Selamat Sore Bapak/Ibu admin Halo JPN, saya Asron, saya ingin menanyakan seputar pernikahan beda agama. Kebetulan sepupu (perempuan) saya merantau di Kota Pekanbaru, singkat cerita adik saya ini memiliki pacar yang berbeda keyakinan dengan dia. Mereka pacaran cukup lama dan sepupu saya ini sampai hamil 2 kali. Hamil yang pertama ia gugurkan lalu yang kedua kalinya justru sampai 7 bulan masih ia pertahankan. Sepupu saya dan pacarnya pulang ke kampung masing-masing, yang mana pacarnya tersebut ber-alamat di Sibolga. Anehnya Ibu dari sepupu saya ini tidak menyadari bahwa anak perempuannya sedang hamil atau mungkin beliau pura-pura tidak tahu demi menghindari pertanyaan dari tetangganya. Sekitar jam 4 Subuh dini hari dimana orang-orang masih tertidur, namun ternyata si perempuan ini diam-diam keluar dari rumahnya karena pacarnya sudah menunggu di persimpangan kampungnya untuk dibawa lari oleh pacarnya ke kampungnya, Sibolga. Karena memang laki-laki ini berniat tanggung jawab dan menikahi sepupu saya, sepintas lalu sepupu saya sempat setuju dengan pernikahan mereka dan berniat untuk berpindah agama mengikuti agama si laki-laki tersebut. Dua hari sebelum pernikahan mereka sepupu saya menelpon orangtuanya untuk memberi kabar bahwa dia baik-baik saja dan akan menikah.
Pertanyaan saya, bagaimana hukum mengenai pernikahan beda agama tersebut Bapak/Ibu? apakah memang diperbolehkan di Negara kita, mengingat di Indonesia adanya kebebasan/hak memilih agama masing-masing.
Terima kasih Bapak/Ibu
Selamat Siang Bapak Asron, terima kasih telah mengunjungi Halo JPN. Kami akan menjawab pertanyaan bapak terkait pernikahan beda agama yang bapak jabarkan di atas.
Pekawinan menurut Pasal 1 UU Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan Wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Selanjutnya berdasarkan Pasal 6 sampai dengan 12 UU Perkawinan, syarat sahnya perkawinan harus:
a. Didasarkan pada persetujuan bebas antara calon suami dan calon isteri, berarti tidak ada paksanaan dalam
perkawinan;
b. Pada asasnya perkawinan itu adalah satu suami dan sebaliknya, kecuali mendapat dispensasi oleh Pengadilan Agama dengan syarat-syarat yang berat untuk boleh beristeri lebih dari satu dan harus ada izin
dari isteri pertama, adanya kepastian dari pihak suami bahwa mampu menjamin keperluan-keperluan hidup
isteri-isteri dan anak-anak serta jaminan bahwa suami akan berlaku adil, terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.
c. Pria harus berumur 19 tahun dan wanita 16 tahun.
d. Harus mendapat izin masing-masing dari kedua orang tua mereka, kecuali dalam hal-hal tertentu.
Pasal 2 ayat UU Perkawinan Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu selanjutnyan dicatat menurut peraturan perundang-undangan.
Pada dasarnya hukum perkawinan di Indonesia tidak mengatur secara khusus mengenai perkawinan pasangan beda agama, sehingga ada kekosongan hukum terkait perkawinan beda agama di Indonesia. Memperhatikan syarat sah perkawinan di dalam UU Perkawinan, UU Perkawinan menyerahkan kepada hukum masing-masing agama dan kepecayaan termasuk sebagai syarat sahnya perkawinan.
Hukum Nikah Beda Agama dalam Islam Majelis Agama Tingkat Pusat atau yang biasa dikenal dengan (MATP) juga telah mengatur mengenai pernikahan beda agama ini.
Di Islam sendiri, MUI sebagai instansi tertinggi dalam menentukan keputusannya mengenai nikah beda agama
menurut Islam, telah sepakatmenyatakan dan memberikan fatwa jika pernikahan beda agama yang dilakukan dalam agama Islam haram hukumnya dan membuat akad nikah dari pernikahan tersebut tidak sah secara agama.
Akan tetapi pada praktiknya memang masih dapat terjadi adanya pernikahan beda agama di Indonesia. Guru
Besar Hukum Perdata Universitas Indonesia Prof. Wahyono Darmabrata, menjabarkan ada 4 cara popular yang ditempuh pasangan beda agama agar pernikahannya dapat dilangsungkan. Menurut Wahyono, 4 cara tersebut
adalah:
1. Meminta penetapan pengadilan;
2. Perkawinan dilakukan menurut masing-masing agama;
3. Penundukan sementera pada salah satu hukum agama; dan
4. Menikah di luar negeri.
Menurut penjabaran Undang-Undang dan Peraturan tentang Pernikahan di atas terdapat dua pendapat mengenai pernikahan beda agama tersebut. Di Hukum Islam menerangkan melarang pernikahan beda agama sementara di Hukum Indonesia mwmperbolehkan dengan syarat harus memenuhi ke empat cara yang dijabarkan oleh Guru Besar Hukum Perdata Universitas di Indonesia Prof. Wahyono Darmabrata.
Semoga Jawaban kami dapat membantu pertanyaan Bapak, terima kasih