Bagaimana akibat hukum yang terjadi setelah talak, apakah betul bisa langsung dianggap cerai dan suami tidak memberi nafkah lagi?
Terima kasih atas kepercayaan Saudara kepada halo JPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut:
Dikarenakan dalam pertanyaan Anda menggunakan istilah talak, maka kami akan menggunakan ketentuan KHI sebagai acuan hukum bagi penganut agama Islam. Perlu Anda ketahui, perkawinan dapat putus karena:
Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah pengadilan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129, 130 dan 131 KHI. Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang pengadilan.
Berdasarkan ketentuan tersebut dan dihubungkan dengan pertanyaan Anda, jelas bahwa talak suami yang diucapkan tersebut bukanlah penyebab putusnya perkawinan. Sebab seharusnya jika ingin memproses perceraian dilakukan dengan mengajukan permohonan cerai talak di Pengadilan Agama.
Sehingga kami berpendapat, selama belum memproses permohonan cerai talak dan belum mengucapkan ikrar talak di hadapan sidang Pengadilan Agama, maka tetap memiliki kewajiban hukum untuk memberikan nafkah kepada anak dan istrinya yang sah.
Namun demikian, meski setelah ikrar talak diucapkan di Pengadilan Agama pun, suami tetap memiliki kewajiban hukum kepada anak dan istri, sebagaimana dimaksud Pasal 149 KHI yaitu:
Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:
Di lain sisi, bahwa terkait fakta di mana suami tidak mau lagi menafkahi, sebenarnya alasan tersebut dapat digunakan juga oleh istri sebagai alasan perceraian yaitu suami melanggar taklik talak.
Berikut bunyi taklik talak yang ada di bagian belakang buku nikah dan dibacakan setelah pembacaan ijab qobul:
Sesudah akad nikah saya (pengantin laki-laki) berjanji dengan sesungguh hati, bahwa saya akan mempergauli isteri saya bernama (pengantin perempuan) dengan baik (muasyarah bil maruf) menurut ajaran Islam. Kepada isteri saya tersebut saya menyatakan sighat taklik sebagai berikut:
Apabila saya:
dan karena perbuatan saya tersebut isteri saya tidak ridho dan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama, maka apabila gugatannya diterima oleh Pengadilan tersebut, kemudian isteri saya membayar Rp.10.000,- (sepuluh ribu rupiah) sebagai iwadh (pengganti) kepada saya, jatuhlah talak saya satu kepadanya. Kepada Pengadilan tersebut saya memberi kuasa untuk menerima uang iwadh tersebut dan menyerahkannya kepada Badan Amil Zakat Nasional setempat untuk keperluan ibadah sosial.
Dalam proses gugatan cerai, istri berhak meminta kepada pengadilan untuk menentukan nafkah yang harus ditanggung suami.
Demikian Kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Landak secara gratis.