Assalamu'alaikum Wr.Wb. Bapak/Ibu Jaksa, saya mau bertanya terkait permasalahan yang saya alami di keluarga saya yaitu mengenai hutang piutang.
Dalam Keluarga saya sebut saja Saya Si A memberikan hutang kepada Si B sejumlah Rp. 50.000.000,00 dan sudah bertahun-tahun hutang tersebut belum dikembalikan kepada Si A, Kita juga dalam memberikan hutang tersebut tidak disertai dengan perjanjian tertulis jadi hanya secara lisan saja. Apakah bisa melalui Kejaksaan membuat surat pernyataan hutang meskipun dulu perjanjian hutangnya hanya secara lisan? Lalu bagaimana solusi dari Bapak/Ibu Kejaksaan Negeri Kota Tegal terhadap Kasus Hutang Piutang yang dialami oleh Keluarga saya
Sekian saya ucapkan terimakasih dan mohon petunjuk dari Bapak/Ibu Kejaksaan Negeri Kota Tegal
Bahwa hubungan hutang piutang yakni perjanjian antara 2 (dua) pihak, yaitu pihak kreditur (yang memberikan pinjaman) dan pihak debitur (yang menerima pinjaman). Dalam perjanjian hutang piutang, pihak debitur juga dapat berjanji akan mengembalikan pinjaman beserta bunganya dengan jangka waktu yang telah disepakati antara pihak kreditur dan pihak debitur. Berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yakni suatu perjanjian dapat dikatakan sah jika memenuhi 4 (empat) syarat sebagai berikut :
Jika salah satu dari 4 (empat) syarat ini tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut dianggap tidak sah dan dapat dibatalkan atau batal demi hukum. Selain itu, Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) menyebutkan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya sehingga dapat disimpulkan selama unsur-unsur sahnya perjanjian terpenuhi, perjanjian tersebut tetap berlaku meskipun tidak dibuat secara tertulis atau secara lisan.
Bahwa suatu perjanjian yang tidak dibuat secara tertulis atau secara lisan, pihak kreditur bisa menyiapkan bukti-bukti yang menunjukkan adanya perjanjian atau konsensus antara pihak kreditur dan pihak debitur. Bukti-bukti yang disiapkan oleh kreditur juga tidak harus tertulis karena dalam Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) mengatur tentang jenis-jenis alat bukti dalam perkara perdata, yang berbunyi :
Namun bukti yang paling kuat adalah bukti tertulis. Alangkah baiknya kalau terdapat bukti pengakuan hutang piutang yang tertulis dan bukti adanya transfer uang dari pihak kreditur kepada pihak debitur. Kalaupun ternyata pihak kreditur tidak memilki bukti-bukti tertulis, sebaiknya disiapkan bukti-bukti yang lain, sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
Surat pernyataan hutang adalah suatu dokumen tertulis yang dibuat oleh pihak kreditur kepada pihak debitur yang berisi pengakuan dan kesepakatan mengenai adanya hubungan utang-piutang antara kedua belah pihak. Surat pernyataan hutang dapat dibuat dengan memperhatikan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) oleh Notaris yang mengatur kewenangan dalam membuat Akta Autentik, termasuk akta perjanjian utang-piutang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Tugas dan kewenangan dari Kejaksaan di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara itu sendiri, terdapat pada Pasal 30 Undang-Undang Repubik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dan ditambahkan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yakni kejaksaan dengan Kuasa Khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah sehingga kejaksaan tidak dapat membuat Surat Pernyataan hutang.
Assalamu’alaikum wr wrb.
Sela