Supported by PT. Telkom Indonesia
Rabu, 27 Nov 2024
Quality | Integrity | No Fees
2023-08-09 07:39:59
Pernikahan dan Perceraian
PACARAN SAMPAI MENIKAH BEDA AGAMA

sebenarnya bolehkan berpacaran sampai meninkah beda agama , bagaimana hukumnya ?

Dijawab tanggal 2023-08-09 09:14:56+07

Terima kasih atas kepercayaan saudara kepada Halo JPN.

Adapun jawaban kami atas pertanyaan saudara adalah sebagai berikut :

Pada prinsipnya, pacaran bukan merupakan hubungan hukum seperti halnya suami dengan istri. Oleh karena itu, tidak ada hak dan kewajiban yang timbul di antara kedua orang yang berpacaran.

Contoh dari hubungan berpacaran yang tidak menimbulkan akibat hukum adalah seorang wanita yang hamil setelah berhubungan intim dengan pacarnya. Dalam hal ini, berdasarkan Kitab Undang - Undang Hukum Pidana (“KUHP”), jika kedua orang tersebut adalah orang dewasa dan melakukan perbuatan tersebut dengan kesadaran penuh, maka tidak dapat dilakukan penuntutan pidana terhadap laki-laki tersebut. Dampaknya, si wanita tidak berhak untuk memaksa si laki-laki untuk menikahinya

Dari sini kita bisa melihat bahwa jika salah satu pihak dirugikan dalam hubungan pacaran (wanita tersebut hamil), maka pihak lainnya tidak bisa dituntut oleh karena tidak ada hubungan hukum antara orang berpacaran itu tadi. Namun, berbeda halnya jika salah satu atau keduanya terikat dalam perkawinan, maka perbuatan tersebut dapat dipidana karena zina, sepanjang adanya pengaduan dari pasangan sah salah satu atau kedua belah pihak (lihat Pasal 284 KUHP).

Menjawab pertanyaan Anda, berpacaran dengan pasangan yang berbeda agama boleh saja dilakukan jika memperhatikan moral yang ada. Ini karena memang tidak ada aturan hukum yang melarangnya. Namun, apabila hubungan berpacaran itu berlanjut hingga ke jenjang perkawinan (terjadi perkawinan beda agama), maka ada kemungkinan akan menimbulkan masalah-masalah hukum di dalamnya. Seperti misalnya masalah keabsahan perkawinan beda agama, status anak, perceraian, dan sebagainya

Sebagai contoh masalah-masalah yang mungkin timbul adalah masalah keabsahan perkawinan beda agama. Pasal 2 ayat (1) Undang - Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) mengatakan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Lebih lanjut, dalam Pasal 8 huruf f UU Perkawinan, dikatakan bahwa perkawinan dilarang antara dua orang yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.

Beberapa ajaran agama mengatur mengenai larangan perkawinan beda agama. Misalnya dalam ajaran Islam, wanita beragama Islam tidak boleh menikah dengan laki-laki yang tidak beragama Islam [Al Baqarah (2): 221]. Selain itu juga dalam ajaran Kristen perkawinan beda agama dilarang (I Korintus 6: 14-18).

Walaupun ada kemungkinan bagi pasangan beda agama untuk melaksanakan perkawinan berdasarkan penetapan pengadilan (Pasal 35 jo. Pasal 34 Undang - Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan), akan tetapi tidak menutup kemungkinan Hakim dapat mempertimbangkan larangan-larangan dalam ajaran agama sebagai alasan tidak memberikan penetapan pengadilan.

Selain itu, dalam hal perkawinan beda agama karena satu dan lain hal mungkin tidak dicatatkan di Kantor Catatan Sipil oleh pasangan suami istri tersebut, hal ini juga berdampak pada status anak. Anak tersebut akan menjadi anak luar kawin yang tidak mempunyai status hukum (legalitas) di hadapan hukum. 

Demikian kami sampaikan, apabila saudara masih memiliki pertanyaan lain yang ingin di sampaikan, saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Halmahera Barat  secara gratis.

Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
KN. HALMAHERA BARAT
Alamat :
Kontak :

Cari

Terbaru

Pertanahan
Sertifkat Tanah

Jika ada yang menggugat sertifikat ha

Pertanahan
Sertifikat Tanah

Saya ingin bertanya mengenai sertifik

Hutang Piutang
pinjaman online

Apa yang harus kita lakukan jika nomo

Pertanahan
Haruskah Lahan Perkebunan Berstatus Hak Guna Usaha?

Orangtua saya bekerja sebagai petani

Hubungi kami

Email us to [email protected]

Alamat

Jl. Sultan Hasanuddin No.1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan - Indonesia
© 2024 Kejaksaan Republik Indonesia.