Selamat Pagi Halo JPN, Saya Aan, saya adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Ayah saya lebih dahulu meninggal dunia daripada kakek saya. Ayah saya empat bersaudara, diantaranya dua orang laki-laki dan dua orang perempuan.
Setahun setelah ayah meninggal, kakek saya juga meninggal dunia. Kemudian bibi dan paman saya berbagi harta warisan peninggalan si kakek, mereka membaginya hanya untuk mereka bertiga tanpa melibatkan kami dengan alasan ayah kami sudah meninggal sebelum kakek kami. Sementara sepengetahuan saya anak yang sudah meninggal terlebih dahulu dan memiliki keturunan (cucu si kakek) tetaplah berhak atas warisan tersebut.
Saya mau menanyakan bagaimana hukum yang berlaku terkait permasalahan yang kami alami? dan bagaimana solusi yang dapat kami lakukan agar kami memperoleh hak kami sebagai anak cucu yang ditinggalkan?
Terima kasih
Selamat pagi bapak Aan, terima kasih telah mengunjungi Halo JPN Kejari Padang Lawas Utara.
Sebelumnya kami jelaskan terlebih dahulu apa itu pengertian Hukum Waris, Hukum Waris adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan atas harta peninggalan pewaris kemudian menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan menentukan berapa bagian masing-masing.
Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada sipewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173; Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.
Di dalam Pasal 173 KHI hanya menyebutkan dua hal yang menjadi penyebab seseorang tidak dapat mewarisi
harta peninggalan milik pewaris, yaitu seseorang yang telah terbukti dipersalahkan membunuh dan memfitnah pewaris.
Dari ketentuan tersebut, cucu sebagai ahli waris pengganti bisa menempati kedudukan orang tuanya, jika orang tuanya berkedudukan sebagai zawi al-furud maka ia berkedudukan sebagai zawil al-furud. Apabila orang tuanya sebagai ashobah, maka ia pun akan berkedudukan sebagai ashobah, sehingga ia akan memperoleh sebesar bagian yang diperoleh oleh orang tuanya seandainya mereka masih hidup. Jadi ketentuan KHI secara tegas memberikan pengakuan terhadap keberadaan ahli waris pengganti, sehingga kedudukan ahli waris pengganti tersebut memiliki legitimasi, meskipun tidak ditemui dalam diskursus hukum kewarisan islam dalam kitab-kitab fiqh klasik.
Terima kasih pak Aan, semoga jawaban kami dapat membantu pertanyaan yang bapak sampaikan.
Apabila bapak masih memiliki pertanyaan terkait permasalahan hukum perdata, silahkan mengunjungi Halo JPN kembali. Terima kasih