Mendiang orang tua saya mewariskan sebidang tanah dan rumah kepada saya dan abang saya selaku ahli waris. Kami berniat menjual rumah tersebut. Namun ketika akan melaksanakan penandatanganan AJB, ternyata terkendala karena abang saya tinggal di luar negeri. Dari pihak PPAT yang ditunjuk oleh pihak pembeli meminta ahli waris harus hadir dan tidak bisa diwakilkan. Pertanyaan saya, apakah benar proses AJB penjualan tanah dan rumah warisan harus dihadiri langsung ahli waris atau ada cara lain (misalnya dengan surat kuasa)?
Menurut undang-undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun di luar perkawinan, dan suami atau istri yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini.
Bila keluarga sedarah dan suami atau istri yang hidup terlama tidak ada, maka semua harta peninggalan menjadi milik negara, yang wajib melunasi utang-utang orang yang meninggal tersebut, sejauh harga harta peninggalan mencukupi untuk itu.
Kembali ke pertanyaan Anda, diasumsikan para ahli waris tersebut sah secara hukum untuk mendapatkan warisan, kemudian timbul keinginan untuk menjual warisan tersebut kepada orang lain. Namun dalam proses jual beli terkendala karena PPAT tidak mengizinkan apabila salah satu pihak tidak hadir pada saat penandatanganan Akta Jual Beli (“AJB”).
Pada umumnya, untuk melakukan suatu transaksi jual beli biasanya akan dituangkan pada AJB antara penjual dengan pembeli sebagai tanda bahwa telah terjadi jual beli yang sah dengan melihat aspek-aspek hukum yang saling mengikat antara kedua belah pihak. Proses terjadinya AJB itu sendiri biasanya dihadiri oleh pihak penjual dan pembeli serta PPAT sebagai pejabat yang akan diberikan kewenangan terhadap AJB dimaksud.
Menyambung pertanyaan Anda, apakah proses AJB tersebut tetap dapat dilaksanakan apabila salah satu pihak (penjual atau pembeli) tidak dapat hadir untuk melaksanakan penandatangan AJB tersebut di hadapan PPAT dikarenakan sedang berada di luar negeri?
Menurut hemat kami, pelaksanaan AJB tersebut tetap dapat dilaksanakan dengan menggunakan surat kuasa bermaterai yang akan dikuasakan kepada seseorang yang dicantumkan namanya pada surat kuasa tersebut. Namun dalam kasus ini, salah satu pihak yang sedang berada di luar negeri tersebut harus membuat surat kuasa bermaterai yang ditandatanganinya di negara tersebut pada tanggal penandatanganan di hadapan pejabat konsuler atau petugas loket konsuler KBRI di negara tersebut, selanjutnya untuk kemudian dapat dilegalisasi oleh pejabat konsuler KBRI di negara tersebut. Tentu saja, hal ini wajib dilaksanakan untuk memastikan bahwa surat kuasa bermaterai tersebut nantinya sah dan dapat digunakan di Indonesia.
Adapun Putusan MA No. 3038 K/Pdt/1981 tanggal 18 September 1986 menyatakan bahwa keabsahan surat kuasa yang dibuat di luar negeri selain harus memenuhi persyaratan formil juga harus dilegalisir lebih dahulu oleh KBRI setempat.
Misalnya, kami mencontohkan pada laman Kedutaan Besar Republik Indonesia di Lima, Peru Merangkap Bolivia menyebutkan legalisasi dokumen yang dikeluarkan di Lima untuk digunakan di Indonesia salah satunya adalah surat kuasa atau pernyataan jual beli/perjanjian/kontrak yang ditandatangani/diterbitkan di Lima dan akan digunakan di Indonesia.
Kami berpendapat, hal tersebut wajib dilakukan karena pihak PPAT akan meminta kuasa yang otentik untuk memastikan bahwa kuasa tersebut benar diberikan oleh orang yang berwenang untuk melaksanakan pengalihan hak atas tanah. Selain itu, pihak Kantor Pertanahan (BPN) setempat nantinya akan meminta kuasa otentik tersebut untuk dijadikan dasar pembuatan akta peralihan hak.
Oleh karena itu berdasarkan penjelasan di atas, untuk melaksanakan AJB di hadapan PPAT, pihak pemegang hak (penjual) maupun pihak yang ingin membeli dapat memberikan kuasanya kepada seseorang walaupun sedang tidak berada di wilayah Negara Republik Indonesia dengan tetap memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Saya mau bertanya, kami memiliki sebi
Antara surat pernyataan hukum waris y