Dijawab tanggal 2023-08-16 10:42:09+07

Bahwa jual beli berdasarkan Pasal 1457 KUH Perdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

Bahwa untuk menjual tanah warisan pada dasarnya sama dengan proses jual beli biasa sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 1457 KUH Perdata.

Bahwa perjanjian jual beli tanah warisan secara umum mempunyai persyaratan yang sama dengan perjanjian biasa sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Menurut Subekti, dengan sepakat atau dinamakan juga perjanjian dimaksudkan bahwa kedua subjek yang mengadakan perjanjian itu harus sepakat, setuju atau seia sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang ia adakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Pasal 1329 KUH Perdata menyatakan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian apabila ia oleh Undang- Undang tidak dinyatakan tidak cakap. Selanjutnya dalam Pasal 1330 KUH Perdata mengatur :

Tidak cakap untuk membuat persetujuan-persetujuan adalah :

1. Orang-orang yang belum dewasa;
2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;
3. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat persetujuan-persetujuan tertentu.

Tidak cakap menurut Pasal 1330 KUH Perdata sekarang hanyalah orang yang belum dewasa dan yang ditaruh di bawah pengampuan. Sedangkan yang dimaksud telah dewasa berdasarkan Pasal 330 KUH Perdata adalah mereka yang sudah mencapai umur 21 tahun atau sudah kawin walaupun belum berumur 21 tahun. Mereka ini bila melakukan perbuatan hukum harus diwakili oleh orang tuanya atau walinya. Bagi orang-orang yang belum dewasa dan bagi yang berada di bawah pengampuan maka diwakili oleh pengampunya.

3. Suatu hal tertentu

Berdasarkan Pasal 1333 KUH Perdata, hal yang menjadi obyek perjanjian itu harus jelas atau paling tidak dapat ditentukan jenisnya sedangkan mengenai jumlahnya dapat tidak ditentukan pada waktu dibuat perjanjian dengan ketentuan bahwa nanti dapat dihitung atau ditentukan jumlahnya. Kejelasan mengenai pokok perjanjian atau objek perjanjian ialah untuk memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban pihak-pihak.

4. Suatu sebab yang halal

Mengenai sebab yang halal ditetapkan dalam Pasal 1335 KUH Perdata, yaitu suatu persetujuan tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum. Sebab yang halal dimaksudkan di sini adalah bukanlah sebab dalam artian yang menyebabkan atau mendorong orang membuat suatu perjanjian, melainkan sebab dalam artian tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak dalam perjanjian tidak bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan dan ketertiban umum.

Bahwa tidak terpenuhinya salah satu unsur dari keempat unsur tersebut menyebabkan cacat dalam perjanjian dan perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan baik dalam bentuk dapat dibatalkan (jika terdapat pelanggaran  terhadap unsur subyektif yaitu kesepakatan dan kecakapan), maupun batal demi hukum (jika terdapat pelanggaran terhadap unsur obyektif yaitu suatu hal tertentu dan sebab yang halal), dengan pengertian bahwa perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya.