Dijawab tanggal 2020-01-16 08:53:54+07
Selamat sore, bapak. Terimakasih sudah mengunjungi website kami. Pengaturan masalah perceraian di Indonesia secara umum terdapat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam hukum Islam, sesuai pasal 129 KHI menyatakan bahwa "Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu". Perceraian termasuk perkara perdata yang diawali dari adanya gugatan dari penggugat. Menurut Pasal 118 ayat 1 HIR (Pasal 142 ayat 1 Rbg) disebut sebagai tuntutan perdata, tidak lain adalah tuntutan hak yang mengandung sengketa dan lazimnya disebut gugatan. Dalam hal ini gugatan tersebut dapat diajukan baik secara tertulis (Pasal 118 ayat 1 HIR, 142 ayat 1 Rbg) maupun secara lisan (Pasal 120 HIR, 144 ayat 1 Rbg). Jadi, talak yang diakui secara hukum negara adalah yang dilakukan atau diucapkan oleh suami di Pengadilan Agama. Sedangkan, mengenai cerai karena talak yang diucapkan suami di luar Pengadilan Agama, hanya sah menurut hukum agama saja, tetapi tidak sah menurut hukum yang berlaku di negara Indonesia karena tidak dilakukan di Pengadilan Agama, akibat dari talak yang dilakukan di luar pengadilan adalah ikatan perkawinan antara suami istri tersebut belum putus secara hukum.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat dan mohon maaf bila ada kekurangan.
Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
KT. KALIMANTAN SELATAN
Alamat : Jl. D. I. Panjaitan No. 26, Antasan Besar, Kec. Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan 70123
Kontak : 5116741002