjadi isi perjanjian
Sementara itu, berikut adalah unsur-unsur Wanprestasi:
- Adanya kontrak antara kedua belah pihak
- Salah satu pihak melanggar kewajiban yang telah ditentukan di dalam kontrak
- Adanya kerugian yang diderita oleh pihak lain karena pelanggaran tersebut
Kesimpulannya : Wanprestasi terjadi karena tidak memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam kontrak, sedangkan perbuatan melawan hukum terjadi karena tindakan yang melanggar hukum. Secara umum, perbedaan antara PMH dan Wanprestasi adalah adanya kesepakatan yang terjadi di PMH dan hanya adanya kontrak dalam Wanprestasi. Selain itu, PMH juga memerlukan kedua belah pihak yang aktif dan memiliki kemampuan hukum untuk membuat perjanjian, sementara Wanprestasi hanya memerlukan adanya kontrak yang sah, artinya jika dalam perbuatan melawan hukum tidak dipersyaratkan adanya kontrak (tertulis), cukup dengan adanya suatu perjanjian, sedangkan dalam ranah wanprestasi diperlukan suatu kontrak tertulis.
Terhadap pertanyaan Saudara, jika menilik kasus posisi yang Saudara sampaikan, kami menyarankan hal-hal sebagai berikut :
1. Mengingat tidak adanya kontrak atau perjanjian tertulis, lebih tepat jika gugatan yang Saudara sampaikan ke Pengadilan Negeri Cilacap merupakan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
2. Terhadap perbuatan melawan hukum atau wanprestasi dalam lapangan hukum perdata, berkaitan atau beririsan dengan perbuatan penipuan atau penggelapan dalam lapangan hukum pidana, namun ada hal yang membedakan yakni mengenai mensrea atau niat jahat dari si pelaku, yang dalam lapangan hukum pidana dapat didindikasikan dari beberapa hal antara lain, pertama jika si pelaku meminjam uang yang katanya untuk membuat suatu usaha ternyata usahanya tersebut tidak ada atau fiktif, kedua jika si pelaku tidak pernah memakai uang pinjamannya untuk hal-hal yang disampaikan saat melakukan pinjaman, yang ketiga jika si pelaku memakai uang pinjamannya untuk kepentingan pribadi atau keempat jika si pelaku tidak pernah beritikad baik untuk membayar (sebagian) kewajibannya sebagaimana yang telah diperjanjikan. Dalam hal ini jika ada indikasi tersebut Saudara dapat melaporkannya ke Kepolisian tempat tindak pidana itu terjadi, dan perlu Saudara ketahui bahwa pelaporan secara pidana tidak menghapus kewajiban menyelesaikan kewajiban perdatanya, bahkan dapat dijadikan dasar mengajukan gugatan perdata.
3. Terhadap pemalsuan dokumen, jika ada buktinya dapat juga dilaporkan kepada pihak kepolisian selaku penyidik, namun demikian sebagai Langkah pencegahan, Saudara dapat segera mengajukan keberatan proses sertifikat atau admnistrasi pertanahan tersebut ke Kantor Badan Pertanahan Naasional Cilacap secara tertulis shingga dapat dijadikan pertimbangan bagi Kantor Badan Pertanahan Naasional Cilacap guna menentukan langkah selanjutnya, karena secara aturan, tanah yang bersengketa tidak dapat disertipikatkan.
Terhadap kerugian yang dapat domohonkan ke pengadilan :
Karakter Umum PMH dan Wanprestasi
Ruang lingkup kerugian (damages) dalam PMH memiliki dimensi yang berbeda dengan wanprestasi karena batasan tuntutan pada wanprestasi sesuai dengan ketentuan Pasal 1250 KUHPerdata adalah penggantian biaya, rugi dan bunga. Rugi yang dimaksud terjadi karena kerusakan/kehilangan barang dan/atau harta kepunyaan salah satu pihak yang diakibatkan oleh kelalaian pihak lainnya.
Kerugian akibat PMH ukurannya dikelompokkan menjadi kerugiaan materiil dan kerugiaan immaterial. Kerugiaan materiil merupakan kerugian yang senyatanya diderita dan dapat dihitung jumlahnya berdasarkan nominal uang sehingga ketika tuntutan materiil dikabulkan dalam putusan hakim maka penilaian dilakukan secara objektif. Misalnya biaya pengobatan dan perbaikan kendaraan atas kecelakaan lalu lintas dan lain sebagainya.
Immaterial menurut terminology hukum (P.P.M.Ranuhandoka B.A) diartikan tidak bisa dibuktikan sehingga kerugian immaterial merupakan kerugiaan yang diderita akibat perbuatan melawan hukum yang tidak dapat dibuktikan, dipulihkan kembali dan atau menyebabkan terjadinya kehilangan kesenangan hidup sementara, ketakutan, sakit, dan terkejut sehingga tidak dapat dihitung berdasarkan uang. Adapun cakupan kerugian immaterial menurut Mahkamah Agung dalam Putusan perkara Peninjauan Kembali No. 650/PK/Pdt/1994 Berdasarkan Pasal 1370, 1371, 1372 KUHPerdata ganti kerugian immateril hanya dapat diberikan dalam hal-hal tertentu saja seperti perkara Kematian, luka berat dan penghinaan.
Ketentuan Pasal 1370 KUHPerdata
Dalam hal pembunuhan dengan sengaja atau kematian seseorang karena kurang hati-hatinya orang lain, suami atau istri yang ditinggalkan, anak atau orangtua korban yang lazimnya mendapat nafkah dan pekerjaan korban, berhak menuntut ganti rugi yang harus dinilai menurut kedudukan dan kekayaan kedua belah pihak, serta menurut keadaan.
Ketentuan Pasal 1371 KUHPerdata
Menyebabkan luka atau cacat anggota badan seseorang dengan sengaja atau karena kurang hati-hati, memberi hak kepada korban selain untuk menuntut penggantian biaya pengobatan, juga untuk menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat badan tersebut. Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak dan menurut keadaan. Ketentuan terakhir ini pada umumnya berlaku dalam hal menilai kerugian yang ditimbulkan oleh suatu kejahatan terhadap pribadi seseorang.
Ketentuan Pasal 1372 KUHPerdata
Tuntutan perdata tentang hal penghinaan diajukan untuk memperoleh penggantian kerugian serta pemulihan kehormatan dan nama baik. Dalam menilai satu sama lain, hakim harus memperhatikan kasar atau tidaknya penghinaan, begitu pula pangkat, kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak dan keadaan.
Berdasarkan ketiga pasal di atas, maka terdapat persamaan yang menyangkut karakteristik kerugian immaterial yakni penilaian kerugian oleh hakim dilakukan secara subjektif berdasarkan kedudukan dan keadaan korban serta kekayaan pihak yang melakukan PMH. Dalam proses persidangan, pihak yang dirugikan atas PMH berkewajiban menunjukkan keadaan matinya anggota keluarga, cacatnya anggota tubuh atau penghinaan yang dilakukan dengan mendalilkan dampak yang terjadi walaupun sepenuhnya tidak dapat dibuktikan. Misalnya akibat kecelakaan lalu lintas menyebabkan matinya seorang bapak sebagai tulang punggung keluarga yang selama ini membiayai segala kebutuhan hidup anggota keluarganya namun perihal tekanan mental ataupun kesedihan yang mendalam serta lain sebagainya tidak dapat dibuktikan.
Selain itu, perlu pembuktian mengenai kekayaan yang dimiliki oleh pihak yang melakukan PMH. Pembuktiannya dapat diketahui melalui kepemilikan atas barang-barang tidak bergerak maupun barang-barang bergerak, kepemilikan usaha dan lain sebagainya. Berdasarkan pembuktian tersebut maka merujuk pada contoh kasus kecelakaan di atas, ahli waris korban dapat menuntut kerugian immaterial dengan jumlah ratusan juta bahkan sampai milyaran rupiah kepada pihak yang senyatanya memiliki kekayaan.
Perkembangan Tuntutan Immaterial dalam Wanprestasi
Wanprestasi sebagaimana diuraikan di atas terbatas pada tuntutan ganti rugi, biaya dan bunga namun demikian melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor 2822 K/Pdt/2014 antara Dirut PT.Lion Air sebagai pemohon kasasi (Tergugat) melawan Budi Santoso sebagai termohon kasasi (Penggugat) didapat kaidah baru tentang perluasan makna kerugian immaterial. Sengketa ini diajukan karena kegagalan keberangkatan penggugat menggunakan maspakai Lion Air dengan alasan operasional (melebihi kapasitas daya angkut) padahal penggugat mestinya menghadiri acara keluarga yang cukup penting. Tuntutan kerugian materiil yang diajukan oleh Penggugat sebesar Rp7.170.000,- sedangkan kerugian immaterial sebesar Rp100.000.000.
Putusan tersebut menolak permohonan kasasi dan memperbaiki amar Putusan PT Jakarta Nomor 319/Pdt/2013/PT.DKI yang membatalkan Putusan PN Pusat Nomor 506/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst. Sebagian amar perbaikannya ialah menyatakan Tergugat telah bersalah melakukan wanprestasi, menyatakan kerugian yang dialami Penggugat merupakan akibat tindakan dari Tergugat, Menghukum Tergugat untuk membayar kerugian materiil sebesar Rp7.170.000,- dan menghukum Tergugat untuk membayar kerugian immaterial yang dialami Penggugat sebesar Rp50.000.000.
Adapun alasan majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya meski di dalam posita dan petitum gugatan penggugat mengkonstatir dan menyebutkan hal tersebut sebagai perbuatan melawan hukum, namun demi untuk pelaksanaan asas sederhana, cepat dan biaya ringan hal tersebut bisa dikualifisir/dipandang sebagai perbuatan wanprestasi sehingga permohonan kasasi ditolak dengan perbaikan.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 2822 K/Pdt/2014, memiliki 2 (dua) kaidah hukum baru yakni 1). Gugatan yang dikualifisir sebagai perbuatan melawan hukum dapat diubah menjadi wanprestasi atas dasar asas sederhana, cepat dan biaya ringan. 2). Perbuatan hukum wanprestasi dapat pula dikabulkan tuntutan immaterial. Implementasi asas sederhana, cepat dan biaya ringan sebagaimana maksud dalam Pasal 2 ayat (4) jo Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman terlihat jelas di dalam putusan ini karena merubah bentuk sengketa dari tuntutan PMH menjadi wanprestasi.
Relevansinya adalah bentuk perikatan yang terjadi antara para pihak berdasarkan perjanjian pengangkutan orang bukan atas dasar PMH sehingga apabila mengikuti praktik pradilan yang umum maka gugatan tersebut dipandang cacat formil namun hal tersebut tidak menyelesaian persoalan diantara para pihak. Perihal dikabulkannya tuntutan immaterial, pada prinsipnya majelis kasasi tidak mempertimbangkan secara khusus karena pokok perubahan hanya terhadap kualifisir perbuatan.
Perkembangan Tuntutan Immaterial dalam PMH
Perbuatan melawan hukum sebagaimana diuraikan di atas dapat meminta tuntutan kerugian materiil dan immaterial. Kerugian immaterial terbatas pada aspek kematian, luka berat dan penghinaan namun terdapat perluasan makna di dalam 2 (dua) putusan yakni 1). Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor 304/Pdt/2011/PN.Smg. yang dikuatkan oleh Putusan Tingkat Banding Nomor 254/Pdt/2012/PT.SMG Jo Putusan Kasasi Nomor 820 K/Pdt/2013 Jo Putusan PK Nomor 632 PK/Pdt/2014 dan 2). Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor 305/Pdt.G/2009/PN.Tng yang dikuatkan oleh Putusan Tingkat Banding Nomor 54/Pdt/2010/PT.BTN Jo Putusan Kasasi Nomor 1391 K/Pdt/2011 Jo Putusan PK Nomor 334 PK/Pdt/2014.
Pertama, Putusan PN Semarang Nomor 304/Pdt/2011/PT.Smg. antara Robert Mangatas Silitonga melawan PT. Maskapai Lion Air Jakarta. Sengketa ini terkait hilangnya bagasi penumpang Lion Air yang telah dipercayakan sepenuhnya kepada pihak maskapai dari Medan ke Semarang dengan nilai kerugian materiil sebesar Rp19.115.000 dan tuntutan kerugian immateriil sebesar 100 (seratus) kali lipat dari total kerugian materiil yakni sebesar Rp1.911.500.000 namun pihak Lion Air hanya bersedia menganti kerugian sebesar Rp2.000.000.
Pengadilan Negeri Semarang mengabulkan gugatan penggugat dengan menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum, mengabulkan kerugian materiil sebesar Rp19.115.000 dan juga mengabulkan gugatan immaterial sebesar Rp19.115.000. Adapun alasan dikabulkannya tuntutan immaterial sebesar Rp19.115.000 karena majelis hakim menilai jumlah sebesar itu adalah jumlah yang wajar sedangkan tuntutan immaterial sebesar Rp1.911.500.000,- tidak wajar.
Kaidah baru di dalam Putusan Nomor 304/Pdt/2011/PN.Smg adalah perbuatan melawan hukum akibat kekecewaan atas pelayanan bagasi penumpang pesawat termasuk yang dapat dikabulkan tuntutan kerugian immaterial. Kekecewaan tidak termasuk muatan di dalam Pasal 1371, 1372 dan 1373 KUHPerdata melainkan termasuk perluasan yang dibenarkan oleh putusan hakim.
Dalam cakupan yang lebih kecil maka dapat disebut bahwa perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kekecewaan dapat menuntut kerugian immaterial kepada pihak yang melakukan PMH. Putusan Nomor 304/Pdt/2011/PN.Smg, tidak secara khusus mempertimbangkan bentuk kekecewaan yang dialami penggugat selaku penumpang pesawat yang kehilangan barang bagasinya dan juga tidak menguraikan kemampuan/kekayaan yang dimiliki oleh pihak maskapai penerbangan namun hanya dikaitkan pada jumlah immaterial yang wajar diberikan kepada penggugat.
Kedua, Putusan Nomor 305/Pdt.G/2009/PN.Tng antara Hastjarjo Boedi Wibowo melawan PT Indonesia Air Asia atas perbuatan melawan hukum pembatalan penerbangan secara sepihak melalui Short Message Service (SMS). Padahal Penggugat akan menjadi pembicara tunggal Workshop Program Studi Desain Komunikasi sehingga Penggugat sangat kecewa dengan pelayanan yang diberikan oleh Tergugat. Pengadilan Negeri Tangerang melalui Putusan Nomor 305/Pdt.G/2009/PN.Tng mengabulkan gugatan dengan menyatakan PT Indonesia Air telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menghukum untuk membayar ganti kerugian materiil sebesar Rp806.000,- dan membayar kerugian immaterial sebesar Rp50.000.000.
Adapun pertimbangan hukum dikabulkannya kerugian immaterial adalah "bahwa untuk menghindarkan tindakan sewenang-wenang dari perusahaan penerbangan umumnya dan tergugat khususnya terhadap penumpang maka kerugian immaterial penumpang umumnya, penggugat khususnya harus dibayar tergugat yang dianggap pantas dan adil sebesar Rp50.000.000.
Di dalam putusan ini terdapat 2 (dua) alasan dikabulkannya immaterial yakni 1). Menghindari tindakan sewenang-wenang dan 2). Kerugian immaterial yang pantas dan adil. Tindakan sewenang-wenang mengukur dominasi yang dimiliki oleh pihak maskapai penerbangan pada umumnya dalam pembatalan sepihak rencana penerbangan pesawat. Alasan ini merupakan bentuk perlindungan terhadap konsumen maskapai penerbangan agar lebih dihargai hak-haknya dengan memberikan informasi yang aktual dan faktual mengenai rencana penerbangan. Secara subjektif kemudian majelis hakim mempertimbangkan kepantasan dan keadilan dengan mengabulkan kerugian immaterial sebesar Rp50.000.000.
Uraian di atas memiliki persamaan kaidah dengan Putusan Nomor 304/Pdt/2011/PN.Smg bahwa perbuatan melawan hukum akibat kekecewaan pelayanan jasa penerbangan termasuk hal yang dapat dikabulkan tuntutan kerugian immaterial. Para Hakim di dalam perkara ini menerobos batasan ruang lingkup di dalam Putusan MA No. 650/PK/Pdt/1994 dengan pendeketan judicial activism atas rasa keadilan yang hidup dan berkembangan di masyarakat serta kerugian immaterial yang wajar.
Artinya terhadap kerugian immaterial yang Saudara uraikan tersebut, mempunyai peluang untuk dipertimbangkan oleh Hakim, namun demikian asal dengan nilai yang wajar.