Saya membuat perjanjian kerja sama tertulis dengan seorang teman untuk mengelola sebuah lahan pasar dengan menyewakan 500 unit kios . Teman saya yang memiliki sertifikat tanah lahan di pasar tersebut. Beberapa tahun kemudian teman saya itu meninggal dunia. Kemudian saya membuat perjanjian baru yang tertulis (adendum) dengan para ahli warisnya dalam pengelolaan pasar tersebut. Secara diam-diam salah satu ahli waris menjual lahan pasar kepada orang lain, dan kemudian berhasil membalik nama sertifikat tanah milik almarhum teman saya tadi (pewaris) dan mengambil alih pengelolaan pasar tersebut. Bagaimana hukumnya dan cara menggugat untuk mengambil kembali pengelolaan pasar dan siapa saja yang harus saya gugat? Mohon arahannya?
Dengan adanya peristiwa kematian, maka para ahli waris dengan sendirinya karena hukum akan mendapat hak milik atas seluruh barang yang ditinggalkan oleh pewaris, sebagaimana diatur dalam Pasal 833 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) sebagai berikut:
Para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak milik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal.
Oleh karena itu, pada dasarnya para ahli waris berhak untuk melakukan perbuatan hukum terhadap harta warisan, termasuk untuk menjual harta warisan dengan persetujuan seluruh ahli waris.
Dalam kasus anda salah satu ahli waris secara diam diam menjual lahan pasar tersebut kepada orang lain tanpa di ketahui oleh ahli waris lainya sehingga berhasil membalik nama sertifikat tanah milik almarhum teman anda tersebut, bahwa terhadap sertifikat tersebut dapat di batalkan karena adanya dugaan terdapat cacat hukum administratif dalam penerbitan sertifikat tanah tersebut .
Berdasarkan Pasal 106 ayat (1) jo. Pasal 107 Permen Agraria/BPN 9/1999 permohonan pembatalan dapat dilakukan jika diduga terdapat cacat hukum administratif dalam penerbitan sertifikat.
Cacat hukum administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 (1) adalah sebagai berikut:
Bahwa ada 3 cara untuk melakukan pembatalan sertifikat hak atas tanah yaitu sebagai berikut:
1. Meminta Pembatalan Kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional melalui Kantor Pertanahan
Alasan pembatalan sertifikat hak atas tanah adalah karena adanya cacat hukum administratif, seperti kesalahan perhitungan dan luas tanah, sehingga menyerobot tanah lainnya, tumpang tindih hak atas tanah, kesalahan prosedural, atau perbuatan lain, seperti pemalsuan surat.
Hal ini dimohonkan secara tertulis kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional melalui Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.
Lampirkan pula berkas-berkas, berupa:
2. Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
Menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU 30/2014) Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Menurut hemat kami, sertifikat hak atas tanah merupakan salah satu bentuk KTUN. Yang juga perlu diperhatikan adalah batas waktu untuk menggugat ke PTUN, yaitu 90 hari sejak diterimanya atau diumumkannya keputusan badan atau pejabat tata usaha negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
3.Gugatan Ke Pengadilan Negeri
Setiap orang yang ingin mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum yang diatur Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan dasar dan dalil-dalil yang penggugat pikirkan dan penggugat nilai merugikan.
Dalam hal ternyata harta warisan (tanah) sedang dikelola secara bersama-sama oleh para ahli waris dan pihak ketiga (yaitu Anda) berdasarkan suatu perjanjian kerja sama pengelolaan lahan, maka penjualan harta warisan tidak serta merta menghapuskan perjanjian kerja sama tersebut.
Setidak-tidaknya perlu untuk dipastikan hal-hal berikut ini :
Sebagai konsekuensinya, Anda dapat menempuh upaya hukum sebagai berikut:
Cara ini efektif untuk menyelesaikan sengketa sebelum perkara diajukan ke pengadilan. Somasi bisa dilakukan individual atau kolektif, baik oleh kuasa hukum maupun pihak yang dirugikan (calon penggugat) (hal. 372).
Richard Eddy dalam buku Aspek Legal Properti: Teori, Contoh, dan Aplikasi (hal. 114) menerangkan, somasi perlu dilakukan dalam hal:
2. Mengajukan gugatan wanprestasi
Apabila somasi tidak menyelesaikan permasalahan, dan tidak tercapai kesepakatan, Anda dapat mengajukan gugatan wanprestasi terhadap para ahli waris selaku pihak yang secara hukum memiliki tanah sebagai Para Tergugat, dan pihak pembeli tanah sebagai Turut Tergugat. Dalam hal ini, Turut Tergugat hanya pada isi putusan hakim di pengadilan, sebagaimana dari Kedudukan dan Konsekuensi Menjadi Turut Tergugat.
Adapun tuntutan yang dapat Anda ajukan diatur dalam Pasal 1243 dan 1267 KUH Perdata sebagai berikut:
Pasal 1243
Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.
Pasal 1267
Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih; memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, jika hal itu masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan persetujuan, dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga.
Berdasarkan kedua pasal di atas, maka Anda dapat memilih tuntutan sebagai berikut:
Kesimpulan :
Dengan adanya peristiwa kematian, para ahli waris dengan sendirinya karena hukum akan mendapat hak milik atas seluruh barang yang ditinggalkan oleh pewaris, dan para ahli waris berhak untuk mengalihkan (menjual) harta warisan dengan persetujuan seluruh ahli waris. Dalam hal ternyata harta warisan (tanah) sedang dikelola secara bersama-sama oleh para ahli waris dan pihak ketiga melalui suatu perjanjian kerjasama pengelolaan lahan, maka penjualan harta warisan tidak serta merta menghapuskan perjanjian kerjasama tersebut. Sebaliknya, apabila penjualan harta warisan melanggar klausul dalam perjanjian kerja sama pengelolaan lahan dan menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak terkait, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan namun apabila salah satu ahli waris secara diam diam menjual lahan pasar tersebut kepada orang lain tanpa di ketahui oleh ahli waris lainya sehingga berhasil membalik nama sertifikat tanah milik almarhum teman anda tersebut, maka terhadap sertifikat tersebut dapat di batalkan karena adanya dugaan terdapat cacat hukum administratif dalam penerbitan sertifikat tanah tersebut, antara lain adanya dugaan wanprestasi atau ingkar janji sehingga hal tersebut dapat dilakukann upaya gugatan secara Perdata (Vide 1338 KUHPerdata).