Supported by PT. Telkom Indonesia
Sabtu, 28 Des 2024
Quality | Integrity | No Fees
2023-12-05 07:36:35
Pertanahan
HUKUM WARIS

Selamat pagi, saya mau konsultasi masalah pertanahan.
Nenek dan kakek saya memiliki sawah, seluruh sawahnya di berikan secara lisan ke anaknya yaitu bapak saya. Saat ini bapak saya sudah meninggal dan sawah2 yg sudah di kasihkan ke bapak saya mau di ambil alih lagi.

Sawah nenek dulu pernah di gadaikan ke tetangga kemudian di tebus 10jt oleh bapak saya. Saat ini sawah tersebut di urus oleh nenek dan kakek saya, sedangkah ibu saya meminta bagian hasil panen dari sawah tersebut di karenakan sawah tersebut sudah di tebus oleh bp saya, namun nenek dan kakek saya bersikeras untuk mengambil alih semua sawah tersebut.

Kemudian, kakek saya punya sawah 20 are di berikan ke bapak saya secara lisan, bapak saya beli sawah 15 are total keseluruhan sawah 35 are yang tercatat di desa atas nama bapak saya, setiap tahun bapak saya yg bayar pajak sawah nenek dan kakek saya..
Saat ini sawah 35 are tersebut di gadaikan ke pak lurah dan mau di over gadai oleh nenek tanpa sepengetahuan saya dan keluarga.

Pertanyaannya: bolehkah sawah yang sudah di berikan ke bapak saya di ambil alih lagi sama pemilik sawah sedangkan masih ada ahli warisnya?

Dijawab tanggal 2023-12-11 09:10:13+07

terima kasih atas pertanyaannya, Kami akan mencoba menjawab.

Bahwa apa yang disampaikan oleh Sdr tidak dijelaskan secara rinci terkait bukti kepemilikan hak atas tanah tersebut. Perlu diketahui bahwa bukti kepemilikan hak atas tanah ialah sertifikat menurut Undang-undang Pokok Agraria dan PP Nomor 24 Tahun 1997.  Namun dalam Pasal 24 Ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menyatakan bahwa “dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud ayat (1), pembuktian hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berterut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu pendahulunya dengan sayarat :

  1. Penguasaan tersebut dilakukan dengan itikat baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta di perkuat oleh kesaksian orang yang dipercaya;
  2. Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman tidak dipermasalahkan oleh masyarakat Hukum Adat atau Kepala Desa/Kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lain.

Berdasarkan dari penjelasan Pasal 24 ayat (2) PP Nomer 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, bahwa Surat Keterangan Tanah (SKT) merupakan bukti fisik atas sebidang tanah yang digunakan untuk proses pendaftaran tanah. SKT sendiri merupakan bukti penting dalam proses pembuktian sebidang tanah untuk penerbitan sertifikat tanah. Dimana dalam hal alat-alat bukti tidak lengkap atau tidak ada, maka SKT sebagai surat keterangan yang menerangkan tentang kondisi fisik sebidang tanah dapat digunakan.

Selanjutnya perihal pengambilan alih tanah oleh kakek dan nenek yang mana masih ada ahli waris dari pemilik tanah, dapat merujuk ketentuan terkait ahli waris. 

Dalam Hukum perdata, Bila orang yang meninggal dunia tidak membuat testamen, maka dalam Undang- undang Hukum Perdata ditetapkan pembagian warisan sebagai berikut:

  • Yang pertama berhak mendapat warisan yaitu suami atau isteri dan anak-anak, masing – masing berhak mendapat bagian yang sama jumlahnya (pasal 852 BW).
  • Apabila tidak ada orang sebagaimana tersebut di atas, maka yang kemudian berhak mendapat warisan adalah orang tua dan saudara dari orang tua yang meninggal dunia, dengan ketentuan bahwa orang tua masing-masing sekurang-kurangnya mendapat seperempat dari warisan (pasal 854 BW).
  • Apabila tidak ada orang sebagaimana tersebut di atas, maka warisan dibagi dua, separuh untuk keluarga pihak ibu dan separuh lagi untuk pihak keluarga ayah dari yang meninggal dunia, keluarga yang paling dekat berhak mendapat warisan. Jika anak-anak atau saudara-saudara dari pewaris meninggal dunia sebelum pewaris, maka tempat mereka diganti oleh keturunan yang sah (pasal 853 BW).

Namun apabila Sdr merupakan seseorang yang menganut agama islam, maka penyelesaian permasalahan waris bagi orang yang beragama islam harus diselesasikan menurut hukum waris islam. 

Penggolongan Kelompok Ahli Waris dalam Hukum Waris Islam Menurut Kompilasi Hukum Islam diatur dalam Bab 2 yang terdiri dari Pasal 172 sampai Pasal 175. Dalam Bab ini, Ahli waris diartikan sebagai orang yang mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dengan pewaris yang meninggal dunia. Tentunya orang tersebut juga beragama Islam serta tidak terhalang hukum untuk ketika akan menjadi ahli waris.

demikian jawaban dari kami, semoga membantu. terimakasih

Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
KN. KARAWANG
Alamat : Jl. Jaksa Agung R Soeprapto no 4 Karawang Barat, Kab. Karawang.
Kontak : 81296472048

Hubungi kami

Email us to [email protected]

Alamat

Jl. Sultan Hasanuddin No.1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan - Indonesia
© 2024 Kejaksaan Republik Indonesia.